Jumat, 28 Februari 2014

DEPAPEPE

Mendengarkan musik di jam kerja itu kenikmatan lain selain makan. Aku lebih suka mendengarkannya melalui web soundcloud.com dibanding harus men-download dan memainkannya di winamp. Karena playlist di winamp itu biasanya membosankan. Lagu yang itu-itu saja sampai akhirnya hapal di luar kepala.

Melalui soundcloud, kita bisa meng-explore semua genre musik sesuai mood. Dan akibat blogwalking ke salah satu blog yang memasang backsound Pachebel Canon, aku langsung jatuh cinta dengan grup musik yang satu ini!

Depapepe. Grup musik dari Jepang yang terdiri dari 2 orang yang sama- sama memegang gitar. Oke mungkin ini sedikit membuat heran. Pertama, kenapa aku begitu telat mengenal grup musik ini, padahal mereka terbentuk sudah sejak tahun 2002 dan aku baru menyukainya beberapa waktu belakangan. Kok bisa musik sekeren ini terlewatkan? Oh goooosh. Kedua, sejak kapan aku menyukai hal- hal yang berbau Jepang? Ketiga, kok bisa- bisanya aku suka dengan musik yang nggak ada liriknya begini? Ya itulah ajaibnya Depapepe, bisa membuatku jatuh cinta pada permainan gitar mereka berdua.
http://indrasnotes.files.wordpress.com/2012/07/depapepe11.jpg
sumber

Depapepe adalah singkatan dari nama kedua personelnya. Depa dan Pepe. DEPA berasal dari kata dalam bahasa jepang deppa/overbite yang artinya tonggos yang identik dengan Miura. Sedangkan kata PEPE diambil dari band Takuoka sebelumnya yaitu Derupepe. 

Musik mereka itu asik, nggak bikin bosan, nagih dan benar- benar memperlihatkan bagaimana skill mereka bermain gitar. Lagu yang paling aku suka adalah One. Diposisi kedua ada Kitto Mata Itsuka. Lalu Start, Time, Sasanami, dan Wedding Bell. Sebenarnya semuanya bagus, tapi beberapa judul diatas, mampu memikatku hanya dengan sekali dengar.

Aku selalu suka melihat orang- orang yang pintar memainkan alat musik, gitar salah satunya. Mereka yang lihai bermain gitar itu mempunyai nilai plus tersendiri, pun Depapepe. Saat bermain, jiwa mereka bisa masuk ke dalam musik, sehingga mampu memberi energi kepada si pendengar. Ya, aku selalu iri pada mereka yang bisa dengan lihai memetik senar- senar gitar dengan apik. Karena permainan gitarku sejak dulu hanya sebatas meraba kunci dasar. Payah.

Depapepe, duo amazing dari Jepang ini sudah berhasil menaklukkan-ku!

Rabu, 26 Februari 2014

Manis

Manis itu, kayak cintanya Mama ke Papa. Nggak mau pindah dari Bengkulu karena nggak mau ninggalin makam Papa sendirian disana, padahal di Bengkulu udah nggak ada saudara lagi.

Manis itu, kayak Mbah Kakung yang suka ceritain masa- masanya dulu waktu Mbah Putri masih ada. Kebiasaannya mereka, yang bikin kangen katanya.

Manis itu, kayak kisah cinta pasangan lansia di perumahan. Tiap sore keliling komplek sambil pegangan tangan, jalan pelan- pelan sambil ngobrol atau sekedar saling papah. Eyang Putri yang masih setia ngerawat Eyang Kakung yang suka lupa siapa dia karena sakit Alzheimer. Eyang Putri yang telaten banget ke Eyang Kakung yang suka berlaku seperti anak bayi dan hobi merengek kalau permintaannya nggak dipenuhi. Eyang Putri yang sabar banget saat Eyang Kakung tiba- tiba nyuci bajunya sendiri di kloset. Eyang Putri yang nggak mau nyusahin anak- anaknya buat tinggal serumah. Eyang Putri dan Eyang Kakung yang hidupnya cuma berdua, tapi tetap sama- sama dan tetap kelihatan bahagia.

Manis itu, kayak pasangan suami istri yang tetap mau memaafkan walau dulunya pernah dikhianati.

Manis itu, kayak pasangan yang udah menikah puluhan tahun dan belum memiliki keturunan, tapi masih komit sama-sama sampai tua.

Manis itu, saat kita sadar bahwa Tuhan sangat berbaik hati karena sudah menempatkan orang- orang “manis” itu di dalam hidup kita.

Selasa, 25 Februari 2014

Absurd chit-chat with...

Oknum Z : Aku nggak dihubungin pacar seharian aja udah kelimpungan, lah kamu? Dulu sama X tahan lost contact 3 hari, sekarang sama Y tahan 3 bulan. Besok? 3 tahun, kuat?
Me : Seriously, it is not that i want.
Oknum Z : But you did, so why?
Me : Kalau lagi laper gini, nggak asik buat diajak curhat nih.
Oknum Z : Bisa seselo ini ya hidup kamu. Cengangas- cengenges. Nggak galau?
Me : Woi, manusia ajaib macam apa yang nggak pernah galau?
Oknum Z : terus?
Me : ya tinggal pinter-pinternya kita ngontrol aja. Semua ada fasenya, ya dijalani. Saatnya galau ya galau, saatnya harus nangis ya nangis. Saatnya kita ngerasa down banget ya luapin aja. Tapi udah itu cukup. Hati mah jangan diajarin manja.
Oknum Z : caranya?
Me : caranya...isi perut dulu biar mikirnya enak. Yok!
Lalu oknum Z ngomel-ngomel sepanjang jalan menuju tempat makan. I'm still learning, batinku.

Jumat, 21 Februari 2014

Anonymous #4 (End)

Kita adalah kumpulan dari keputusan yang kita buat. Disaat kita berani mengambil sebuah keputusan, disaat itulah kita berharap bahwa kita tidak pernah salah dan itu yang terbaik. Disaat tekad sudah bulat, tapi hati masih sulit memberi keyakinan, disaat itulah ego harus dihilangkan. Disaat harapan tidak sesuai dengan kenyataan, disaat itulah harusnya kita belajar tentang arti mengikhlaskan.

Radit benar- benar pulang, seperti yang sudah aku tebak beberapa waktu lalu. Tapi dia memilih pulang pada dirinya sendiri, pada keputusan hati. 

Manusia memiliki pilihan dalam hidupnya, disaat mereka sudah memilih apa dan kemana harus melangkah, kita hanya perlu belajar memahami dan mendoakan pilihan mereka. 

Sejak menghilangnya Radit beberapa bulan lalu, aku berpikir bahwa dia memang butuh waktu. Waktu untuk menyelesaikan semua masalahnya. Waktu untuk menenangkan dirinya. 

Awalnya aku tidak berpikir bahwa jeda yang kami ciptakan adalah titik awal dari sebuah keputusan. Hanya masalah waktu, pikirku. Tapi nyatanya aku tidak sebegitu hebat bermain dengan waktu. Lelah lebih cepat hinggap dibanding rasa takut kehilangan atas apa yang sudah ada dalam genggaman. Lelah dengan waktu yang belum tahu kapan ujungnya. Lelah dengan rasa peduli yang pelan- pelan pudar karena terbiasa tanpa usikan. Iya, menjadi lelah itu lebih menakutkan dibandingkan dengan takut kehilangan itu sendiri.

Dengan kehilangan, kita jadi tahu mungkin jalan Tuhan memang bukan disitu. Dengan kehilangan, kita jadi tahu bahwa ternyata sempat dimiliki itu membahagiakan. Ternyata kehilangan yang walaupun menyakitkan, lebih gampang diterima nalar ya? Dengan kehilangan, paling tidak ada jawaban dari segala pertanyaan.

Sedangkan saat kita hanya terus- terusan menjadi lelah? Rasanya itu seperti pecundang yang berhenti di tengah jalan. Dengan ujung yang belum pernah kita tahu, tapi sudah kita eksekusi sendiri. Rasanya lebih menyakitkan daripada akhir yang pahit. Jadi, lebih baik kehilangan daripada lelah dengan ketidaktahuan, kan?

Aku masih mencerna kata-katanya semalam. Rangkaian kata yang keluar terdengar sederhana, tapi sulit diterima, awalnya. Tapi entah kenapa tiba-tiba hati seperti terlepas dari ikatan yang menyesakkan. Luapan itu sampai membuatku tidak mampu mengeluarkan kata-kata yang sudah kurangkai sedemikian rupa sebelumnya.

Masih dengan suara tertahan diujung telepon, aku berusaha melapangkan hati selapang- lapangnya. Mengikhlaskan semua hal yang tadinya dipertahankan. Menghilangkan kecewa yang memuncak. Menjauhkan pikiran dari semua yang berbau kesedihan. 

Keputusan ini tampak lebih indah dari sekedar bisu yang selama ini ada. Di ujung telepon sana, aku tahu bahwa Radit juga sudah bersusah payah mengumpulkan keberaniannya untuk ini.

Kita bukan lagi bocah yang dengan gampangnya marah saat tidak diijinkan bermain. Kita bukan lagi bocah yang hobi merengek hanya untuk memaksakan kehendak, kan? Maka, jangan pernah menyalahkan pilihan, apalagi takut untuk memilih. Karena hidup, memang selalu menawarkan pilihan :)

Kamis, 20 Februari 2014

Menjadi Serba Bisa Pun Nggak Bisa


“Jadi perempuan itu harus serba bisa, jangan dikit- dikit ngeluh, dikit- dikit minta tolong, ketergantungan ini itu.”

Mama adalah sosok ibu yang serba bisa. Mungkin tuntutan sebagai seorang single parent sejak 16 tahun yang lalu, membuat Mama menjadi sosok yang tangguh. Dari segala tetek bengek urusan rumah tangga seperti membereskan rumah, pakaian, urusan dapur hingga anak- anak, Mama tangani sendiri dengan begitu cekatan. Jangan sekali- sekali terlihat lamban didepannya kalau kamu nggak siap didampret habis- habisan.

Begitu pula dengan cara mendidik anak- anaknya, yang menurutku lumayan keras. Dari urusan mencuci piring sampai ke setrika pakaian, kami diberi tanggungjawab atas keperluan masing- masing.

Nggak hanya itu, untuk urusan jam pulang, Mama adalah sosok ibu yang super ketat. Jadwal pergi- pulang sekolah anaknya sudah hapal diluar kepala. Dan untuk jam main, mana boleh melebihi waktu magrib. Akh, aku sudah hapal kebiasaan Mama. Kalau menjelang magrib batang hidung kami belum terlihat, bisa dipastikan Mama sudah standbye di ujung gang dengan memasang cengiran khasnya.

Iya, mana ada judulnya bisa leluasa keluar malam untuk main, nongkrong, atau hal nggak penting lainnya. Tapi kalau untuk urusan sekolah, belajar, les, atau hal penting lainnya pasti Mama nggak pernah keberatan. Untuk acara apel- mengapel? Rumahlah tempatnya hahaha. I miss that moment.

Mungkin karena tempaan dan tuntutan dari Mama untuk menjadi perempuan yang serba bisa itu yang membuatku "terbiasa" melakukan apa saja. Bukan hal asing lagi buatku untuk sekedar membetulkan genteng rumah yang bocor, lalu menampalnya. Iya, laki-laki dirumah hanya ada Mas Sigit yang notabene dulu jauh dari kami karena kuliah diluar kota, jadi akulah anak Mama yang wajib turun tangan naik ke atas genteng. Atau mengecat rumah? Biasanya kami berempat bertransformasi menjadi tukang cat sesaat sebelum lebaran tiba.

Membetulkan kipas angin? Aku mendapatkan ilmu "the power of minyak goreng" dari Mama, kalau putaran kipasnya nggak mau menyala setelah dibersihkan, ya tinggal dioleskan. Menampal bak mandi yang bocor, menyemen, sampai nguli pun dilakoni. Nggak ding yang terakhir bohongan.

Dan ternyata saat aku pindah ke Jogja dan tinggal bersama Tante, tuntutan serba bisa itu tadi tetap melekat padaku. Dari mulai membetulkan copcopan listrik, mengganti bolam lampu, mengotak-atik mesin cuci, mengganti gas, dan yang terbaru kemaren adalah membetulkan keran rusak. Oke, aku tidak sehebat itu untuk pernyataan yang terakhir.

Jadi, saat Tante ke Cilacap dan meninggalkaku dirumah bersama 2 bodyguard yang nggak bisa diandelin (hahaha so sorry boys), Adil dan Riko pasca meletusnya Gunung Kelud yang meninggalkan abu disana-sini, aku berniat membersihkan halaman depan dengan menyeprotkan air melalui selang. Tapi apadaya, kekuatanku tampaknya super sekali hingga akhirnya selang yang kupaksa masuk ke mulut keran itu membuatnya patah! Iya, kerannya patah dan otomatis air muncrat membasahiku yang kebetulan memang belum mandi.

Aku panik. Mau mematikan keran, nggak bisa karena air bersumber dari penampungan di atas. Alhasil, aku berusaha menutup keran itu dengan plastik dan kaos kaki, dengan maksud supaya airnya nggak mengucur terlalu deras.

10 menit, air masih deras dan mengucur kemana- mana. 20 menit, berhasil tertutup dengan kaos kaki, 1 menit kemudian, copot lagi. Kuulangi hal yang sama berkali-kali tapi tetap seperti itu terus sampai tua. Aku kesal. Pengen gigit- gigit keran!

Lalu aku mencoba menjernihkan pikiran, kubiarkan air mengalir ke ember yang sengaja kutaruh. Dan kutunggu sampai air di penampungan habis. Aku frustasi sambil memegang hape dan googling dengan keyword "Mengatasi Keran Patah", gila kan kurang kekinian apa aku ini?

Caranya ternyata gampang, cukup sediakan keran baru, selotip khusus keran, dan kunci pas. Kucari peralatannya dan lengkap! Bolak- balik kucoba membuka patahannya, tapi berhubung aku belum pernah melihat bagaimana cara membetulkan keran dengan baik dan benar, sekaligus takut kalau rusaknya bertambah parah, aku pun menyerah.

Akhirnya aku keluar mencari bantuan, dan kebetulan ada Pak Tukang yang lagi bekerja di rumah tetangga. Dengan modal berani karena kepepet, aku pun minta tolong sama si Bapak.

Berlagak seperti mandor, kuperhatikan dengan saksama apa saja yang dikerjakan si Bapak terhadap keran rewel itu. Oh dem, ternyata cuma diputar- putar, terus pasang selotipnya di keran baru, dan masukin deh dengan cara memutar- mutarkan lagi. Selesai.

Segampang itukah? Setengah hari sudah kuhabiskan untuk menyelesaikan masalah keran dengan susah payah, dan ditangan Pak Tukang itu dalam waktu sekejap bisa terselesaikan!

Mungkin inilah hikmahnya, jangan sok bisa dan gengsi meminta tolong kepada orang lain. Nggak semua masalah yang kita hadapi itu mampu kita lewati sendiri, terkadang kita butuh orang lain buat sama- sama mencari solusi. #tsaaaah

-

Janji Allah itu seperti bintang- bintang di langit. Makin gelap malam, maka makin bercahaya. Kalau kita takut gelap, kita nggak bakal pernah lihat cantiknya bintang-bintang, kan?

Lagi lihat bintang di langit

Selasa, 18 Februari 2014

Resensi Novel: Moga Bunda Disayang Allah


sumber

Novel Tere Liye kali ini bercerita tentang seorang putri semata wayang dari keluarga terpandang dan kaya raya bernama Melati, gadis mungil dan menggemaskan berusia 6 tahun yang buta, tuli sekaligus bisu sejak usia 3 tahun.

Di tempat lain 3 tahun yang lalu, ada seorang pemuda bernama Karang yang sangat mencintai anak- anak. Kehidupan masa kecilnya yang kurang beruntung, membentuknya menjadi seorang yang pintar dan baik hati yang memberikan “janji-janji kehidupan yang lebih baik” bagi anak-anak yang kurang beruntung lainnya dengan membuka belasan taman bacaan.

Namun, Karang yang sekarang sudah berubah semenjak kejadian tenggelamnya kapal yang dia naiki bersama anak- anak binaannya. 18 anak meninggal dunia, termasuk Qintan, anak yang terlahir lumpuh layu dan akhirnya bisa berlari karena mendengarkan cerita motivasi dari Karang. Itulah yang membuat Karang merasa sangat terpukul dan bersalah, lalu pergi mengasingkan diri dan berubah menjadi pemuda yang hobi mabuk- mabukan, pergi malam dan pulang pagi. Iya, Karang kehilangan kehidupannya.

Ditengah keputusasaan Bunda atas apa yang dialami Melati, Tuhan membawanya pada sebuah pertemuan “ajaib” dengan Karang. Atas usul dari anak perempuan dokter pribadi mereka, Kinasih, yang tak lain adalah gadis yang pernah menjadi bagian hidup Karang, Bunda mendatangi pemuda itu dan memintanya untuk membantu Melati.

Perjuangan Melati dalam mendapatkan “kehidupan” memang terasa sulit, ditambah sifat arogan Karang yang membuat geram siapa saja yang melihat. Tapi dengan kesabaran dan doa yang tidak pernah putus dari Bunda, akhirnya Melati bisa merasakan “kehidupan” itu melalui Karang.

Novel ini terinspirasi dari kisah nyata mengharukan sepanjang sejarah dari Hellen Adams Keller (Alabama, 1880-1968). Keller terlahir dari ayah Kapten Arthur H. Keller dan ibu Kate Adams Keller. Ia sebenarnya tidak terlahir buta dan tuli (sekaligus bisu), hingga usia 19 bulan ketika keterbatasan semua itu datang. Beruntung dia bertemu dengan seorang guru yang hebat, Anne Sullivan, yang mengajarinya “melihat, mendengar, dan merasakan” dengan caranya sendiri, hingga dapat merubah hidupnya selamanya.

Cerita ini menyuguhkan perjuangan hidup yang tidak mudah yang dialami oleh Melati, Bunda, dan Karang. Namun, janji- janji kehidupan yang lebih baik pasti akan datang pada mereka yang percaya dan tidak pernah berputus asa.

Rabu, 12 Februari 2014

Keringat Ikankah yang Membuat Air Laut Asin?


http://ainzacha.blogdetik.com/files/2012/01/bunaken.jpg
sumber

Pernahkah kamu berpikir kenapa air laut rasanya asin? Padahal air laut berasal dari air hujan yang rasanya tawar? Iya benar, memang air laut berasal dari air hujan yang turun, mengalir melalui sungai- sungai, dan akhirnya bermuara di laut.

Nah, air yang mengalir melaui sungai- sungai itu tadi membawa garam- garam mineral seperti kalium, kalsium, natrium, dan lain- lain yang berasal dari bebatuan dan tanah yang dilaluinya hingga akhirnya sampai di laut.

Pada saat sampai di laut, air mengalami penguapan menjadi awan, dan garam- garam mineral tadi tetap tinggal di laut dan inilah yang menyebabkan air laut menjadi asin. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada bebatuan. Lama-kelamaan air laut menjadi asin karena banyak mengandung garam.

Tingkat keasinan air laut di setiap tempat berbeda-beda, tergantung dari suhunya. Semakin panas suhu suatu tempat, maka penguapannya pun semakin besar dan tingkat keasinan pun semakin tinggi.

Rata-rata kadar garam (salinitas) Samudera sekitar 3,5%. Salinitas laut tertinggi terdapat di Laut Merah, Teluk Persia, kadar garamnya 4 %. (sumber : http://berita-iptek.blogspot.com/2010/03/mengapa-air-laut-asin.html )

Jadi, rasa asin pada air laut bukan dikarenakan keringat ikan ya, apalagi keringat putri duyung yang sedang puber. :)

Senin, 10 Februari 2014

Brownies Kukus Cemplang Cemplung


Konsisten menulis adalah hal tersulit kedua setelah rajin mandi pagi dan sore hari. Beberapa minggu belakangan, mood menulisku sedang hancur- hancurnya. Blog yang tidak terurus dan alhasil tugas Pena Merah pun tidak terjamah. Ide di kepala sebenarnya banyak, tapi entah kenapa untuk mengeluarkannya itu seperti butuh serat supaya lancar. Macam apa aja. Buka- buka draft blog ternyata ada beberapa tulisan yang sudah setengah jadi, tapi lagi- lagi malas melanjutkan. Cupu.

Dan dengan susah payah aku mengumpulkan puing- puing semangat menulis yang tercecer disana-sini, akhirnya terbentuklah tulisan ini dan semoga bermanfaat bagi yang membaca. (elap ingus)

Dikarenakan aku sedang terserang penyakit malas menulis, aku pun menemukan hobi baru untuk mengisi waktu luang, yaitu memasak. Nah, di postingan sebelumnya aku pernah bercerita tentang bagaimana lika- liku dunia permasakkanku yang penuh dengan kegagalan, salah satunya adalah jeng jeng jeng Brownies Gagal. 

Nah kali ini, aku akan membayar itu semua dengan menyombongkan diri dengan karya Brownies-ku yang Perfecto. Mau tahu? Nggaaaaaak. Well, aku bakal tetep kasih tahu.

Ini adalah resep Brownies turun temurun dari Mama dan keluarga besarnya, yang aku suka dari resep ini adalah bahan- bahan yang mudah didapat dan cara pembuatannya yang nggak rempong karena nggak butuh mixer. Yuk, cekidot!

Bahan- bahannya :
·         3 butir telur
·         Gandum 1 setengah gelas belimbing
·         Susu kental manis 3 sachet
·         Air setengah gelas
·         Minyak sayur ¾ gelas
·         Mentega 50 gram
·         Gula pasir 1 gelas
·         Baking powder 1 sendok teh
·         Soda kue 1 sendok teh
·         Coklat Vanhouten 45 gram


Cara membuatnya  :


Gampang sekali, air setengah gelas belimbing tadi dicampur dengan susu kental manis 3 sct dan campurkan saja semua bahan menjadi 1. Cukup diaduk hingga rata, tidak memerlukan mixer. 

Setelah rata, tuangkan adonan tersebut pada loyang yang sudah diolesi mentega. Selanjutkan silakan berikan toping sesuai selera, bisa Oreo, kismis, keju atau yang lainnya, lalu kukus kurang lebih 30 menit. Selesai!

Mudah kan? Masih gagal juga? Mari kita berpelukkan! Hahaha karena aku tanpa catatan resep ini, bagaikan debu saat memasak, karena sudah dipastikan gagal!

Resep ini baru dikirim ulang oleh Mama 2 hari lalu, dan sengaja aku tulis disini supaya abadi, karena dijamin kertas resep yang sedang aku pegang saat ini, seminggu kedepan sudah entah dimana keberadaannya. 

Selamat mencoba resep Brownies Kukus Cemplang Cemplung ini ya, gaes!