Senin, 02 Juli 2018

Setelah Menikah, Menjadi IRT atau Wanita Karir?


Menjadi wanita independen selama kurang lebih 4 tahun, mempunyai kegiatan rutin di luar rumah, memiliki pendapatan sendiri yang bisa digunakan sesuka hati, traveling ke sana sini, bertemu banyak jenis orang setiap harinya, bicara di depan umum, menunjukkan eksistensi diri, menemukan masalah dan mencari solusi pada pekerjaan adalah salah satu hal terbaik yang pernah aku rasakan. Aku seperti menemukan kebebasan dan kebahagiaan untuk berdiri di atas kakiku sendiri, bahkan bisa menjadi kaki orang lain, dikala waktu.

Setelah menikah, semuanya berubah. Aku memilih resign dari pekerjaan, ikut suami ke daerah yang jauh dari kota, jauh dari orang tua, keluarga dan sahabat, hidup berdua hanya dengan suami, stay di rumah, jarang berinteraksi langsung dengan orang- orang, berkutit dengan dapur dan keperluan suami. Rasa- rasanya, orang bakal heran dan bertanya "kamu yakin?". Teman-temanku juga terkadang bertanya "kamu ngapain aja disana setelah menikah?". Ada juga yang bertanya, "kamu bakal jadi IRT atau cari kerja setelah ini?". Aku hanya berfikir, memang ada yang salah dengan menikah? Hingga orang berlomba- lomba dan tampak antusias bertanya.

Menurutku, menjadi IRT ataupun wanita karir sama- sama pilihan yang baik dan memiliki konsekuensi tersendiri. Jadi tidak bisa dikomperasi. Kita punya pasangan, dan pilihan terbaik adalah hasil kesepakatan bersama. Dan itu tidak bisa disamaratakan.

Tapi jika memang harus menjawab, dengan tegas kukatakan: Alhamdulillah ini adalah jawaban atas doa- doa dan angan- anganku terdahulu. Menikah, fokus hidup dengan suami dan mengurus anak. Menjadikan rumah sebagai tempat ternyaman bagi mereka, belajar dan bermain bersama, membuat keluarga merasa memiliki satu sama lain. As simple as that. Tapi lagi- lagi ini adalah hidup ideal versiku, mungkin bukan untuk kamu.

Dan inilah hidup yang membawaku selalu bersyukur. Maha Baik Allah dengan segala kejutan-Nya. Disini aku bisa menemukan arti kebahagiaan versi lain, yang lebih simpel, tapi maknanya dalam. Memang banyak perubahan pada diriku semenjak menikah, tapi menurutku ini adalah perubahan yang wajar dan baik malah. Menikah, membuatku merasakan hal lain yang tidak aku rasakan saat melajang dulu, meyakini janji Allah bahwa menikah memang lah pembawa kebahagiaan dan rejeki bagi yang meyakini dan mengamini. Rejeki yang bukan hanya materi, tapi lebih dari sekedar itu. Memiliki pasangan yang sefrekuensi, yang ditiap kondisi mencoba saling memahami, keluarga yang semakin banyak dan sayangnya yang luar biasa, lingkup pertemenan yang semakin luas, ilmu syukur yang tanpa disadari muncul dari sekitar.

Menjadi wanita karir tidak selamanya egois. Bekerja di luar rumah bukan berarti mengenyampingkan kehidupan di rumah dan berenak- enak hidup di luar sana. Tanggungjawab tambahan, menyeimbangkan waktu dan kualitas hubungan, ini adalah hal berat loh. Bukan berarti menjadi wanita karir adalah pilihan instan bagi wanita yang malas untuk memegang pekerjaan rumah dan tetek bengeknya. Bukan pula karena mereka merasa mampu "menghasilkan". Tapi, wanita karir adalah pilihan keren menurutku, dimana mereka bisa membagi dengan seimbang urusan pekerjaan dan kerumahtanggaan, dengan tidak membawa ego independen ke dalamnya. Ini adalah wanita karir yang keren. Tetap menjadi lembut di dalam keluarga, tapi ambisius dan semangat dalam berkarya.

Menjadi IRT pun tidak berarti pilihan atas kefrustasian dan kepasrahan seorang wanita. Ia baru saja menang atas perang batin antar dirinya sendiri, belum lagi dengan suara- suara di luar yang terdengar pitchy. Menjadi IRT bukan berarti tidak memiliki hidupnya lagi sendiri. Tidak berarti hidupnya membosankan dan monoton begitu- begitu saja. Seorang IRT juga masih bisa kreatif, inovatif dan berkarya kok. Banyak hal yang bisa dilakukan IRT, tanpa harus mengorbankan waktu keluarga. Mengurus kegiatan rumah dan anggota seisinya, mengembangakan passion dan hobi, bisnis kecil- kecilan misalnya. Meningkatkan ilmu parenting dan mengerjakan ibadah yang selama ini seringkali absen. Menjalin silaturahmi lebih intens dengan orang tua dan keluarga. Menjadi pendengar yang baik bagi anggota keluarganya, pemberi solusi terbaik yang selalu dicari. Atau teman bermain yang selalu siap sedia. Bahagia baginya bukanlah seberapa gendut pundi-pundi rupiah yang dikumpulkan, tapi seberapa ia berhasil membuat rumahnya menjadi tempat ternyaman bagi anggotanya. Menjadi penyejuk dikala kegiatan di luar membuat anggota rumah penat. Disitulah ia merasa begitu "manfaat" selama hidupnya. Ini tentu tidaklah mudah, dan imbalannya tentu luar biasa, surga, bagi yang meyakini.

Lalu sebenarnya, apa yang membuat peran IRT terasa menjadi momok bagi sebagian wanita? Karena mungkin, dia belum puas dengan hidupnya sendiri, belum bahagia dengan hari- harinya terdahulu, dan belum ikhlas menceburkan diri dalam kubangan keluarga. Disitulah mungkin kenapa ada anjuran menikahlah di saat yang tepat, disaat kita benar- benar siap. Karena saat kamu siap menikah, bersiaplah merasakan perubahan besar dalam hidup, yang bisa jadi dirasa memuakkan atau bahkan membahagiakan. Dan menurutku, yang sempat merasakan kedua- duanya, keduanya sangat membahagiakan dengan versinya masing- masing, karena untuk menjadi bahagia, bukan tentang peran apa yang kamu jalani saat ini, tapi bagaimana kamu menjalankan peran itu, dengan suka hati. Cheersss!