Rabu, 25 September 2013

Cerpen: Beranda dan Cangkir Kita



Sore itu di beranda, secangkir kopi hitam untukmu dan secangkir teh manis hangat kepunyaanku. Dibumbui obrolan tentang masa depan pun masa lalu.

Hari itu kamu lebih mendominasi obrolan. Tentang rumah impian, tentang investasi masa depan, juga tentang perasaan.

Aku selalu suka menjadi pendengar, yang bisa dengan diam- diam mencuri waktu untuk memandangimu, memperhatikan tiap detail lekuk wajahmu, begitu jelas, begitu dekat, ya begitu saja sudah cukup bagiku.

Namun cerita terhenti saat telepon genggammu berbunyi. Ada cahaya lain di mata itu, yang aku lihat berbeda saat aku yang menjadi teman mengobrolmu. Ada energi lain yang belum pernah aku rasakan saat aku yang ada di sampingmu.

Jika aku adalah cahaya lilin untukmu, maka saat ini juga aku pasti meredup. Tak mampu untuk lebih lama lagi bertugas menerangi. Lelahkah?

15 tahun berandaku menjadi tempat berbagimu. 15 tahun aku menjadi pendengar setiamu. 15 tahun sorot mata itu tak pernah berbeda menatapku. 15 tahun sudah cukup mencintaimu dalam diamku.

Kamu, teman masa kecil yang dulu pernah menjadi pasangan pengantin priaku, yang setiap sore selalu ditunggu untuk bermain rumah-rumahan bersamaku. Kini akan benar- benar menjadi aktor utama dalam hidup barumu.

Beranda, kopi dan teh ini tidak akan sama lagi esok hari, seraya kamu pergi dan meninggalkan sepucuk undangan cantik untukku. Selamat menempuh hidup baru.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar