Radit benar- benar pulang, seperti yang sudah aku tebak beberapa
waktu lalu. Tapi dia memilih pulang pada dirinya sendiri, pada keputusan hati.
Manusia memiliki
pilihan dalam hidupnya, disaat mereka sudah memilih apa dan kemana harus melangkah,
kita hanya perlu belajar memahami dan mendoakan pilihan mereka.
Sejak menghilangnya Radit beberapa bulan lalu, aku berpikir
bahwa dia memang butuh waktu. Waktu untuk menyelesaikan semua masalahnya. Waktu
untuk menenangkan dirinya.
Awalnya aku tidak berpikir bahwa jeda yang kami ciptakan
adalah titik awal dari sebuah keputusan. Hanya masalah waktu, pikirku. Tapi nyatanya
aku tidak sebegitu hebat bermain dengan waktu. Lelah lebih cepat hinggap
dibanding rasa takut kehilangan atas apa yang sudah ada dalam genggaman. Lelah
dengan waktu yang belum tahu kapan ujungnya. Lelah dengan rasa peduli yang
pelan- pelan pudar karena terbiasa tanpa usikan. Iya, menjadi lelah itu lebih
menakutkan dibandingkan dengan takut kehilangan itu sendiri.
Dengan kehilangan,
kita jadi tahu mungkin jalan Tuhan memang bukan disitu. Dengan kehilangan, kita
jadi tahu bahwa ternyata sempat dimiliki itu membahagiakan. Ternyata kehilangan
yang walaupun menyakitkan, lebih gampang diterima nalar ya? Dengan kehilangan,
paling tidak ada jawaban dari segala pertanyaan.
Sedangkan saat kita
hanya terus- terusan menjadi lelah? Rasanya itu seperti pecundang yang berhenti di tengah jalan.
Dengan ujung yang belum pernah kita tahu, tapi sudah kita eksekusi sendiri. Rasanya
lebih menyakitkan daripada akhir yang pahit. Jadi, lebih baik kehilangan
daripada lelah dengan ketidaktahuan, kan?
Aku masih mencerna kata-katanya semalam. Rangkaian kata yang
keluar terdengar sederhana, tapi sulit diterima, awalnya. Tapi entah kenapa
tiba-tiba hati seperti terlepas dari ikatan yang menyesakkan. Luapan itu sampai
membuatku tidak mampu mengeluarkan kata-kata yang sudah kurangkai sedemikian
rupa sebelumnya.
Masih dengan suara tertahan diujung telepon, aku berusaha
melapangkan hati selapang- lapangnya. Mengikhlaskan semua hal yang tadinya
dipertahankan. Menghilangkan kecewa yang memuncak. Menjauhkan pikiran dari
semua yang berbau kesedihan.
Keputusan ini tampak lebih indah dari sekedar bisu yang
selama ini ada. Di ujung telepon sana, aku tahu bahwa Radit juga sudah bersusah
payah mengumpulkan keberaniannya untuk ini.
Kita bukan lagi bocah yang dengan gampangnya marah saat
tidak diijinkan bermain. Kita bukan lagi bocah yang hobi merengek hanya untuk memaksakan kehendak, kan? Maka, jangan pernah menyalahkan pilihan, apalagi takut untuk memilih. Karena hidup, memang selalu menawarkan pilihan :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar