Senin, 29 Juli 2013

Aku dan Ramadhan


Ramadhan dan pulang kampung a.k.a mudik, selalu menjadi hal yang dirindukan setiap tahun. Selalu ditunggu kedatangannya oleh orang- orang yang berjauhan dari keluarga, yang  menetap di suatu tempat antah berantah nun jauh disana. Lebaaay.

Nah, jika Ramadhan selalu identik dengan mudik atau pulang kampung, apa saat kamu bukan bagian dari para mudikers, maka kamu tidak bisa merasakan nikmatnya Ramadhan? Alhamdulillah tidak untukku.

Ini adalah tahun kedua Ramadhan-ku tanpa ada embel- embel pulang kampung. Iya, selama hidup di Jogja 3 tahun silam, baru 1 kali aku pulang ke Bengkulu, itu pun dulu sekali, saat homesick tingkat akut melanda negeri. Halah.

Bukan tidak mau, bukan. Tapi ada hal lain yang dengan ajaibnya bisa mengalahkan egoku untuk meluapkan kerinduan mudik. Jika ditanya, rindu? Pasti. Tapi aku ingin mengkalkulasikan rindu ini untuk diluapkan di waktu yang tepat, aaakh pasti rasanya super menyenangkan. Mumpung belum memuncak dan masih bisa dipegang kendalinya, urusan rindu bisa aku kesampingkan dan mencoba menjalankan Ramadhan dengan sudut pandang lain hingga nikmat itu muncul dengan sendirinya.

Iya, walaupun tidak bisa bersama keluarga, minimal aku punya duplikat mereka disini. Paling tidak, saat mereka pamer foto bersama pasca shalat Id, aku pun bisa dan layak berbahagia karena tidak sendirian disini.

Iya, walaupun rindu akan suasana dan masakan Ramadhan ala rumah, minimal belajar meracik sendiri sudah hampir menyerupai lah. Paling tidak, saat mereka yang di rumah bercerita tentang opor ayam dan teman- temannya itu via telefon, aku juga masih bisa sedikit pamer dengan makanan sejenis. 

Iya, walaupun selalu absen di kumpulan bocah kompleks dan bukber teman- teman sekolah, yang penting tidak pernah kalah eksis di komen postingan foto- fotonya -__-

Jadi, bukan masalah besar untukku menjalankan Ramadhan berjauhan dari mereka, yang terpenting hatinya tidak pernah jauh kan ya? Aheeeee. Ini cerita Ramadhanku, bagaimana denganmu?





Nb: Tulisan ini sebenarnya adalah bentuk penghiburan diri. Okesip.


Kamis, 18 Juli 2013

Musik



Menurutku musik adalah obat jiwa. Iya, karena obat bukan hanya dikonsumsi saat sakit, melainkan saat sehat pun bisa dikonsumsi dalam bentuk vitamin, misalnya. Begitu pun dengan musik, ia dibutuhkan tidak hanya untuk melow- melow-an tapi juga bisa menjadi pelengkap kebahagiaan . Karena jiwa terkadang butuh partikel kata dan nada yang bisa menjadi pengungkap rasa.

Jika ditanya tentang selera musik, pastinya setiap orang punya selera yang berbeda- beda. Tidak ada acuan baku tentang bagus tidaknya sebuah musik. Jadi, tidak bisa disamaratakan. Mungkin aku bukan pencinta musik garis keras, namun aku penikmatnya. Iya, makna nikmat disini yang penting nyaman di telinga.

Aku termasuk orang yang mudah bosan, khususnya dengan musik yang lagi disukai. Awalnya memang mati- matian menikmati, diputar beribu kali, dirasakan setiap lirik dan nadanya sepenuh hati. Namun saat kadar "nikmat" nya itu habis, ya dihapus dan sampai malas untuk mendengarkannya lagi. Mungkin jika mereka itu bisa bicara, pasti akan nggumun, "habis manis sepah dibuang nih ane". Huehehe tapi nanti setelah beberapa lama hilang dari list pendengaranku, ada rindu yang besar saat tanpa sengaja terputar lagi entah kapan dan dimana.

Aku juga penyuka musik- musik jadul, entah kenapa menurutku musik jaman dulu itu lebih nyaman untuk telingaku haha I'm 20th, but i love 80-90's songs.

Contoh terbaru saja, ada group band indie yang sebenarnya lahir belum terlalu jadul, baru di tahun 2007 tapi jenis musik mereka ini lebih cocok dibilang eranya Mama-ku saat masih balita, sejenis musik tahun 60-an gitu deh. Payung Teduh. Iya, entah kenapa dari pertama kali mendengarkannya, aku langsung suka, tentrem dan bikin nagih. Tapi tidak semua orang setuju, contohnya orang rumah. Tiap kali musik ini sealbum aku putar dengan volume high dan berulang- ulang, komen tentang selera musik jadulku pun bermunculan hahaha

Contoh sebagian lagu yang hobi diputar:
  • Payung Teduh's Songs
  • Brian McKnight's Songs
  • John Mayer's Songs
  • Radiohead's Songs
  • Everybodys Changing- Keane
  • Vaka- Sigur Ros
  • Owl City's Songs
  • Mocca's Songs
Am I an old soul music? Kalau iya terus kenapa -____-

Haaaaaaaaash entah apa pun jenis musiknya, yang pasti musik sudah menjadi penyeimbang hidup. Hidup tanpa musik mungkin bagai sayur tanpa garam (duh, malah ndangdut gini) dan sebagai penikmat musik garis lembut (lawannya garis keras), aku memberikan penghargaan dan 4 jempol kepada musisi- musisi yang musiknya sempat bertengger lama di playlist-ku. Terima kasih :)

Sabtu, 13 Juli 2013

Farewell

"Kita adalah koleksi keputusan kita" - Pandji (via isti ). 

Ingin terus melangkah, atau berhenti tanpa ingin tahu bagaimana rasanya tumbuh. Iya, bukankah hidup itu artinya tumbuh dan berkembang? Kecil, remaja, dewasa, dan menua. 

Mau tidak mau kita pasti melangkahkan kaki di tiap fase itu. Siap tidak siap, waktunya akan tiba. Waktu dimana kita akan menemukan sebuah hidup yang baru. Hidup yang selalu menjadi dambaan setiap orang. Menjadi pendamping hidup, tempat berbagi dan menua bersamanya nanti.

Saat penemuan hidup baru itu datang, berarti kita pun harus ikhlas kehilangan kehidupan sebelumnya. Bukan, bukan kehilangan sih, namun sedikit mengenyampingkan. Perannya tetap ada, namun porsinya sedikit dikurangi. Karena ada yang lebih berhak atas porsi itu. 

It's not to say goodbye, but to say see you again. Be a great wife and congrats that finally you've got a half of yours. Aaakh, rasanya ingin "mencicipi" fase ini dalam waktu dekat #eh.















Kamis, 11 Juli 2013

Waktu

"Orang yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca kerana membaca itu sumber ilmu, menyediakan waktu tertawa kerana tertawa itu musiknya jiwa, menyediakan waktu untuk berfikir kerana berfikir itu dasar kemajuan, menyediakan waktu untuk beramal kerana beramal itu pangkal kesuksesan, menyediakan waktu untuk bercanda kerana bercanda itu akan membuat selalu muda dan menyediakan waktu beribadah kerana beribadah itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa."
source here

Lagi- lagi waktu terus berlalu tanpa mau menunggu. Mengabaikan waktu sama halnya dengan membuang kesempatan berharga dalam hidupku. 

Dan bagaimana perlakuan yang seharusnya kepada seorang ibu begitulah pula hendaknya kepada ibadahku. Karena tujuan akhir yang sama, tak lain ialah surga-Mu. 

Semoga waktu masih terus berkenan mengajarkanku lebih banyak ilmu. 
Aammiinn 

-twit ajeng pertiwi, 20 th, seruput siang dengan sekotak susu-

Kamis, 04 Juli 2013

Rute Belajar

Jalanan ini rutin aku lewati setiap hari. Rute dari rumah- kantor yang jaraknya menurutku paling dekat. Entah kenapa aku suka lewat jalur ini.

Jalan persawahan, terkesan mblusukkan dan terkadang macet parah karena harus berbagi jalan dengan pengendara truk-truk dan bus pariwisata. Tapi aku tetap suka dengan rute ini, rute yang aku sebut, rute belajar.

Belajar apa? Banyak. Belajar hidup, belajar sabar, belajar syukur dan belajar ilmu lainnya.

Aku sampai hapal dengan orang - orang disepanjang perjalanan pagi. Dari mulai ibu gudeg dan anak perempuannya yang selalu standbye di depan perumahan, bapak penjual koran diperempatan lampu merah Denggung yang memiliki keterbatasan berjalan, atau bapak- bapak "pengatur lalu lintas" (warga yang dengan sukarela) di daerah Kronggahan yang bermodal peluitan dan kontak batin dengan teman lainnya karena di perempatan itu sering terjadi macet dan kecelakaan, iya karena tidak adanya lampu lalu lintas.

Ada lagi ibu penjual koran yang full body dan mukanya ditutupi (kecuali mata) pakaian berlapis yang mungkin agar terhindar dari asap kendaraan dan jilatan panas matahari, bahkan setiap pagi aku mendapat sapa senyuman dari ibu-ibu di persawahan.

Mendapat sarapan semangat dari mereka itu menyenangkan loh, yakin! Entah ya, berasa mendapat kiriman energi positif setiap kali melihat perjuangan mereka dan membandingkan dengan apa yang aku jalani saat ini.

Sebenarnya banyak yang bisa kita dapatkan dari setiap perjalanan pergi maupun pulang, banyak yang bisa dipelajari dari tiap rute dan lingkaran rutinitas kita. Banyak yang bisa menjadi cambuk dari keegoisan dan kurang syukurnya kita. Dari setiap keterbatasan seseorang itu pasti menyimpan pelajaran untuk orang lainnya.

Bersyukurlah bagi siapa pun yang masih mempunyai "mereka" untuk berbagi setiap hari. Mereka yang dengan ikhlas menerima segala keterbatasan. Karena keterbatasan yang paling menyedihkan itu sebenarnya adalah keterbatasan kasih dan sayang.


 
  




nb: all pict's source from google

Senin, 01 Juli 2013

Hujan

" Di dalam hujan, ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu"  

 

Hujan selalu punya cara menyampaikan beribu pesan. Pesan yang bukan secara tersurat aku tujukan namun tersirat, tersisip disela butiran air yang berjatuhan.

Hujan memang begitu, selalu menghadirkan rindu. Hanya dengan tiba- tiba datang menjatuhkan jutaan tetes air, ia bisa menghadirkan potongan- potongan rekaman yang aku sebut, kenangan.

Aku suka hujan, aroma petrichor-nya bak magic yang menghadirkan ketenangan. Hujanpun katanya mampu menghipnotis manusia untuk me- resonansi-kan ingatan masa lalu. Nah, memang benar kan? :D

Aku suka hujan, bukan hanya karena ada selipan kenangan dan ketenangan. Aku suka hujan, bukan hanya karena bisa meluapkan bahagia dan kesedihan. Aku suka hujan, bukan hanya karena dia mampu membuatku lupa pada usia dengan tarian. Tapi juga karena dulu kita pernah banyak bercerita, di dalam hujan.