Sabtu, 10 Desember 2016

SAH !

Pulang, adalah aku pada rumah. Pada jarak yang terpaut jauh, namun pada hati yang senantiasa dekat.

Kepulangan hari ini menambah getaran pada jiwa, menggemukan bendungan air di bawah mata. Menarik garis merekah pada bibir. Merekatkan mereka yang nun jauh di sana.

Kepulangan kali ini begitu mengharukan pun membahagiakan. Momen menemukan sahabat seumur hidupnya seorang kakak laki-laki. Anak tertua dan sosok ayah pada keluarga. Teman beradu argumen sejak kecil. Lawan bertarung yang susah dikalahkan. Panutan dalam proses menentukan arah. Tempat berkeluh kesah saat resah. 

Hari ini akhirnya tiba. Waktu dimana dipertemukannya mereka pada janji setia dunia- surgawi. Memulai bahtera rumah tangga yang mandiri. Menjadi nahkoda pada kapal layarnya. Menjadi pemimpin bagi anggota di rumah kecilnya. 

Pagi ini, ikrar janji itu terucap. Semua mata tertuju pada mereka berdua, yang dengan yakin dilafazkan. Alhamdulillah Allah memudahkan jalannya dan malaikat pun ikut mengamini doa- doa yang membumbung tinggi. 

Doa- doa membanjiri masjid, begitu pula air mata dan isak tangis bahagia. Semoga Allah senantiasa menyatukan hati mereka berdua dalam keridhoan-Nya. Aamiinn.

Kami yang berbahagia.






Senin, 31 Oktober 2016

Mari Bercerita

Setiap kita butuh telinga. Tidak untuk diceramahi atau diberi solusi. Tidak untuk dinasehati atau digurui. Tidak untuk disalahkan ataupun dibenarkan.

Karena setiap kita hanya ingin didengar, menemukan tempat untuk berkeluh kesah, yang meyakinkan diri bahwa cerita ini tidaklah terlalu membosankan dan bodoh untuk ditertawakan.

Siap-siap pasang telinga. Jika sudah, aku akan mulai bercerita.

Jangan tertawa, dengarkan saja. Deal?

Minggu, 16 Oktober 2016

Transformasi

Hari minggu kemarin, aku berkunjung ke rumah Mbak Fatkur buat silaturahmi sekaligus kenalan sama Irza, yang umurnya udah 1 bulan aja. Sempet ngerasa dosa juga baru sempet ke sana. Tapi rasanya kemarin itu bener-bener quality time buat kami.

Pasukan penjajah rumah Dek Irza kemarin ada aku, Endi beserta suami, Nita beserta Inar, anaknya yang lagi lucu-lucunya.

Iya, kita berempat dulu adalah kumpulan gadis-gadis kantor yang 2 tahun lalu masih berstatus lajang di piknik kantor. Masih dengan tingkah polah tarik-tarikan nyeburin temennya ke pantai, ketawa-tiwi lemparan pasir, bahkan kecentilan cekrak-cekrek ngambilin gambar.

And see what happen in these 2 years? 3 gadis itu sudah berubah status menjadi istri orang bahkan 2 diantara mereka sudah jadi Ibu. How fast time flies!!

Rasa-rasanya baru kemarin ngedengerin mereka kasmaran, putus cinta, sampai akhirnya menikah dengan orang yang bisa dikatakan baru di historical hidup mereka. Aaaaah, ajaib memang.

Sebagai anak bontot diantara berempat, jelas saja kemarin aku menjadi bahan bullyan emak-emak rempong ini. Bullyan yang memotivasi tapi sih haha

Dan memang nyatanya, banyak hal yang secara tidak langsung membuatku memaknai hakekat dari sebuah pernikahan.

Yes, bukan perihal siapa cepat dia hebat. Bukan perihal eksistensi diri. Bukan juga menjadi tolak ukur kebahagiaan yang hakiki. Atau bahkan, jika teman-temanku sudah menikah maka aku pun harus dan wajib hukumnya untuk langsung menyusul. Karena terburu-buru dan menyegerakan adalah hal yang berbeda kan?

Tapi hal yang bisa aku lihat dan ambil dari mereka adalah keajaiban dari sebuah pertemuan dan menemukan tempat pemberhentian. Melihat di mana tangan Allah benar-benar bermain dalam proses penemuan itu. Dimana sejatinya, kita hanyalah lakon yang digerakkan oleh dalangnya. Dimana hati, memang teramat sangat mudah dibolak-balikan oleh-Nya.

Untuk kita berempat yang sekarang sudah berenam, dan bahkan besok entah sudah berberapa. Selamat berbahagia untuk apapun yang kita punya saat ini. Dan selamat berjuang untuk menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan lainnya.

Doakan anak bontot ini lekas berlabuh, supaya gak baperan kalo lagi kumpul bersama kalian, buibuh.

Xoxoxo

Minggu, 09 Oktober 2016

Masalah?

Berbahagialah siapa saja yang hari ini diberi masalah. Artinya, Allah masih sayang padanya. Saat ia yakin bahwa Allah yang sedang mengujinya, maka ia pun harusnya juga yakin bahwa Allah lah yang akan menyelesaikannya. Dan berhati-hatilah bagi siapa saja yang hari ini merasa tidak ada masalah. Bisa jadi, itu adalah tanda bahwa Allah perlahan atau bahkan sudah menjauhinya.

Maka, peluklah masalah-masalah itu, ia datang untuk menguatkan iman.

Jumat, 07 Oktober 2016

Problem Solved!

"Mah, mbak bingung. Kalau mama tanya soal apa, mbak beneran bingung mau cerita dari mana."

"Nggak perlu cerita deh, mama tau intinya mbak lagi bingung kan. Yaudah, gitu aja cukup."

"Terus solusinya gimana?"

"Kalau sesuatu sudah ditakdirkan untuk kita, sejauh apapun kita berlari maka ia akan selalu mendekat. Dan sebaliknya Mbak, kalau memang bukan takdirnya, semakin kita berusaha mendekat, maka akan terus jauh ia berlari."

............

#endconversation #problemsolved #iyajugaya #assimpleasthat #makjleb #speechless #kemanaajawiiiik

Selasa, 06 September 2016

Jangan

Jangan pernah risau akan doa-doa yang belum terjawab

Jangan pernah berhenti walau semua masih harap

Jika doa yang bertemu di langit nanti membentuk kita, maka inilah hasil dari setiap pinta

Jika memang bukan adanya, maka garis-Nya lebih baik dari yang kita duga

Jangan pernah ragu tentang jalan yang sudah dipilihkan

Jangan pernah malu saat ternyata bukan kita yang Allah mau

Karena yang Maha Tahu tidak akan pernah keliru, sedang manusia bukanlah penebak jitu

Biarkanlah doa membentuk jarak menjadi satu

Dan biarkanlah hujan ini menjadi pengantar sebuah rindu

-terbaperisasi hujan-

Senin, 29 Agustus 2016

Percakapan hujan dan senja

hujan berbisik pada senja, tentang doa-doa yang jatuh bersamaan dengan turunnya.

"apa mereka selalu berdoa sekhusyuk ini disetiap senjamu?"

"mereka selalu berdoa, tapi selalu melipat gandakannya saat engkau ada."

"sebegitu berartinya kah kehadiranku dimata mereka? aku tersanjung."

"bukankah mereka memang selalu menantikan kehadiranmu?"

"tidak, tidak semua. bahkan ketika datang aku sering kali dikutuk. tidak banyak yang dengan riang hati menyambutku, senja. hanya sebagian dari mereka yang mencintai Tuhannya, yang bisa memaknai kehadiran dan rasa syukur yang sederhana."

"kita harus tetap berbahagia untuk ini. kita sudah menjadi saksi atas bertaburnya doa manusia di waktu yang diharapkan: ba’da ashar sampai matahari terbenam menuju senjaku, dan dikala turunnya hujanmu. kita adalah pengharapan."

Hujan pun jatuh bercampur linangan kebahagiaan, betapa dirinya sangat dirindukan insan yang sedang memperjuangkan doa dan takdir-Nya di langit.



-selasar masjid di pinggiran jalan Yogyakarta, menanti magrib dan hujan reda, sembari berdoa-

Selasa, 09 Agustus 2016

Sore di Alun-Alun Sleman

Sore ini aku duduk di bibir alun-alun kota Sleman dengan tujuan mampir ke warung Pak Sofyan, mie aceh favoritku. Dan tumben sekali, suasana di alun-alun cukup ramai. Entah sudah berapa lama aku mengalihkan pandanganku ke sekeliling, menangkap momen orang-orang yang tak kukenal.

Lucu. Aku selalu suka mengawasi. Jika aku adalah sebuah lensa kamera, mungkin momen candid adalah momen favoritku. Setiap orang bisa menjadi dirinya sendiri, tidak tahu bahwa ada yang sedang memperhatikan mereka, diam-diam.

Aku seperti sedang berusaha mengenal siapa mereka. Dengan siapa mereka, dan sedang apa mereka. Lalu aku senyum-senyum sendiri, sampai akhirnya kaget dengan kedatangan Pak Sofyan.

"Mbak, udah to melamunnya. Ini sudah jadi, maturnuwun ya."

Hahaha ternyata seorang pengamat pun tidak sadar bahwa ada yang sedang mengawasinya. Sama seperti kita yang suka tanpa sadar melihat kesalahan orang lain tanpa pernah bercermin pada diri sendiri. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga Allah mengampuni kita. Aamiin.

Minggu, 24 Juli 2016

Nasihat Seorang Sahabat

Akan ada masanya di dalam proses mencari, kamu menemukan kelelahan. Pilihannya hanya 2 : mengakhiri atau terus maju, dengan syarat mengisi amunisi.

Berakhir bukan berarti kalah, tapi kamu baru saja memenangkan hal terberatnya, yaitu dirimu sendiri. Maju bukan pula berarti lemah, itu artinya kamu memperkuat perjalananmu yang masih panjang tadi.

Jika kamu memilih mengakhiri, maka selamat datang pada dunia baru yang akan membawamu pada kehidupan ajaib yang tak pernah kamu duga-duga. Hidupmu bukan lagi perihal ego diri, tapi tentang saling memahami dan berdamai dengan hati. Bukan lagi perihal keren di mata dunia, tapi berlomba-lomba mencari jalan berkah bersama.

Memang tidak ada yang mudah untuk mencapai kebahagiaan yang dijanjikan, tapi bukan pula berarti sulit jika kamu yakin dan tidak berpikir rumit.

Apa kamu sudah siap? Meninggalkan segala kebebasan dan kebahagiaan pribadi demi mendapatkan ridho illahi? Jika belum, lebih baik diam dan terus perbaiki diri.

Rabu, 20 Juli 2016

Kabar Bahagia pun Meledak

Semalam aku memimpikannya. Pasca telepon panjang dari Mama yang membawa kabar bahagia untuk keluarga kami. Setelah drama keribetan duniawi yang ada, akhirnya keluarga kami insyaAllah dalam waktu dekat akan menyempurnakan separuh agama dari anggotanya.

Ini memang hal baru dikeluarga inti kami. Sejak kecil, pembahasan perihal pernikahan sangatlah asing atau bahkan tabu untuk dibahas secara gamblang. Entah kami sebagai anak yang memang belum begitu tertarik untuk membahas ini, atau mungkin Mama yang masih belum mau "kehilangan" anak-anaknya.

Tiba-tiba semalam Mama bercerita dengan nada bahagia. Bahwa minggu ini Mama akan meminta seorang gadis untuk anak laki-lakinya. Aku terharu, entah kenapa. Mama tampak antusias untuk menyiapkan segala hal yang dibutuhkan, dan rasanya baru kali ini Mama tiba-tiba dengan sangat terbuka berdiskusi mengenai hal ini.

Aku jadi mengerti, orang tua memang yang paling tahu kapan waktu yang tepat untuk "melepaskan" anak-anaknya untuk membentuk sebuah keluarga, dan kapan anak-anak itu masih harus membersamai mereka. Dan aku meyakini, orangtua pulalah yang paling peka tentang kepada siapa dan kapan anak-anaknya akan "pergi".

Semalam aku memimpikannya. Sosok yang sudah sangat lama aku rindukan, mungkin hampir 20 tahun ini. Tiba-tiba sesosok yang dengan raut wajah bahagia, tampilan masih muda, dan wajahnya begitu jelas datang kedalam mimpiku. Sosoknya yang sedang bersemangat memasak di dapur, seraya bercerita seru entah soal apa. Ah, Papa. Aku meyakini, kebahagiaan yang ada disini ikut dirasakan pula oleh Papa disana kan?

Terima kasih sudah datang, sudah ikut berbahagia atas apa yang kami rasakan. Ini masih awal dari kebahagia-kebahagian lainnya. Tetaplah membersamai kami sampai kapanpun juga, karena disini kami juga meyakini bahwa tidak ada yang benar-benar pergi, selagi doa terus membumbung tinggi.

Semoga kabar baik lainnya segera berdatangan dalam keluarga ini. Percikan-percikan kecil yang akan membuat ledakan dasyat pada keluarga kami. Ledakan kebahagiaan. Aamiinn

Ps : Mas, selamat!!!

Kamis, 14 Juli 2016

Saling Mendoakan

Ba'da ashar di mushola kantor.

"Nduk, bapak doakan kamu dapat jodoh yang sholeh. Dan kamu doakan bapak dapat anak yang sholeh sholeha ya. Deal?"

"He? Aamiin Pak. InsyaAllah ya."

Lalu aku kembali ke ruangan dengan muka girang atas doa si Bapak. Walaupun sebenernya kurang afdol ya karena aku jadi tau kalo ada orang yang ngedoain hahaha. Allahualam.

“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama,” (HR. Muslim)

Dari doa si Bapak aku jadi sadar, ternyata harapan orangtua kita sangatlah sederhana. Memiliki anak yang sholeh sholeha adalah kebahagiaan yang luar biasa.




Kamis, 30 Juni 2016

Salam Baper

"Rasanya setelah menikah itu gimana sih? Bahagia?"

"Nggak lah, tapi bahagia bangeeeeet."

"Masa sih?"

"Nih ya, emang gak selamanya nikah itu isinya bahagia-bahagia doang, sedihnya juga banyak. Tapi ujung-ujungnya tetep bahagia kok, soalnya udah gak sendiri lagi. Udah ada temen halalnya, udah ada pundak pribadi, udah ada yang nenangin, udah ada obat kalo sakit."

"Cailaaah dangdut! Terus terus, perasaan jadi ngerasa aman gitu?"

"Nggak juga sih, tapi amaaaaan banget. Ada yang jagain, ada yang ngebackup, ada yang selalu ngingetin, ada yang siap pasang badan saat kita dihadapin sama masalah."

"Terus terus, ada perasaan nyesel gak?"

"Ada lah, nyesel kenapa gak dari dulu-dulu aja nikahnya."

"Yaelaaah mulai lagi. Terus terus, gimana ceritanya kok kamu bisa yakin sama suamimu dulu?"

"Yakin itu sama Allah aja, jangan sama orangnya."

"Buset, salah mulu ya daritadi."

"HAHAHA"

Rabu, 22 Juni 2016

Rumah

http://www.finansialku.com/wp-content/uploads/2013/09/House_palm.jpg
here
"Rumah idaman kamu yang kayak apa sih Mbak? Minimalis atau yang besarnya selapangan bola?"

"Aku sih pengennya rumah kecil tapi hangat aja, Dek. Rumah yang nyaman. Rumah yang menjadi tujuan pulang kapan saja. Rumah yang membuat semua orang di dalamnya jadi betah dan malah malas untuk keluar hehe. Kalau kamu?"

"Wah, seru. Tapi kata ibuku..rumah bukan hanya sekedar bangunan kokoh yang melindungi kita saat panas dan dingin. Rumah itu ada di dalam jiwa, setiap manusia. Tiap kali kita menemukan kedamaian dalam jiwa kita, maka ada rumah di sana. Dan kita, tidak akan pernah kesepian dimana pun kita berada."

"Lalu, bagaimana caranya menemukan kedamaian jiwa?"

"Mendekatkan diri pada yang punya jiwa, Mbak. Kata ibu sih gitu hehe."

Rabu, 27 April 2016

We're grow up in different ways

Jeda...
Membentuk jarak yang bernama rindu
Memanggil ingatan tentang tawa yang selalu riuh
Menjadikan hujan begitu dingin, ramai terasa hening

"Ayok ngumpul, si N pulang lho"
"Ayok, langsung aja"
"Jangan sekarang deh, masih belom kelar nih kerjaan."
"Next time gimana? Janjian sama dosen nih."
"Aku mah ayok aja, tapi tempatnya kalian yang atur."
.....
.....
.....
Lalu berujung...batal.

Grup chat kali ini membuatku berfikir bahwa sebenernya nggak ada yang bener-bener nggak bisa, kalau minimal kita semua menempatkan satu hal pada titik yang sama dalam satu waktu yang sama.

Waktu memang mengikat kita pada dunia baru yang kadang sulit dipahami oleh orang lain. Membentuk kita menjadi asing pada hal remeh temeh yang sempat kita tertawakan bersama. Iya, kita sedang sama-sama berjuang mencari "kita" yang utuh. Tapi kenapa kita lupa tentang rasanya "butuh"?

Awalnya aku sempet keki sama kita. Segitu susahnya atur waktu buat sekedar ketemu atau sekedar haha hehe kayak dulu. Tapi kesininya aku sadar, nggak ada yang salah dengan perubahan semacam ini.

Orang dewasa mungkin memang dituntut menjadi individualisme. Kita bukan lagi segerombolan bocah yang gampang atur ketemuan secara spontan. Dan...nggak bisa kumpul, bukan berarti nggak peduli. Beruntunglah, itu artinya satu tahapan baru sedang dilalui.

Jaga diri kalian, guys. Dimana pun kalian saat ini, sedang apapun kalian di sana, dengan siapapun kalian membentuk tawa. Tetap sehat dan berbahagia.

Percayalah, cara menyampaikan rindu yang paling sejati adalah dengan saling mendoakan.






Yogyakarta, yang sedang merindukan sahabat-sahabatnya

Senin, 18 April 2016

tentang menulis dari seseorang yang suka lupa menulis

"kamu suka nulis?"

"berusaha suka."

"kamu suka baca?"

"memaksa suka."

"kok bisa?"

"karena dengan berusaha dan memaksa, harapanku bisa jadi terbiasa."

"tapi blogmu suka bolong-bolong lho. dulu aja, minimal sebulan sekali pasti update tuh. semenjak pindahan, udah jarang banget gitu. jangan menjadikan 'nggak ada waktu' sebagai alasan. semua orang di dunia ini bisa aja menjadikan 'tidak ada waktu' sebagai kambing hitam dalam hal apapun. padahal ya, sesuatu yang-katanya berharga itu bakal mendapatkan porsi waktu khusus, walaupun secuil. tinggal menjadi prioritas atau nggak aja sih."

"emang kudu menoyor diri sendiri untuk hal itu. maap."

"terus?"

"mulai sekarang bakal mulai memberikan waktu untuk diri sendiri deh, lewat nulis. seperti yang pernah aku bilang, nulis bagiku adalah terapi. saat jiwanya lagi sakit, nulis berasa ampuh banget jadi obat."

"berarti sekarang lagi sakit jiwa?"

"mungkin.."

"eh ralat, bukan sekarang...kan tiap hari"

Sabtu, 16 April 2016

Hari Mengamini Sedunia

Sebelum menjadi hari mengamini sedunia, aku menyebutnya hari ditelepon sedunia. Sedunia yang dimaksud jelas, dunianya aku.

Dering pertama pastinya dari Mama. Ucapan singkat, tapi maknanya selalu luas. Tidak ada kata-kata puitis, tapi sejurus merubahku menjadi melankolis. Terharu. Bahagia. Dan bersyukur.

Seorang Ibu adalah orang yang paling memahami bahkan disaat kita tidak paham dengan diri sendiri. Seorang ibu adalah pendoa paling setia, disaat kita yang terkadang melewatkannya dalam pinta.

Sesaat setelahnya, beberapa telepon masuk. Keluarga, teman, dan sahabat yang jaraknya jauh, ternyata masih menyempatkan diri untuk menelepon, sekedar mengucapkan dan mendoakan dengan tulus. Kalau tidak benar-benar disayang, entahlah namanya apa kan?

Tahun ini aku tidak begitu memperhitungkan ucapan melalui Twitter atau Facebook, karena memang rasanya sudah terlalu asing dengan penghuni di media sosial. Entahlah, rasanya saat ini lebih nyaman berinteraksi person by person, lebih ke private massanger.

Dan bener loh, makin ke sini aku ngerasa kepraktisan media sosial malah bikin kita jadi apatis. Rasa peduli agak bergeser ke hanya ikut-ikutan, bahkan sekedar ke rasa penasaran. Saat "hai" dan "apa kabar" hanya menjadi semacam basa-basi. Bukan benar-benar peduli.

Dan begitulah tahun-tahun mengajarkanku soal menemukan orang-orang yang pedulinya itu...sejati. Semoga kita senantiasa dikelilingi orang-orang baik yang menjadikan kita manusia yang lebih baik lagi.

Harapanku tahun ini nggak muluk-muluk, aku ingin menjadi manusia dewasa yang bahagianya tetap sederhana seperti anak kecil. Menjadi bahagianya orang banyak, kurasa sudah cukup mewakili.


Terima kasih ya Allah, Sang Maha Baik yang Supernya Tiada Tara...untuk 23 tahun ini. Izinkanlah doa-doa indah hari ini membumbung tinggi lalu sampai pada rumahnya. Dan kembalikanlah kebahagiaan yang sama untuk mereka yang telah mendoakan dan mengamini. Aammiiinnn



-9 April 2016, masih di Yogyakarta-

Selasa, 05 April 2016

Pulang

https://referensibukubagus.files.wordpress.com/2015/09/sinopsis-novel-pulang-tere-liye.jpg
here

“Hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran."

Bang Tere Liye lagi-lagi membuatku jatuh cinta dengan karyanya. Selalu ada kalimat makjleb-jleb di dalam alur cerita khasnya. Bukan kisah cinta menye-menye, tapi kita diajak memahami bagaimana cinta yang sesungguhnya. Tentang kesetiaan, ketangguhan, perjuangan dan memenangkan diri dari kebencian.

Pulang, membawaku berimajinasi pada adegan menegangkan si Bujang kecil saat mati-matian melawan babi hutan raksasa. Membuatku meringis kesakitan, saat orang-orang terkasihnya meninggal dunia. Dan membuatku geram saat pengkhianatan muncul diantara orang-orang terpecayanya.

Pulang, memberikan nafas pada setiap paragrafnya. Mengingatkan kita untuk kembali kepada fitrah.

"Sungguh, sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang ditempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang."

Pulang, sejauh apapun kita berkelana, dengan siapapun akhirnya kita pergi, dan bagaimanapun susah senang perjalannya, kita selalu diingatkan bahwa kita pasti akan...pulang.

Rabu, 30 Maret 2016

Drama Musim Penghujan

Sebagai penikmat hujan yang suka sengaja berbasah-basah supaya kehujanan. Kadang suka drama sama tetes-tetes kecil air hujan yang menyerang wajah selama perjalanan pulang.

Sisi anak kecilnya kita kadang keluar secara otomatis untuk hal-hal sepele yang membahagiakan versi kita.

Aneh sih memang, tapi coba deh sekali kali pas hujan sengaja aja nggak pake mantel, terus pulang basah-basahan. Rasain deh bahagianya. Kalau kamu nemuin feelnya, boleh gabung deh ke geng kita. #lah

Some people feel the rain, others just get wet. What's yours?

Senin, 28 Maret 2016

Self Reminder Ke-sekian Kalinya

"Kita nggak bener-bener menginginkan sesuatu, sampai kita bangun dan membawanya di doa sepertiga malam . Kadang kita suka nagih ke Allah soal doa-doa yg menurut kita belum terjawab kan?"

"Iya, kadang."

"Padahal balik lagi ke diri sendiri, yakin udah sungguh-sungguh mintanya? Udah seberapa sering kita mintanya, atau cuma sekali lewat doang tuh mintanya?"

"Iya sih, yang namanya beneran pengen pasti dibela-belain minta terus kan ya? Hm, yang namanya serius minta , pasti nggak bakal capek merayu Allah kan ya?"

"Naaah"

Senin, 14 Maret 2016

Makasih ya, Pak Sofyan

Pernah menggantungkan harapan pada orang lain, kan? Ujung- ujungnya sih klasik, nggak sesuai harapan, lalu kecewa.

"Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan keatas kamu perihnya sebuah pengharapan supaya kamu mengetahui bahwa Allah amat mencemburui hati yang berharap selain Nya maka Allah menghalangi kamu daripada perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepadaNya”

Astaghfirullah. Dicemburi Allah hanya karena kita terlalu sering menggantungkan harapan pada manusia, bukan Dia.

Allah punya beribu cara untuk mengedukasi kita soal kehidupan. Melalui kenikmatan atau pun kesulitan.

Dengan kenikmatan, kadang kita suka lupa diri. Dengan kesulitan, kadang kita malah menghakimi. Lagi-lagi kita lupa, kita ini siapa, punya apa.

Semakin dewasa, ternyata semakin berasa kalau kita itu nggak punya apa-apa, lho. Waktu, harta, keluarga, teman, kebahagiaan dunia, ilmu, semua bukan punya kita. Allah mah udah Maha Baik bangeeeeet.

Yuk lah, sama-sama belajar bersyukur untuk apa saja, bahkan hal remeh-temeh sekalipun. Nunggu antrian, misalnya. 



-Denggung, kursi tunggu mie aceh pak sofyan yang penuh-

Senin, 07 Maret 2016

"Sarapan" di Senin Pagi

Ilmu yang dipunya anak kecil itu adalah meminta. Kalau kita yang katanya udah dewasa tapi ilmu yang kita punya masih sama hanya meminta terus, namanya kita nggak pernah naik kelas. Ilmunya orang dewasa adalah memberi. Memberikan yang terbaik dari apa yang dimiliki. Memberi dengan ikhlas, semampunya dan sesering mungkin. Karena manusia yang baik adalah manusia yang senantiasa memberi dan bermanfaat bagi manusia lainnya, kan?

Iya.