Minggu, 24 Juli 2016

Nasihat Seorang Sahabat

Akan ada masanya di dalam proses mencari, kamu menemukan kelelahan. Pilihannya hanya 2 : mengakhiri atau terus maju, dengan syarat mengisi amunisi.

Berakhir bukan berarti kalah, tapi kamu baru saja memenangkan hal terberatnya, yaitu dirimu sendiri. Maju bukan pula berarti lemah, itu artinya kamu memperkuat perjalananmu yang masih panjang tadi.

Jika kamu memilih mengakhiri, maka selamat datang pada dunia baru yang akan membawamu pada kehidupan ajaib yang tak pernah kamu duga-duga. Hidupmu bukan lagi perihal ego diri, tapi tentang saling memahami dan berdamai dengan hati. Bukan lagi perihal keren di mata dunia, tapi berlomba-lomba mencari jalan berkah bersama.

Memang tidak ada yang mudah untuk mencapai kebahagiaan yang dijanjikan, tapi bukan pula berarti sulit jika kamu yakin dan tidak berpikir rumit.

Apa kamu sudah siap? Meninggalkan segala kebebasan dan kebahagiaan pribadi demi mendapatkan ridho illahi? Jika belum, lebih baik diam dan terus perbaiki diri.

Rabu, 20 Juli 2016

Kabar Bahagia pun Meledak

Semalam aku memimpikannya. Pasca telepon panjang dari Mama yang membawa kabar bahagia untuk keluarga kami. Setelah drama keribetan duniawi yang ada, akhirnya keluarga kami insyaAllah dalam waktu dekat akan menyempurnakan separuh agama dari anggotanya.

Ini memang hal baru dikeluarga inti kami. Sejak kecil, pembahasan perihal pernikahan sangatlah asing atau bahkan tabu untuk dibahas secara gamblang. Entah kami sebagai anak yang memang belum begitu tertarik untuk membahas ini, atau mungkin Mama yang masih belum mau "kehilangan" anak-anaknya.

Tiba-tiba semalam Mama bercerita dengan nada bahagia. Bahwa minggu ini Mama akan meminta seorang gadis untuk anak laki-lakinya. Aku terharu, entah kenapa. Mama tampak antusias untuk menyiapkan segala hal yang dibutuhkan, dan rasanya baru kali ini Mama tiba-tiba dengan sangat terbuka berdiskusi mengenai hal ini.

Aku jadi mengerti, orang tua memang yang paling tahu kapan waktu yang tepat untuk "melepaskan" anak-anaknya untuk membentuk sebuah keluarga, dan kapan anak-anak itu masih harus membersamai mereka. Dan aku meyakini, orangtua pulalah yang paling peka tentang kepada siapa dan kapan anak-anaknya akan "pergi".

Semalam aku memimpikannya. Sosok yang sudah sangat lama aku rindukan, mungkin hampir 20 tahun ini. Tiba-tiba sesosok yang dengan raut wajah bahagia, tampilan masih muda, dan wajahnya begitu jelas datang kedalam mimpiku. Sosoknya yang sedang bersemangat memasak di dapur, seraya bercerita seru entah soal apa. Ah, Papa. Aku meyakini, kebahagiaan yang ada disini ikut dirasakan pula oleh Papa disana kan?

Terima kasih sudah datang, sudah ikut berbahagia atas apa yang kami rasakan. Ini masih awal dari kebahagia-kebahagian lainnya. Tetaplah membersamai kami sampai kapanpun juga, karena disini kami juga meyakini bahwa tidak ada yang benar-benar pergi, selagi doa terus membumbung tinggi.

Semoga kabar baik lainnya segera berdatangan dalam keluarga ini. Percikan-percikan kecil yang akan membuat ledakan dasyat pada keluarga kami. Ledakan kebahagiaan. Aamiinn

Ps : Mas, selamat!!!

Kamis, 14 Juli 2016

Saling Mendoakan

Ba'da ashar di mushola kantor.

"Nduk, bapak doakan kamu dapat jodoh yang sholeh. Dan kamu doakan bapak dapat anak yang sholeh sholeha ya. Deal?"

"He? Aamiin Pak. InsyaAllah ya."

Lalu aku kembali ke ruangan dengan muka girang atas doa si Bapak. Walaupun sebenernya kurang afdol ya karena aku jadi tau kalo ada orang yang ngedoain hahaha. Allahualam.

“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama,” (HR. Muslim)

Dari doa si Bapak aku jadi sadar, ternyata harapan orangtua kita sangatlah sederhana. Memiliki anak yang sholeh sholeha adalah kebahagiaan yang luar biasa.