Kamis, 28 Agustus 2014

Mencoba Ini Itu, Oke

Usia muda itu masanya menemukan jati diri. Di usia 20-an, kita akan mencari apa yang sebenarnya paling sesuai dengan diri dan hidup kita. Bahasa kerennya sih mencari passion. Mencari sebanyak mungkin pengalaman untuk mengasah kemampuan dan memuaskan segala rasa keingintahuan.

Dan itu ternyata bukan cuma teori, aku merasakannya sendiri. Mempunyai hobi bertanya-tanya tentang hidup. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada dalam diri, menggali potensi, ingin mencoba dan mengembangkan semua yang ada.

Mencoba kerja kantoran, udah. Mencoba menulis, in progress. Pengen belajar musik khususnya piano, belum kesampean. Pengen belajar masak, udah pinteran dikit lah. Kursus bahasa inggris, senam pernapasan, juga udah. Pengen belajar sulam, udah bisa bikin rantai doang sih. Pengen punya bisnis, masih wacana. Pengen mencoba banyak hal dan nggak fokus itulah masalahnya haha

Tapi akhir- akhir ini aku lagi fokus sama 2 hal (bukan fokus juga sih). Berkebun dan menjahit. Awalnya sih cuma pengen mendekorasi meja kerja, iseng ke toko bunga mencari- cari bunga hias yang cocok menemani kebetean di kantor. Akhirnya pilihan jatuh pada kaktus yang didapat di pasar tanaman. Pertama kali menginjakkan kaki ke sana, rasanya kok mataku segeeeer banget. Rasanya bahagia melihat banyak jenis tanaman dan khususnya bunga yang berwarna- warni.

Beberapa hari berikutnya, aku mengajak Tante untuk datang ke pasar itu dan ujung- ujungnya kita kalap dengan memborong beberapa pot tanaman. Ada kaktus, krisan, tanaman gantung dan bunga cantik yang nggak tahu namanya apa.

Nah, dari situ aku mulai bersemangat untuk mengurus kebun di depan rumah yang didominasi dengan pot- pot hijau punya Tante. Akhirnya aku bertekad, mulai saat itu akan rajin mengurusi kebun, ya minimal rajin menyirami dan membersihkannya lah.


Tiap hari bunga- bunga yang baru dibeli itu aku sirami, dari yang awalnya cuma kuncup, pelan- pelan mekar, cantik, dan ternyata itu membahagiakan. Diberi pupuk, dibersihkan pekarangan sekitarnya, aih berasa berkebun banget.

Selain itu, hal lain yang lagi aku niati belakangan ini adalah belajar menjahit. Nggak terkesan emak- emak banget sih, malah keren menurutku. Semuanya berawal dari niatanku beberapa bulan lalu untuk mencari tempat kursus menjahit di Jogja yang ternyata biayanya nggak murah. Kenapa pengen? Karena aku suka fashion dan kebanyakan baju- baju yang ada di pasaran itu sizenya nggak cocok di aku (if you know what I mean). Makanya suka males kalau udah suka sama model bajunya, eh nggak ada ukurannya atau kalau beli dress suka nyantung di mata kaki.

Kata berjawab, gayung bersambut. Tiba- tiba tante memberi kabar kalau doi beli mesin jahit. Voila! Semangatku makin menggebu- gebu untuk belajar menjahit, minimal bisa membahagiakan diri sendiri dengan membuat dress sendiri, pikirku. Akhirnya, tujuanku ke toko buku bukan lagi mencari novel dan pelajaran akidah serta adab nikah, tapi mencari buku tentang pola- pola dasar untuk penjahit pemula. And I got it! Sekarang sih masih tahap mencoba belajar teorinya sebelum praktek langsung ke menggambar pola lalu pindah ke bahan. Doakan dan tunggu kabar baiknya, ya. Kamu juga boleh lho mencoba hal baru yang selama ini mungkin "bukan kamu banget". Pasti seru deh!

Kamis, 21 Agustus 2014

"Surga" Kaum Ibu dan Wanita

Sudah terbersit satu kegiatan apa yang paling disukai kaum wanita? Sudah? Yakin? Apa?

Betul banget, BELANJA. Wanita mana sih yang nggak suka belanja, atau minimal cuci mata. Apalagi kalau yang dilihat itu banyak macemnya, dari alat elektronik, pakaian, perabotan rumah tangga, plastik, pecah belah, alat dapur, dan lainnya. Dari yang lucu- lucu, jadul, kekinian sampai ke yang pritil- pritil seperti Suthil (sendok memasak dari kayu), gayung, bahkan bunga- bunga plastik yang cantik dan bikin mupeng banget pun ada.

Hari Rabu kemarin, aku dan Oknum N memutuskan pergi ke Progo sepulang kerja, jam 4 sore. Awalnya sih hanya berniat membeli wadah stationery, bunga hias, tempat makan dan mug lucu. Tapi siapa sangka, jiwa keibu- ibuan kami muncul dengan kejamnya. 3 jam kemudian, kami masih setia aja di sana. Semua jenis barang dilihat, dipegang, dicekin harganya, dimasukin ke keranjang, dikeluarin lagi, sampai akhirnya menimbang- nimbang sebelum sampai ke kasir. Nggak heran memang kalau ibuku seneng banget tiap kali diajak ngeprogo.

Progo memang lengkap sih, tempatnya luas walaupun dari tampilan dan kenyamanan berbelanja ya jauh kalau mau dibandingin sama Mall. Syumuk aje. Selain itu, hal yang penting banget untuk diperhatikan oleh pusat- pusat perbelanjaan, yaitu kebersihan toilet juga musholanya, dan Progo minus untuk hal ini.

Sambil istirahat makan, Oknum N bilang "Ternyata jadi jomblo itu enak ya, Ndut". Sempet bingung juga harus nimpali jawaban apa. Enaknya mungkin karena nggak diribetin laporan ini itu atau nggak ada kewajiban ini itu selain ngurusin diri sendiri. Tapi besok- besok kalau perginya sama suami, aku rasa belanjanya pasti lebih enak dan seru, apalagi kalau udah di depan kasir HAHAHA.

Selesai rumpi dan makan sebentar, kita balik dengan hati dan otak yang lebih fresh. Kaum ibu dan wanita memang punya cara sendiri untuk membahagiakan dirinya. Mencari "surga" yang mungkin sulit dimengerti kaum pria seperti ini salah satunya.

Senin, 18 Agustus 2014

Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

“Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang.” 

13414402

Tere Liye kali ini membawaku ke tepian sungai Kapuas bersama novelnya yang berjudul Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah. Tokoh utamanya adalah Borno atau si ‘bujang berhati paling lurus sepanjang tepian Kapuas’. Borno yang saat itu berprofesi sebagai pengemudi sepit (perahu kayu, panjang lima meter, lebar satu meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel a.k.a speed) jatuh hati pada seorang gadis peranakan Cina bernama Mei, yang mengajar di salah satu SD di Pontianak. 

Semua berawal dari amplop merah yang Borno temukan di sepitnya. Amplop itu masih dia simpan, belum terbuka sama sekali karena sepengetahuannya amplop itu hanyalah angpau biasa dari Mei yang sengaja dibagikan ke penduduk sekitar. Tapi siapa sangka, di balik amplop itu menyimpan cerita yang amat mendalam bagi keduanya, yang cukup membuat rumit kisah mereka.

"Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan seseorang yang diam-diam kukagumi. Tapi sore ini, meski dengan menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya."

Novel ini tidak melulu menceritakan kisah cinta antar keduanya, tapi banyak juga mengajarkan kita tentang hidup, persahabatan dan indahnya kebersamaan. Seperti adanya si dokter gigi cantik nan ceria bernama Sarah, Ibu Borno, Andi dan bapaknya, Cik Tulani, Koh Acong, Bang Tigor, Jauhari, dan Pak Tua yang membuat kisah ini semakin menarik.

Di dalamnya juga menggambarkan tentang bagaimana cinta mampu mengikis kebencian, seperti Borno dan Mei. Ia mampu memaafkan masa lalu, berupaya melakukan yang terbaik untuk hari ini dan percaya akan masa depan yang lebih baik.

 “Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cueki, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan”.

Sebuah kisah sederhana tapi penuh warna sih menurutku, walaupun aku sendiri agak lama untuk melahap buku ini hehe. Petuah- petuah Pak Tua yang selalu keren serta kisah Fulan dan Fulani menjadi bagian terfavoritku. Aih, jadi pengen main ke Pontianak :D
 

Minggu, 10 Agustus 2014

Saat Anak Bertanya pada Ibunya

"Anggep aja mereka nggak ada. Fokus sama mimpi supaya jalannya lebih mudah, Mbak." -Mama, masih di ujung telepon

Untuk pertama kalinya aku berani gamblang cerita soal yang satu ini ke Mama. Tentang bagaimana pria yang baik, tentang bagaimana memantapkan hati, tentang bagaimana kehidupan setelahnya.

Cukup dipancing sedikit, Mama langsung bisa menebak kalau ada yang mengganjal di hati dan pikiranku. Siapa? Bagaimana? Dimana? Dan kenapa? Langsung terentet begitu saja.

Saat kutanya, "Mama kaget nggak denger cerita ini?"

Dengan selow beliau menjawab, "Nggak lah, wajar. Namanya hidup, fasenya pasti berubah dan Mbak udah masuk ke tingkatan yang lebih tinggi sedikit. Jangan terlalu fokus sama satu hal tapi ya, di depan sana masih banyak hal-hal baik lainnya. Kalau udah saatnya, Mbak nggak bakal ragu kok."

Masih belajar mencerna obrolan semalam.

Bersiaplah, Girls!

Percayalah, akan ada masa dimana celana jeans, kets buluk, muka polosan, dan tas punggung berubah menjadi dress, rok, sepatu cewek, perawatan, make up, tas pesta dan pritil- pritil cewek sebagai mana mestinya.

Secuek- cueknya kamu, saat terkena "sentil" ya secara otomatis bakal muncul niat melakukan perubahan itu. Hihi just enjoy it, gurls!

-Anak perempuan yang mulai rajin hunting rok

Rabu, 06 Agustus 2014

Lalu?

A : gimana kita tahu kalau dia itu orangnya?
B : kita nggak pernah tahu, kita kan bukan Tuhan.
A : lalu?
B : lalu...saat kamu sudah mengikatnya dalam doa pada Tuhan dan memang dia yang selalu ada, mau mencari kemana lagi?
A : tapi kan...
B : coba buka semua indera, rasakan. Lalu tanyakan pada hati.

Kemudian hening.

Perempuan

Perempuan terdiri dari banyak harapan, banyak keraguan, dan ketakutan mengharapkan kepastian. Tapi saat dijanjikan, takut untuk memberikan kepercayaan.
-Purbaningsih Sasanti (via MASGUN)

Ternyata perempuan memang penakut untuk masalah memberikan kepercayaan. Apalagi untuk "hidupnya" pada seseorang, ya kan?

Senin, 04 Agustus 2014

Reminder

"Kalau kita menjalani apa yang kita cintai, nggak bakal ngeluh capek kok."

Nah, kalau udah keseringan ngeluh? Coba pikir ulang deh tentang apa yang kamu jalani saat ini. Karena hidup dengan keluhan hanya akan menjauhkanmu dari kebahagiaan.



Kicauan pagi dari balik meja makan