Sabtu, 27 Desember 2014

Masalah Keyakinan

Akhir- akhir ini aku kayak anak kecil yang lagi belajar jalan. Langkah kakinya kecil, hati- hati banget, takut jatuh. Padahal banyak hal seru di luar sana, yang pasti menyenangkan kalau dicoba. Apa mungkin karena udah tau rasanya sakit saat jatuh? Belum lagi kalau sampe luka, nyembuhinnya lama.

Ternyata ketakutan itu lumayan membahayakan, bisa- bisa aku lupa caranya lari kalau jalan aja lebih milih hati- hati. Tapi mau gimana lagi, belum ada sesuatu hal yang bisa membuat aku yakin dan percaya kalau jatuh itu nggak selalu menyakitkan. Jadi bawaannya udah antipati aja, underestimate.

Makin ke sini, bukan menjadi hal susah untuk menemukan orang- orang yang mungkin sesuai dengan keinginannya kita secara kasat mata. Makin banyak orang yang dikenal, makin banyak pandangan soal kepribadian seseorang juga. Tapi akan ada saat dimana kita takut untuk menjatuhkan pilihan, takut untuk memutuskan, takut untuk kemungkinan terburuknya, ya ketakutan- ketakutan klasik yang kita bangun sendiri sebenernya.

Sulit mempercayai orang lain, mungkin terkesan demikian. Tapi memang soal kepercayaan itu yang aku rasa untuk jaman sekarang cuma dimiliki orang- orang minoritas. Taroklah masalah kemapanan, ketampanan, kecerdasan, akan lebih mudah kita temui, tapi masalah kepercayaan dan bagaimana mempertanggung jawabkannya itu loh yang keliatannya agak susah.

Entah bagaimana caranya, aku masih belum menemukan satu titik dimana bisa dengan mudahnya untuk percaya sama seseorang. Beberapa orang yang aku temui keliatannya nggak terlalu merasa kesulitan untuk mengumbar kata, menjanjikan ini itu dan berlagak menjadi yang terbaik.

Ya, usaha yang cukup baik tapi belum juga berhasil untuk meruntuhkan tameng pertahanan. Klik, dan sampai pada fase di mana berani memutuskan say yes dengan yakinnya? I can't imagine it. Sampai kadang aku kepikiran tentang mereka yang sudah lebih dulu berani memutuskan. Bagaimana rasanya sih menjadi "yakin"?


Jumat, 12 Desember 2014

Volley makes me falling in...

Pertama kali tahu ada kegiatan pertandingan olahraga di kantor dalam rangka Dies Natalis UGM, aku langsung menjadi target untuk menjadi pemain voli. Ngik, saat ditunjuk kala itu aku cuma bisa nyengir nggak jelas. Mungkin mereka cuma melihat physically, tapi heloooo aku terakhir kali megang bola voli itu jaman SMA dan itu udah 4 tahun yang lalu. Boro- boro main voli, aku olahraga sekedar lari aja malesnya nauudzubillah.

Aku cuma bisa pasrah, karena terus dibujukin buat ikutan sama mbak- mbak lainnya yang ngaku juga nggak bisa main. Alhasil, terbentuklah tim voli cewek kantor yang ala kadarnya. Hari pertama latihan terjadwal hari Minggu jam 7 pagi, tapi apadaya karena efek hujan aku pun baru bangun jam setengah 8 dan langsung cus ke lapangan.


Kita langsung dikenalin sama pelatih voli, sebut saja Coach A yang fokus ngelatih fisiknya kita. Doi masih muda, anak S2 jurusan olahraga dan walau nggak ganteng- ganteng banget, tapi punya karisma yang wow hahaha itulah yang bikin cewek- cewek kantor jadi doyan latihan.

Di latihan pertama itu, cewek yang dateng cuma 4 orang dan kita digojlok macam atlet. Lari keliling lapangan 4 kali, pemanasan, latihan passing dan berujung dengan dihajar pake bola aka di smash 10 kali dalam posisi jongkok dengan tangan lurus ke depan, kata Coach A sih biar tangan kita kenal sama bolanya. And guess what? Pasca latihan hari pertama, tanganku langsung biru- biru kayak korban kdrt.

Lanjut di latihan kedua, kali ini kita udah mulai masuk ke lapangan. Perkenalan dengan mbak- mbak lainnya, total ada 11 orang kalo nggak salah. Masih dengan sistem latihan yang sama dengan kemarin, kita disakiti pake bola tapi kali ini agak mendingan karena lebih fokus ke teknik servis. Dan hari itu, terbentuklah tim inti yang terdiri dari 6 cewek yang sama- sama masih belajar dari dasar.

Di start awal, aku mendapat posisi nomer 6. Tengah belakang yang menurut Coach A, adalah posisi dimana akan banyak mendapat serangan dari lawan. Kita nyobain ngegame sekali dengan posisi itu dan taraaaa kita semua bingung hahaha

Coach A memang kayaknya kudu sabar ngadepin ibu- ibu rempong yang setiap di lapangan pasti hebohnya setengah mati. Ada yang lari menghindar saat dapet bola lah, ada yang heboh teriak- teriak saat servisnya nggak nyampe lah, ada juga yang hobinya petantang petenteng di lapangan nontonin temennya main. Doi pun pernah bilang kalo tim ini adalah tim terunik yang pernah dia pegang. Kita semua cuma bisa cekakak- cekikik bangga.

Setelah hari kedua latihan, tiba- tiba rasanya mulai suka sama kegiatan ini. Rasanya kayak nagih. Badan jadi enakan, kerasa lebih ringan, dan walaupun sakit di sana sini tapi fun. Latihan voli dadakan ini bikin kita makin deket satu sama lain, banyak ketawanya, banyak curcolnya, banyak seru- serunya.

Dan cukup dengan 4 kali latihan, kita langsung turun ke pertandingan. Jadwal pertandingan pertama itu hari Senin, tanggal 10 Desember kemarin. Kita udah deg- degan banget, apa iya kita bisa padahal cuma latihan dadakan?

Dengan modal nekat dan ngebawanya dengan fun, kita dateng ke Gelanggang dengan happy. Sampe di lapangan kita langsung pemasanan, buat ngilangin grogi. Coach A belum keliatan batang hidungnya, sampe akhirnya doi dateng dan kita dibriefing sebentar.

we're ready!

Kita semua udah gaya ala ala atlet, nggak sabar pengen ngeliat lawannya itu kayak apa eh ternyata si lawan nggak nongol juga sampe akhirnya kita dinyatakan menang WO. Terhormat nggak sih? hahaha aslinya sih bahagia, walau sebenernya juga kecewa karena nggak jadi main.

Dan pertandingan kedua dijadwalkan besok sorenya, melawan FEB. Dan taraaa, ternyata kata Coach A di sana ada atlet voli beneran. Ciutlah nyali kita. Tanpa latihan lagi, kita nekat buat dateng ke pertandingan kedua, dan kayaknya udah ketebak deh hasilnya. Yes, kita kalah. Telak. Banget men. Skornya bisa 25-9 dan 25-7 looooooh bayangin gimana rasanya.

Mbak atletnya itu bener- bener menyikat poin sampai habis. Rasanya gelo banget cah. Coach A cuma ketawa- ketawa bangga sama muridnya yang unik- unik ini. Doi bilang sih kita hebat, minimal udah berhasil dapet poin hahaha tapi kita masih dapet kesempatan main sekali lagi buat memperebutkan juara 3 hari Senin besok. And see, kita bakal latihan lagi, nggak ngeyel lagi, nggak males- malesan lagi dan belajar fokus.

tim voli putra residence

Coach A selalu bilang, tujuan utama kita latihan bukan buat menang tapi buat melatih fisik kita supaya sehat dan usahakan selalu fun di lapangan. That's it. Aku jadi suka deh sama voli, kita tim cewek residence bertekad buat bikin kegiatan ini jadi kegiatan rutin di hari Jumat, selain senam. Demi hidup yang sehat. Salam olahraga! Hoooooosh

Rabu, 10 Desember 2014

Menaiki Anak Tangga

Tadinya aku percaya bahwa hidup adalah proses belajar. Rasa ingin tahu manusia itu adalah nikmat, yang harus kita syukuri. Dimana saat kita berkemauan untuk tahu akan sesuatu, berarti kita adalah orang yang ingin maju.

Tapi sejalannya waktu dan bertemu dengan bermacam pola pikir manusia, aku mengubah mindsetku soal hidup. Seseorang pernah berkata, "Hidup itu nggak melulu soal belajar, kalau belajar terus- terusan kapan lulusnya? Kita itu butuh belajar, ujian dan kenaikan tingkat dalam hidup kalau nggak mau dibilang bodoh."

Jleb. Tiba- tiba berasa ditampar. Iya juga ya, harusnya dari awal aku bisa membedah definisi hidup dan mengkotak- kotakkan kapan waktunya belajar, kapan harus ujian dan kapan harus naik tingkat.


Maka aku menggambarkan hidup yang sekarang ini seperti anak tangga. Kita menapakki satu persatu tingkatan yang ada. Saat kita berhasil melaluinya berarti kita berhasil melewati proses belajar yang ada. Otomatis, kita boleh naik ke tingkatan berikutnya. Dan pada akhirnya kita akan sampai pada puncak yang walau terasa lelah, tapi sungguh indah saat kita berhasil melihat ke bawah.

Selasa, 02 Desember 2014

otp with

"Kamu itu terlalu memandang lurus ke depan. Kadang kita juga butuh ngeliat ke belakang, samping kiri dan kanan lho"

him again

Residence

Nemu temen baru lagi, lingkungan baru lagi dan rutinitas baru lagi pastinya. Nggak kerasa udah satu bulan ini jalur berangkatku udah beda. Jam berangkatnya juga beda banget, jam 7 udah berangkat dari rumah. Padahal kemaren jam 7 itu jadwalnya baru berangkat mandi. Tapi satu hal yang nggak berubah, dateng di jam mepet.

Masuk ke lingkungan baru itu harus pinter- pinter baca situasi kondisi. Membaca karakter orang- orang, dan jelas belajar memposisikan diri. Sejauh ini, lingkungan baru ini benar- benar welcome. Banyak orang hebat yang aku temui. Banyak karakter baru yang aku pelajari. Banyak ilmu dan pekerjaan besar yang aku dapatkan.

Bener ya kalau di dunia ini sebenernya nggak ada yang namanya zona nyaman, tapi kita sendirilah yang membuat zona itu menjadi nyaman. Asal kita berusaha menjadi baik di dalamnya, maka jalan selanjutnya akan baik. Jadi, nggak ada alasan untuk takut meninggalkan zona nyaman, zona yang lagi- lagi hanya ilusi kita sendiri.

Hari ini, setelah 7 hari berkutit dengan SKP bersama 2 mbak- mbak super, akhirnya kerjaan kita selesai. 7 hari kemarin itu bener- bener kerjaan yang menyita waktu, tenaga dan pikiran. Pulang di atas waktu magrib, pagi sudah langsung berkutit dengan file- file karyawan untuk perpanjangan SK lagi, weekend pun harus rela dihabiskan di kantor.

7 hari sama mbak- mbak ini pun jadi kenal sifat dan kebiasaannya mereka. Ternyata sifatnya kita bertiga itu hampir sama, pandangan soal hidup juga hampir mirip, visi misi bekerja juga bisa dikatakan satu suara.

Selain satu tim SKP bersama mbak- mbak tadi, aku juga punya tim kecil yang baru aja aku masuki. Tim sistem berbaris IT dari keuangan. Ketemu orang- orang satu jurusan, 2 bapak- bapak perokok yang tiap rapat selalu ngajaknya di kantin supaya bisa sembari ngerokok. Astaga, 3 jam duduk bareng mereka berhasil bikin napasku engep.

Walau kayak gitu, mereka berdua adalah orang- orang hebat. Jam terbang mereka udah tinggi, cara pikir dan kinerja mereka bagus banget. Aku yang anak bau kencur ini, jujur aja ngerasa kecil dan nggak ada apa- apanya banget ketimbang mereka. Aku kadang cuma bisa bengong, meratiin 2 bapak ini ngobrol, berusaha nangkep logikanya, atau sekedar dengerin dan pasang muka oon. Lalu tiba- tiba mereka ketawa sambil ngomong, "ndelok anakmu ki loh, mumet" sambil nunjuk- nunjuk aku. hahaha sial.

Tapi aku seneng, saat kita duduk bareng orang- orang hebat, ya mau nggak mau kita harus jadi hebat juga. Secara nggak langsung aku belajar dari mereka, dapet ilmu yang belum tentu aku dapetin di bangku sekolah. Setelah pulang dari ngobrol- ngobrol berat itu, nggak lupa aku disanguin PR yang dideadline buat besoknya. Kurang baik apa mereka ini kan?

Tapi inilah yang aku bilang, kerjaan hectick yang kita jalani dengan happy, ternyata jadi nggak terlalu berasa capeknya. Rasanya waktu itu cepeeeet banget jalannya. Rasanya baru kemaren aku dateng dan memperkenalkan diri lho.

Semoga keseruan ini nggak cuma aku rasain di awal, tapi makin bertambah untuk ke depannya. Dan semoga makin banyak ilmu lagi yang bisa aku gali di sini. Aammiinn. Karena hidup adalah proses belajar, kan?



ditulis sekitar seminggu yang lalu, di penghujung deadline SKP

Senin, 10 November 2014

Lulus dengan Predikat Belum Bisa Move On

Pukul 16.02, di luar sana hujan deras dan aku masih setia di depan komputer yang baru saja 2 minggu ini aku pegang. Dari tadi siang ruangan berlabel Finance ini kosong, 2 penghuni lainnya lagi menjalankan tugas negara dan tinggal lah aku sendiri yang menguasai.

Kuketik blogger.com di mesin pencari, rasanya agak berdosa lama tidak menyambangi “rumah” yang satu ini. Bukan tidak pernah sama sekali, tapi tidak sesering dulu. Ada yang aku rindukan dari menulis, dari blog walking, dari dunia yang kubangun sendiri di sini.

Beberapa hari lalu ada judul postingan yang membuatku penasaran untuk membaca lebih jauh apa isinya. Dan, jleb! Seketika mataku basah, kudukku merinding. Bukan...bukan cerita horor yang kubaca, tapi postingan tentang aku, kamu, mereka, kami, kita, yang dengan sangat tidak bisa aku pungkiri bahwa ada rindu di dalamnya. Nih, monggo.

Tim yang solid, tim yang mengajarkanku banyak hal, tim yang sangat memahami, tim yang kusebut keluarga, yes...tim Leutika.

Ah, bohong kalau aku berkata tidak sedih saat meninggalkan mereka. Buktinya saat hari perpisahan, aku yang niat awalnya akan baik- baik saja malah kalah dengan kata- kata perpisahan dari mereka. Mataku basah, kemana- mana menggendong sekotak tisu. Dem, hatiku cewek banget kalau masalah beginian.

Siapa sih yang menyukai perpisahan? Walau masih dalam satu kota, tapi rasanya ada yang hilang. Iya, keterbiasaan selama satu setengah tahun ini. Di sana aku macam anak bontot yang lengkap dengan anggota keluarganya, bahagia.

Memiliki mbak- mbak yang super edannya. Mbak Fatkah, manajer terkeceh yang saat ini mengembangkan sayapnya ke dunia perbisnisan. Mbak yang ngemong, sabar di depan konsumen, tapi ngedumel setelah tutup telepon. Mbak yang doyannya tidur siang, walau cuma 5 menit, sing penting turu. Mbak yang doyan makan kayak aku. Mbak yang kalau di toilet bisa lamaaaaaaaa banget.

Mbak Mash, ibu muda gaul yang kalau sekalinya diem pasti lagi kenapa- kenapa. Mbak yang kalau jam makan siang selalu nanyain, "ntar makan apa?". Mbak yang asik diajak ngobrol sepanjang jalan pergi dan pulang kerja. Mbak yang selalu update news terkini (gosip). Mbak yang suka ngedit omongannya kita, so hati- hatilah dalam berbicara.

Mbak Nita, mbak yang nggak enak dipanggil mbak karena enakan Ndut. Mbak yang kalau ngomong nggak perlu pake toa. Mbak yang kalau sekalinya ngobrol bisa dari A-Z. Mbak yang hebat untuk urusan rumah. Mbak yang emakable. Mbak yang rempong, tasnya itu bagaikan kantong ajaibnya doraemon. Mbak yang suka galau, mbak yang nggak bisa konsisten. Mbak yang ngeyelan, temen beranteman, tapi setelah itu langsung baikan. Mbak yang jadi objek gosipan di kantor. Mbak yang....ah banyak.

Mbak Endy. What? Mbak? hahaha Cukup Endy aja, karena sejatinya dia nggak ada jiwa ke-mbak-mbak-annya sama sekali hahaha sori mas. Endy, designer favorit selama di Leutika. Gambaran tangannya itu macam dewa, super keren. Di balik jiwa lakinya dia, ternyata ada sisi ceweknya dan itu baru aku temukan di dua hal, pertama karena dia jilbaban dan saat dia nangis di kali code hahaha

Mbak Fatkur, si keuangan yang koplak. Semoga sekarang udah bener- bener paham apa itu arti telentang ya. Mbak yang kalau cerita, suka ngalor- ngidul. Mbak yang jaman kecilannya ternyata nakal banget. Mbak yang doyan bisnis, apa pun bisa dijadikan uang men.

Mbak Mia, mbak yang diem- diem menghanyutkan. Mbak yang walau jarang ngobrol langsung sama aku masalah hati, tapi kita punya rahasia, SUPERHERO! hahahaha

Mbak Intan, mbak yang kaleeeeeeem banget. Aku sampe nggak tau pribadinya dia gimana. Mbak yang misterius menurutku.

Mbak Fia, mbak yang ternyata resign duluan dari aku. Woooo, beda berapa hari doang dan aku keselip. Mbak editor yang doyan jajan di luar, tiba- tiba bawa makanan apa gitu. Mbak pramuka yang jujur aja awalnya aku nggak percaya kalau itu beneran. Mbak yang kalau solat, sering aku tumbalkan untuk jadi imam hahaha

Selain memiliki mbak- mbak rempong di atas, banyak mas- mas yang beraneka ragam pula ulahnya. Ada mas duo A. Mas Aji dan Mas Anwar. Duo A ini susah untuk dipisahkan, kemana Mas Aji makan siang pastilah ada Mas Anwar di belakangnya.

Mas Aji yang suka sensitif tiba- tiba adalah orang yang moodnya susah banget untuk ditebak, karena kalau lagi bete soal kerjaan, sangarnya nauzubillah. Suka takut ngeym dia kalau lagi bete, daripada kena semprot kan?

Nah, beda lagi sama Mas Anwar, si pembolak- balik kata. Mesti hati- hati kalau ngomong sama dia, kalau nggak mau kena jebakan batman, tuh Mbak Fatkur korbannya hahaha eh satu lagi, Mas....utang pulsa yo.

Lanjut ke Marketing, ada duo maheks. Mas Babae dan Mas Uzi. Mas Babae aka Mas Heri adalah bapak 3 anak yang gaul. Kalau udah ngobrol bertiga sama Mbak Nita, kita suka bahas masalah perjodohan dan hidup berumah tangga hahaha doi ahlinya.

Mas Uzi, si ATM berjalan. Bujang yang masih mencari sepotong hatinya ini lagi gencar kena gosip dengan Mbak tiiiiiit di kantor. Mas yang suka ngasih job ke anak- anak dengan kekuatan super kilat deadlinenya. Mas yang bercita- cita dapet istri dokter atau perawat.

Lanjut ke divisi produksi. Ada bapak kepala suku, Pak We yang hobinya aku kejar- kejar deadlinenya. Bapak yang kalau lagi pusing, bisanya cuma pasang muka meles dan cengangas cengenges. Bapak yang doyan telponan di jam kerja, nah loh. Bapak yang kusebut raja gombal.

Pak Kijo, ah...aku merindukan teh tiap pagimu bapak. Bapak yang biasanya ngasih makanan lebih buat aku. Bapak yang pas aku pamitan berhasil bikin aku mengharu biru. Bapak yang suka malu- malu kalo ngomong, dan bapak yang kemaren tiba-tiba nelfonin cuma buat nanyain kabar.

Mas uki dan mas arum. Kaki tangannya pak we haha mas uki yang doyan ngabarin hawa surga, "ada makanan loh di sini" ke aku. Dan mas arum yang sekalinya dateng cuma bilang "mbak, pinjem charger".

Pak udin, bapak yang cool abis haha mukanya galak, tapi tidak dengan hatinya. Terus ada Mas Tyo, orang yang nggak pernah tidur malem. Makanya selalu standbye di kantor. Nggak ngerti juga kok dia bisa ya kayak gitu.

Mas ian, mas yang peak. Sukanya tak uyak- uyak, tak susu- susu. Kadang tak omelin, tapi emang cen nyebelin. Mas yang super jahil. Kalau ada henpon hilang itu ya nggak lain nggak bukan, pasti mas ian pelakunya.

Mas dwi, mas retro yang hits banget dengan motor pitung berkeranjangnya. Mas yang kreatif buat ngasih mainan ke anaknya, mas yang suka kasih kabar gembira ke kita kalau mau ada makan gratisan huehehe senenge pol.

Mas jito, mas yang super flat. Dalam kondisi apapun, ekspresinya dijamin bakalan sama. Intonasi bicaranya pun juga sama, dataaaaaar aja. "Mbak, pinjem chargernya" dengan khasnya.

Mas hari. Mas geje yang nggak tau kenapa suka nggak nyambung sama guyonannya haha mas yang kalau dateng ke depan cuma doyan nanyain "koranne endi wik?"

Mas arif dan mas nadi. Mas logistik yang selaluuuuu aku repotin buat anter ini itu, beli ini itu. Kalian berdua hebat! Di saat kita asik makan jajanan di kantor, biasanya orang dua ini masih sibuk di jalanan. Salut!

Tuh kan, aku sampai hapal kebiasaan dari masing- masing mereka. Ini yang sebenernya bikin susah move on. Terima kasih ya untuk support selama ini, untuk kerja sama kalian semua, untuk ketawa- ketiwi yang dihadirkan, untuk penerimaan kalian ke aku, untuk pembelajarannya, untuk kebersamaannya, untuk warna lain yang kalian hadirkan dalam lingkup perkantoran. Love!

http://photos-c.ak.instagram.com/hphotos-ak-xpa1/929264_932040986824114_1377699643_n.jpg

Sabtu, 01 November 2014

500 Days of Summer

Tom : you never wanted to be anybody's girlfriend and now you're somebody's wife.
Summer : it surprises me too.
Tom : I don't think I'll ever understand that. I mean, it doesn't make senses.
Summer : it just happen.
Tom : what just happen?
Summer : I just woke up one day and I knew.
Tom : knew what?
Summer : what I was never sure of with you.
Tom : you know what's sucks? realizing that everything you believe in is completely a bullshit.
Summer : what do you mean?
Tom : ah you know. destiny, soulmate, true love, and all of that childhood fairytale. non senses. you were right, I should've listen to you.
Summer : no. I just kept thinking that you were right. yeah I did. it just wasn't me that you were right about.

Part favoritku di film "500 Days of Summer". Waktu tiba-tiba mereka berdua ketemu di spot kenangannya dan ternyata setelah sekian lama lost contact, si Summer udah jadi istri orang aja.

Suka nggak habis pikir sih sama perlakuannya Summer ke Tom, yang udah segitunya eh ternyata nggak ada apa-apa. Tapi kadang bisa sepaham juga kenapa Summer milih gitu.

Karena sebenernya nggak semua yang kita beri, bisa diterima dengan porsi yang sama oleh orang lain. Kadang bisa ditangkap lebih, atau sebaliknya.

Prolog film ini juga bagus sih, udah menggelitik di awal. "It's not a love story, but it's a story of love."

Yes. Manusia, kalau belum menemukan "klik" yang tak beralasan itu yaaa dia nggak bakal berhenti. Haiiiih~

Selasa, 14 Oktober 2014

Hidup yang hidup

Hadirnya orang- orang di hidup kita itu seperti membuka lembaran buku ya? Tiap dibuka, isinya berbeda. Ada nilai lain dari tiap halamannya, ada yang bisa dipetik dari tiap ceritanya.

Mereka yang datang dan pergi adalah pelajaran ajaib dari Tuhan, yang sengaja dihadirkan supaya kita bisa mencicipi bagaimana rasanya kehidupan.

Lalu, apakah hal yang paling menyedihkan dalam hidup ini? Kehilangan?

Bukan, tapi keabadian. Karena kamu hanya berhenti di tempat yang sama...selamanya. Tidak ada lembaran baru ataupun tutup buku. Mau?

Kamis, 09 Oktober 2014

9 Oktober 2014

Bukan bagaimana kita diterima dalam lingkungan, tapi bagaimana kita belajar menerima lingkungan.

Pelajaran hari ini, pada manusia- manusia unik yang Tuhan ciptakan, pada mereka semua yang rasanya sayang untuk ditinggalkan. Pada kita semua yang harus terus berjalan untuk mencapai tujuan.

Rabu, 01 Oktober 2014

Menertawakan Hidup

Me : eh, tiba- tiba aku kangen nangis deh
Oknum N : heh? wong setres 
Me : serius, terakhir kali kapan aku lupa. apa karena keseringan menertawakan hidup ya?
Oknum N : nah 
Me : tapi tiba- tiba kepikiran dan pengen aja. Punya sesuatu yang bisa dijadiin bahan tangisan nggak? 
Oknum N : heh, harusnya kamu bersyukur lah ini malah nyari- nyari 
Me : tapi aku pernah baca artikel nih, katanya menangis atau mengeluarkan air mata itu ternyata bisa menjadi obat mujarab yang berguna banget buat kesehatan tubuh dan pikiran kita lho 
Oknum N : pantes 
Me : apaan? 
Oknum N : jiwamu lagi nggak sehat hahaha 
Me : heh, seriusan. coba bikin aku nangis deh cepet, tak tungguin
Oknum N : orang gilaaaak  
Me : iya? hahahaha

"Hidup adalah lelucon bagi orang yang berpikir dan tragedi bagi mereka yang mengandalkan perasaan." - Horace Walpole

Selasa, 30 September 2014

What we called love

"We are all a little weird and life's a little weird, and when we find someone whose weirdness is compatible with ours, we join up with them and fall in mutual weirdness and call it love." - Dr. Seuss


Senin, 29 September 2014

New Haircut?

Potong rambut lagi, galau lagi, marah- marah lagi, nyesel lagi. Mungkin inilah yang dirasakan sebagian orang ketika berhadapan dengan rambut barunya.

Rambut yang sudah lama dirawat, dibiarkan panjang terurai, harus dipangkas bondol macam polwan. Rasanya? Ask yourself.

Ini adalah persoalanku yang belum bisa rampung dari jaman baheulak. Entah kenapa, aku selalu merespon demikian pasca memotong rambut kesayangan.

Dari jaman jebot masih unyu- unyu gemesin sampai sekarang lutuk- lutuk nyebelin, adegan mencucu sepulang dari salon selalu ada. Sampai orang serumah juga hapal dan selalu ngewanti- wanti tiap aku minta potong rambut. Nggak cocok inilah, itulah, kurang inilah, itulah, nggak rapih atau apalah. Dan ujung- ujungnya mbrebes mili manyun sana sini hahahaha

Dulu pas jaman SD, suka banget sama rambut panjang, berasa princess nan cantik jelita aja kalau lagi tergerai gitu. Nah, pernah ada kejadian waktu kelas 4, tiba- tiba dipotonglah macam anak laki nggak tau modusnya apa tuh sama Mama dan mulai saat itu, jadi cuek bebek kalau rambutnya jadi pendek.

Jaman SMA itu beda lagi, masa- masa dimana rambut adalah hal terpenting yang kudu maksimal setiap saat. Poni khususnya, harus selalu IN. Nggak boleh zig zag kalo dipotong, kudu rapiiiih banget.

Dan kejadian rambut bondol keulang lagi. Waktu itu lagi libur sekolah ke Palembang dan nggak sengaja ngeliat foto model di mall dengan rambut bondol yang cantik banget, dan tiba- tiba aku jadi pengen. Tanpa pikir panjang, langsung lah dipangkas. Dan, itu adalah rambut terpendek sepanjang sejarah di jaman SMA.

Setelah memutuskan berjilbab, keribetanku soal rambut nggak terlalu parah kayak dulu. Yang penting masih panjang dan bisa dikuncir aja, udah.

Sampai akhirnya kemaren, setelah bertahun- tahun lamanya nggak kenal sama yang namanya potong rambut ekstrem, lagi- lagi aku nekat tanpa pikir panjang buat ke salon. Aku kirain penyakit ribetku udah sembuh, ternyata beluuuum.

Bukannya bahagia pasca potong rambut, tapi malah nyesel. Pulang dari salon dengan manyun khas dari jaman dulu, aku langsung nyamperin tante minta dipermak lagi deh rambutnya, dirapihin lagi.

And see, sampai sebegini gedenya ternyata untuk urusan rambut aja aku masih suka rewel. Sama rambut aja aku suka nyesel kalo habis dipotong, suka sedih kalo inget dulunya nggak sependek ini.

Kalau buat kehilangan rambut aja aku bisa sesedih dan sesayang ini, apalagi sama kamu nantinya kan? #Lah #NggakAdaHubungannya hahahaha

Bye bye rambut panjang macam princess di jaman sekolah. Nggak penting bentuk kamu sekarang gimana, yang penting sekarang kamu sehat- sehat terus ya :')

Senin, 22 September 2014

Dominansi

Sifat yang menutupi sifat lain, sifat yang tanpa sadar bahwa dirinya telah mengontrol diri orang lain. Sifat yang mengagumkan tapi juga bisa menjengkelkan, apalagi saat memaksa apa yang dipikirkan. Sifat yang sulit untuk ditekan, apalagi dihilangkan. Sifat yang terkesan bossy dan jelas tidak ingin digurui.

Adakah sifat lain yang bisa mengungguli dan merubah sifat ini tanpa keterpaksaan dalam hati? Yang melemahkan kekuatannya dan membuatnya tunduk tapi juga tidak mengintimidasi. Yang bisa membuatnya mengenyampingkan sifat ini dan mau berjalan berdampingan bahkan mengikuti jejak yang kamu tapaki. Iya kamu, bisakah membuatku menjadi resesif akan dominansimu? Itu yang aku cari.

Jumat, 05 September 2014

About Caring

Him : Is it really hard to show that you care about people? 
Me : Uhm a little. But actually I care about them, about you too. I've tried to be a good one for all of you. Didn't you know? 
Him : You're great, but I think you over independent, like...no need someone else. It's not even really good, Dear. 
Me : I know, I'll call you if I need something. 
Him : You've said that and it never happened. Sometimes, we'd like feedback from someone else, rite?
Me : Sorry, I promise. I'll try. 
Him : We'll see, my stone head.

I know that actions speak louder than words, but it's the hardest part too. Sometimes when I show A, people can judge E, different perception I mean. When people said that I'm not care about them, feels like a thousand questions around my head. "Am I?"

Selasa, 02 September 2014

Menjadi Tong Sampah

"Kadang orang nggak butuh solusi saat bercerita, melainkan hanya butuh telinga. Jadilah tong sampah yang tidak memiliki dasar, yang bisa menerima semua sampah tanpa harus menyimpannya, yang bisa selalu mendengar tanpa pernah merasa penuh dengan masalah." 

 Menjelang tidur, dengan Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya di sisi sebelah kiri

Kamis, 28 Agustus 2014

Mencoba Ini Itu, Oke

Usia muda itu masanya menemukan jati diri. Di usia 20-an, kita akan mencari apa yang sebenarnya paling sesuai dengan diri dan hidup kita. Bahasa kerennya sih mencari passion. Mencari sebanyak mungkin pengalaman untuk mengasah kemampuan dan memuaskan segala rasa keingintahuan.

Dan itu ternyata bukan cuma teori, aku merasakannya sendiri. Mempunyai hobi bertanya-tanya tentang hidup. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada dalam diri, menggali potensi, ingin mencoba dan mengembangkan semua yang ada.

Mencoba kerja kantoran, udah. Mencoba menulis, in progress. Pengen belajar musik khususnya piano, belum kesampean. Pengen belajar masak, udah pinteran dikit lah. Kursus bahasa inggris, senam pernapasan, juga udah. Pengen belajar sulam, udah bisa bikin rantai doang sih. Pengen punya bisnis, masih wacana. Pengen mencoba banyak hal dan nggak fokus itulah masalahnya haha

Tapi akhir- akhir ini aku lagi fokus sama 2 hal (bukan fokus juga sih). Berkebun dan menjahit. Awalnya sih cuma pengen mendekorasi meja kerja, iseng ke toko bunga mencari- cari bunga hias yang cocok menemani kebetean di kantor. Akhirnya pilihan jatuh pada kaktus yang didapat di pasar tanaman. Pertama kali menginjakkan kaki ke sana, rasanya kok mataku segeeeer banget. Rasanya bahagia melihat banyak jenis tanaman dan khususnya bunga yang berwarna- warni.

Beberapa hari berikutnya, aku mengajak Tante untuk datang ke pasar itu dan ujung- ujungnya kita kalap dengan memborong beberapa pot tanaman. Ada kaktus, krisan, tanaman gantung dan bunga cantik yang nggak tahu namanya apa.

Nah, dari situ aku mulai bersemangat untuk mengurus kebun di depan rumah yang didominasi dengan pot- pot hijau punya Tante. Akhirnya aku bertekad, mulai saat itu akan rajin mengurusi kebun, ya minimal rajin menyirami dan membersihkannya lah.


Tiap hari bunga- bunga yang baru dibeli itu aku sirami, dari yang awalnya cuma kuncup, pelan- pelan mekar, cantik, dan ternyata itu membahagiakan. Diberi pupuk, dibersihkan pekarangan sekitarnya, aih berasa berkebun banget.

Selain itu, hal lain yang lagi aku niati belakangan ini adalah belajar menjahit. Nggak terkesan emak- emak banget sih, malah keren menurutku. Semuanya berawal dari niatanku beberapa bulan lalu untuk mencari tempat kursus menjahit di Jogja yang ternyata biayanya nggak murah. Kenapa pengen? Karena aku suka fashion dan kebanyakan baju- baju yang ada di pasaran itu sizenya nggak cocok di aku (if you know what I mean). Makanya suka males kalau udah suka sama model bajunya, eh nggak ada ukurannya atau kalau beli dress suka nyantung di mata kaki.

Kata berjawab, gayung bersambut. Tiba- tiba tante memberi kabar kalau doi beli mesin jahit. Voila! Semangatku makin menggebu- gebu untuk belajar menjahit, minimal bisa membahagiakan diri sendiri dengan membuat dress sendiri, pikirku. Akhirnya, tujuanku ke toko buku bukan lagi mencari novel dan pelajaran akidah serta adab nikah, tapi mencari buku tentang pola- pola dasar untuk penjahit pemula. And I got it! Sekarang sih masih tahap mencoba belajar teorinya sebelum praktek langsung ke menggambar pola lalu pindah ke bahan. Doakan dan tunggu kabar baiknya, ya. Kamu juga boleh lho mencoba hal baru yang selama ini mungkin "bukan kamu banget". Pasti seru deh!

Kamis, 21 Agustus 2014

"Surga" Kaum Ibu dan Wanita

Sudah terbersit satu kegiatan apa yang paling disukai kaum wanita? Sudah? Yakin? Apa?

Betul banget, BELANJA. Wanita mana sih yang nggak suka belanja, atau minimal cuci mata. Apalagi kalau yang dilihat itu banyak macemnya, dari alat elektronik, pakaian, perabotan rumah tangga, plastik, pecah belah, alat dapur, dan lainnya. Dari yang lucu- lucu, jadul, kekinian sampai ke yang pritil- pritil seperti Suthil (sendok memasak dari kayu), gayung, bahkan bunga- bunga plastik yang cantik dan bikin mupeng banget pun ada.

Hari Rabu kemarin, aku dan Oknum N memutuskan pergi ke Progo sepulang kerja, jam 4 sore. Awalnya sih hanya berniat membeli wadah stationery, bunga hias, tempat makan dan mug lucu. Tapi siapa sangka, jiwa keibu- ibuan kami muncul dengan kejamnya. 3 jam kemudian, kami masih setia aja di sana. Semua jenis barang dilihat, dipegang, dicekin harganya, dimasukin ke keranjang, dikeluarin lagi, sampai akhirnya menimbang- nimbang sebelum sampai ke kasir. Nggak heran memang kalau ibuku seneng banget tiap kali diajak ngeprogo.

Progo memang lengkap sih, tempatnya luas walaupun dari tampilan dan kenyamanan berbelanja ya jauh kalau mau dibandingin sama Mall. Syumuk aje. Selain itu, hal yang penting banget untuk diperhatikan oleh pusat- pusat perbelanjaan, yaitu kebersihan toilet juga musholanya, dan Progo minus untuk hal ini.

Sambil istirahat makan, Oknum N bilang "Ternyata jadi jomblo itu enak ya, Ndut". Sempet bingung juga harus nimpali jawaban apa. Enaknya mungkin karena nggak diribetin laporan ini itu atau nggak ada kewajiban ini itu selain ngurusin diri sendiri. Tapi besok- besok kalau perginya sama suami, aku rasa belanjanya pasti lebih enak dan seru, apalagi kalau udah di depan kasir HAHAHA.

Selesai rumpi dan makan sebentar, kita balik dengan hati dan otak yang lebih fresh. Kaum ibu dan wanita memang punya cara sendiri untuk membahagiakan dirinya. Mencari "surga" yang mungkin sulit dimengerti kaum pria seperti ini salah satunya.

Senin, 18 Agustus 2014

Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

“Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang.” 

13414402

Tere Liye kali ini membawaku ke tepian sungai Kapuas bersama novelnya yang berjudul Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah. Tokoh utamanya adalah Borno atau si ‘bujang berhati paling lurus sepanjang tepian Kapuas’. Borno yang saat itu berprofesi sebagai pengemudi sepit (perahu kayu, panjang lima meter, lebar satu meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel a.k.a speed) jatuh hati pada seorang gadis peranakan Cina bernama Mei, yang mengajar di salah satu SD di Pontianak. 

Semua berawal dari amplop merah yang Borno temukan di sepitnya. Amplop itu masih dia simpan, belum terbuka sama sekali karena sepengetahuannya amplop itu hanyalah angpau biasa dari Mei yang sengaja dibagikan ke penduduk sekitar. Tapi siapa sangka, di balik amplop itu menyimpan cerita yang amat mendalam bagi keduanya, yang cukup membuat rumit kisah mereka.

"Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan seseorang yang diam-diam kukagumi. Tapi sore ini, meski dengan menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya."

Novel ini tidak melulu menceritakan kisah cinta antar keduanya, tapi banyak juga mengajarkan kita tentang hidup, persahabatan dan indahnya kebersamaan. Seperti adanya si dokter gigi cantik nan ceria bernama Sarah, Ibu Borno, Andi dan bapaknya, Cik Tulani, Koh Acong, Bang Tigor, Jauhari, dan Pak Tua yang membuat kisah ini semakin menarik.

Di dalamnya juga menggambarkan tentang bagaimana cinta mampu mengikis kebencian, seperti Borno dan Mei. Ia mampu memaafkan masa lalu, berupaya melakukan yang terbaik untuk hari ini dan percaya akan masa depan yang lebih baik.

 “Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cueki, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan”.

Sebuah kisah sederhana tapi penuh warna sih menurutku, walaupun aku sendiri agak lama untuk melahap buku ini hehe. Petuah- petuah Pak Tua yang selalu keren serta kisah Fulan dan Fulani menjadi bagian terfavoritku. Aih, jadi pengen main ke Pontianak :D
 

Minggu, 10 Agustus 2014

Saat Anak Bertanya pada Ibunya

"Anggep aja mereka nggak ada. Fokus sama mimpi supaya jalannya lebih mudah, Mbak." -Mama, masih di ujung telepon

Untuk pertama kalinya aku berani gamblang cerita soal yang satu ini ke Mama. Tentang bagaimana pria yang baik, tentang bagaimana memantapkan hati, tentang bagaimana kehidupan setelahnya.

Cukup dipancing sedikit, Mama langsung bisa menebak kalau ada yang mengganjal di hati dan pikiranku. Siapa? Bagaimana? Dimana? Dan kenapa? Langsung terentet begitu saja.

Saat kutanya, "Mama kaget nggak denger cerita ini?"

Dengan selow beliau menjawab, "Nggak lah, wajar. Namanya hidup, fasenya pasti berubah dan Mbak udah masuk ke tingkatan yang lebih tinggi sedikit. Jangan terlalu fokus sama satu hal tapi ya, di depan sana masih banyak hal-hal baik lainnya. Kalau udah saatnya, Mbak nggak bakal ragu kok."

Masih belajar mencerna obrolan semalam.

Bersiaplah, Girls!

Percayalah, akan ada masa dimana celana jeans, kets buluk, muka polosan, dan tas punggung berubah menjadi dress, rok, sepatu cewek, perawatan, make up, tas pesta dan pritil- pritil cewek sebagai mana mestinya.

Secuek- cueknya kamu, saat terkena "sentil" ya secara otomatis bakal muncul niat melakukan perubahan itu. Hihi just enjoy it, gurls!

-Anak perempuan yang mulai rajin hunting rok

Rabu, 06 Agustus 2014

Lalu?

A : gimana kita tahu kalau dia itu orangnya?
B : kita nggak pernah tahu, kita kan bukan Tuhan.
A : lalu?
B : lalu...saat kamu sudah mengikatnya dalam doa pada Tuhan dan memang dia yang selalu ada, mau mencari kemana lagi?
A : tapi kan...
B : coba buka semua indera, rasakan. Lalu tanyakan pada hati.

Kemudian hening.

Perempuan

Perempuan terdiri dari banyak harapan, banyak keraguan, dan ketakutan mengharapkan kepastian. Tapi saat dijanjikan, takut untuk memberikan kepercayaan.
-Purbaningsih Sasanti (via MASGUN)

Ternyata perempuan memang penakut untuk masalah memberikan kepercayaan. Apalagi untuk "hidupnya" pada seseorang, ya kan?

Senin, 04 Agustus 2014

Reminder

"Kalau kita menjalani apa yang kita cintai, nggak bakal ngeluh capek kok."

Nah, kalau udah keseringan ngeluh? Coba pikir ulang deh tentang apa yang kamu jalani saat ini. Karena hidup dengan keluhan hanya akan menjauhkanmu dari kebahagiaan.



Kicauan pagi dari balik meja makan

Kamis, 24 Juli 2014

Rubah Haluan Walau Sulit

"Makanya bacaanmu mbok diganti soal adab nikah, jangan novel terus."

Pasca menilik tasku yang berisi buku tebal yang ternyata adalah novel percintaan dan ke-tidak-ngeh-an-ku pada hadist- hadist yang sering Mr. R bahas, spontan dia menyuruhku mengganti haluan bacaan. Setelah kupikir-pikir, benar juga pernyataan yang menohok itu.

Selama ini, novel-novel Tere Liye, Dee, Paulo Coelho, Arswendo Atmowiloto dan sejenisnya lah yang sudah meracuni otakku. Kisah- kisah teladan sahabat Rasul, Halaqah Cinta dan sejenisnya baru sempat kupegang akhir- akhir ini dan itu pun belum khatam.

Yaya. Sepertinya tidak salah untuk mempertimbangkan perubahan haluan ini, karena kita nggak pernah tahu kan kapan waktu itu datang. Paling nggak, mempersiapkan diri sedini mungkin itu baik dan tidak akan pernah rugi.

Rabu, 23 Juli 2014

Air

"Jadilah seperti air, yang bisa menyesuaikan diri di berbagai tempat. Kamu bisa asik ngobrol ke siapa saja tanpa mengubah wujud aslimu, tetap air kan?"



Mr. R pada sebuah obrolan

Minggu, 13 Juli 2014

Kembali ke yang Berhati Nyaman

Siang ini aku pulang dari Surabaya menuju Jogja menggunakan kereta ekonomi Sri Tanjung.

Sekilas kereta ini memang tampak lebih lawas ketimbang Pasundan, tapi fasilitasnya ya sama saja, AC yang dinginnya agak anget.

Sebelum naik dan mencari tempat duduk, aku memang datang di waktu yang mepet. Asal naik dan duduk di kursi 12 D, gerbong 6.

Di depanku ada sepasang suami istri yang duduk berdampingan, usianya sekitaran ibuku lah. Tapi satu hal yang membuatku iri, kelakuan mereka bagaikan muda-mudi yang kasmaran di awal bulan jadian.

Ibu yang terkesan manja dan bapak yang bisa mengayomi. Memijit- mijit kaki, rangkul- rangkul lengan, teleponin anak, bahkan sesederhana tertawa bersama, mampu membuat iri anak muda macam aku yang baru saja terkena sindrom malas meles pasca hari panjang nan random di tanjung perak.

Satu jam disana, ternyata aku salah tempat duduk. Blekek. Aku sampai lupa mengecek gerbong berapa di tiketku, hanya karena terburu-buru. Sampai si empunya tempat duduk datang dan mengharuskanku pindah. Akhirnya aku menuju gerbong 2, lumayan jauh dan membuat mual karena tergoncang kereta yang sedang jalan.

Sampai di gerbong dan kursi yang benar, lagi-lagi view di depanku menimbulkan rasa "pengenan". Kali ini bukan tentang masa depan yang kuharap bisa seperti ibu bapak di gerbong 6 tadi, tapi tentang bapak anak yang sangat lovely.

Usia anaknya sekitar 6 atau 7 tahunan, laki-laki. Saat aku sampai dan duduk tepat di depannya, ia masih tertidur menyender pada bahu sang ayah.

Dengan perlahan, sang ayah mengangkat kepala anaknya dan menaruh sweater tebal sebagai bantal. Ekspresi wajah anaknya yang sedang tertidur pulas itu loh yang bikin iri, nyamaaaan sekali.

Sesekali si ayah juga mengelus- elus kepala anaknya sambil senyum. Aih, apalah yang ada dipikirannya, batinku.

Berjam- jam perjalananku terlalui dengan hati yang ikut bahagia dan perlahan laju kereta mulai melambat. Sambil menulis ini aku masih memandangi mereka berdua yang sedang tertidur, lengkap dengan perandaian "seandainya aku ya".


Masih melek dari kursi 12 D gerbong 2 Sri Tanjung. Menuju realita Jogja

Sabtu, 12 Juli 2014

Pasundan Sore Ini

Hari yang sulit, akan diikuti esok yang baik hati. Di sepanjang jalan ini masih terbayang betapa kacaunya tadi pagi. Tentang kepasrahan yang berujung harapan baru. Kepada esok hari, kutunggu kabar baik darimu!
Salam damai dari gerbong Pasundan, kursi nomer 20 C

Senin, 07 Juli 2014

Girls!

“Cewek logika kamu mah." kata-kata ini terlontar dari Oknum N, pasca kami membahas tafsir mimpi. Loh apa hubungannya? Memang ada ya cewek logika, cewek perasaan, dan cewek jadi- jadian?

Jujur saja, bukannya aku tidak percaya dengan yang semacam itu. Tapi aku hanya tidak terlalu memusingkan saat aku bermimpi A, bakal ada apa ya kedepannya? Saat aku bermimpi B, apa iya aku akan begitu?

Menurutku, mimpi adalah bunga tidur. Bisa muncul tentang apa saja, siapa saja, dan terlupakan begitu saja. Pernah aku bermimpi aneh, sempat terpikir tapi tidak terlalu kuambil pusing. Jadi tidak perlu disangkut- pautkan dengan A, B, C dan bla- bla. 

Lalu aku berpikir, selama ini perempuan memang lebih identik menggunakan perasaan ketimbang logika,terus aku ini apa kalau sudah ada yang mengecap begitu? HAHA

Suatu ketika Oknum R pernah juga membahas ini padaku, saat dia curhat panjang lebar mengenai kisah cintanya yang ruwet dengan sang pujaan hati, lagi- lagi saran yang kuberikan nampaknya sulit diterima olehnya.

“Mungkin sibuk kali, dia udah berumur juga kan harusnya tau mana yang pantes dan nggak, walau kalian jauh sekalipun” jawabku. Dan masih dengan segala keparnoannya, Oknum R malah mengataiku, “Harusnya kamu mikirin perasaan aku dong, harusnya kamu ngerti kalau khawatir itu kan wajar, Wi”. Duh, aku salah lagi.

Menggunakan perasaan itu tetap penting, tapi logika yang dipandang lebih simple, praktis dan tentunya sangat rasional juga tidak kalah penting, walau untuk sebagian orang terkesan kejam. 

Menurutku, sebagai perempuan kita wajib menyeimbangkan logika dan perasaan. Boleh bersedih, tapi harus cepat berpikir tetang manfaat apa yang didapat? Rugi iya. Boleh kita merasa putus asa, tapi apa iya bisa merubah keadaan jika hanya diratapi? Boleh kita bermimpi, tapi juga harus realistis.

Iya, realistis. Cintai saja orang- orang yang mau dicintai, menetaplah pada mereka yang mau ditinggali. Kenapa harus repot- repot membuang waktu pada mereka yang tidak mengingini? Jangan terlalu cepat menumbuhkan sesuatu yang jelas-jelas belum ada eksekusi.

Perempuan, kadang suka menciptakan kemungkinan yang ujung- ujungnya menyakiti dirinya sendiri, suka menumbuhkan sesuatu yang belum pasti, suka membuat dirinya parno tiada henti. Come on girls, life is really simple but we insist on making it complicated. Kita itu tidak lemah, hanya terkadang suka melemahkan diri sendiri.

Rabu, 02 Juli 2014

"Kita bukanlah penduduk asli bumi, asal kita adalah surga. Tempat, dimana orangtua kita, Adam, tinggal pertama kali. Kita tinggal di sini hanya untuk sementara, untuk mengikuti ujian lalu segera kembali." kuntawiaji

Selasa, 01 Juli 2014

Monolog Sebelum Tidur

Tik tok tik tok, pukul 11.48 waktu Indonesia bagian gagal tidur. Akibat menonton drama korea yang terpotong karena baterai habis dan malas memasang charger, jadilah aku manusia malam yang kesusahan memejamkan mata.

Langit kamar sudah gelap. Kebisingan pun mulai membungkam, sunyi. Beberapa waktu lalu aku masih menatap langit-langit itu, begitu dalam. Ada apa ya?

Nafas terasa panjang kuhembuskan, rasanya lega entah apa yang kubawa sampai berat terasa. Haaaaah, ingatan malah memutar banyak kejadian.

Sudah sejauh ini ternyata langkahku menapak. Melihat ke belakang pun sedikit sulit, banyak yang tertutupi dan tertumpuk hal-hal baru. Apa kabar harapanku?

Malam ini, aku bermonolog seperti malam-malam lalu kala kantuk sulit kutemui. Obat pelega hati yang entah mengapa membuatku merasa dekat dengan-Nya. Lebih intim dari curhatan ala-ala manusia.

Aku heran dengan mereka yang merasa kesepian tak berkawan. Menganggap tiada seorang pun yang mampu memahami kehendak hati. Bingung harus membuka pembicaraan, takut mengungkapkan.

Padahal ada yang senantiasa dekat dan selalu memahami. Yang tanpa harus bingung mengutarakan, takut tidak dimengerti, malu mengakui, takut dimarahi, apalagi dibenci, karena memang walau sekedar diam, tapi mampu melegakan hati.

Malam ini, lagi-lagi aku berbagi dan meminta. Dalam keheningan ruang gelap, dibalik bantal basah yang kudekap erat, aku mengadu dan menutupnya dengan doa-doa yang membumbung tinggi. Berlama-lama menghabiskan malam yang semakin sunyi. Lalu menuju alam yang bisa membawaku... bermimpi.

Rabu, 25 Juni 2014

di Beranda, Catatan yang Rindu Rumah




Sudah mendekati bulan Ramadhan, itu artinya penyakit akut tahunan mulai kambuh. Homesick. Dari beberapa hari lalu sudah mulai aneh sendiri, dari yang tiba- tiba kepengen banget makan pempek sampai searching tiket pulang.

Kamarnya kini teratur rapi
Ribut suaranya tak ada lagi
Tak usah kau cari dia tiap pagi

Banda Neira masih nyanyi- nyanyi di kuping. Lagu yang sekarang keputar malah salah banget, meningkatkan kegalauan menjadi 3 kali lipat! Emaaaak, anakmu pengen pulang.

Dan jika suatu saat
Buah hatiku, buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi
Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu, dia pasti
Pulang ke rumah

Tapi apadaya, jatah cuti tinggal seiprit dan harga tiket pulang yang nggak manusiawi, jadilah aku macam bang toyib yang 3 kali puasa 3 kali lebaran nggak pulang- pulang. Hahaha mari menertawakan diri sendiri.

Apa yang paling dirindukan dari rumah kecil tak berhalaman luas itu? Kehangatannya. Apa yang paling menyenangkan berada disana? Jelas orang- orangnya. Walaupun cuma berempat dan tiada hari tanpa ribut- ribut kejahilan, rumah tetaplah tempat ternyaman untuk pulang. Tetaplah tempat yang paling dirindukan para perantau. Tetaplah tempat yang paling indah untuk berkasih sayang.

Tuh, lagu aja bikin galau, next playlist!
 

Kamis, 05 Juni 2014

Yogyakarta

"Bandung bukan cuma masalah geografis, bagiku, tetapi juga melibatkan perasaan." (Pidi Baiq)

Aku pun begitu, melibatkan perasaan pada kota yang sudah kupijak selama 4 tahun lebih ini. Daerah istimewa yang ternyata bukan cuma sekedar istimewa, tapi sangat istimewa. Jika kamu pernah sekali saja kesana, rasa rindu akan hinggap dan memanggilmu kembali untuk bersama menikmati tiap sudutnya, orang- orangnya, nuansa budayanya yang kental, dan makanan kaki limanya yang selalu ramah pada saku celana. Rasanya seperti rumah, yang selalu menanti kedatangan kita untuk…pulang.

Yogyakarta. Daerah istimewa yang mengisi sebagian hati padanya. Untuk pertama kalinya aku mencintai kota asing yang walau baru sekali dipijak, rasanya tidak berat untuk ditinggali. Ah, entah bagaimana harus aku jelaskan tentang keindahannya, tentang rasa nyaman yang diberikan. Seperti orang yang jatuh cintalah, sulit. Mana bisa ditanya kenapa? Yang jelas aku suka, jatuh cinta, dan bersedia untuk selalu pulang kesana.

Disanalah aku belajar berdiri, berangkulan bersama mereka yang bernama keluarga dan sahabat. Meninggalkan gelak tawa pada tiap sudut kota, menikmati langit malam bersama, menjemput mimpi, saling kejar, jatuh, dan bangkit lagi, menangis dan ditangisi, bertemu dan berpisah. Frame kebersamaan yang merekat erat pada hati. 

Yogyakarta, akan selalu dan tetap istimewa bagiku. Kemana pun nantinya angin membawaku berlari, pada yang kuberi nama rumah, akan kuupayakan untuk datang kembali.

Rabu, 04 Juni 2014

Me? Copy paste from my mom

........
Mom : "udah makan belom mbak?"
Me : "belom ma, bentar lagi. Udah sehat belom? Masih lemes?"
Mom : "alhamdulillah udah mendingan, gak lemes cuma males"
Me : "sama aja kalik mam"
Mom : "maunya makan terus nih, tapi katanya malah tambah kurus"
Me : "mama jangan kurus, mbak tiwi gak mau gendut sendirian"
Mom : "hih gendut kok ngajak-ngajak, udah dulu ya ini tadi cuma mau ngabisin pulsa aja, masa aktifnya mau habis. itu cacingnya kedengeran loh, makan dulu sanah"
Me : "oke mam, emang laper sih"
Mom : "salam buat semua ya"
Me : "iya, salam juga buat semuanya mam. Salam love you love you"
Mom : "hih lebay"
Me : -_____-

Ujung dari obrolan 2 jam yang membahagiakan. Selalu. Care-nya mama itu lucu. Nggak pernah secara gamblang menunjukkan sayangnya, tapi selalu dengan caranya dia yang suka ngomel ini itu. Dengan caranya dia yang tiba-tiba nelepon cuma buat nanyain lagi apa padahal intinya cuma lagi kangen tapi gak pernah mau ngaku. Akhirnya aku tahu sifat sok-sok cuek tapi care-nya aku ini dari siapa hahaha

Rabu, 28 Mei 2014

Mencintai Proses

Hidup adalah proses pencarian. Mencari apapun itu, yang menurut setiap orang pasti berbeda- beda. Ada yang mencari jati diri, mencari Tuhan, mencari teman, mencari harta, mencari ilmu, mencari kebahagiaan, mencari segala hal yang ingin dicari.

Dalam proses mencari pasti tidaklah selalu mulus perjalanannya. Akan ada masa dimana jatuh menjadi membahagiakan, karena saat bangkit kita berada disisi orang- orang yang tak pernah absen memberikan semangat. Atau disaat pencapaian tertinggi malah kita bingung harus bahagia, bangga atau bagaimana.

Bisa juga kita bertemu pada masa ingin menyerah, merasa terlalu lelah. Atau, masa dimana kita sangat menikmati setiap rahmat yang datang, sekecil apapun itu, karena hati sedang sangat lapang dan dekat dengan Tuhan.

Iya, namanya proses. Kita tidak pernah tahu di depan sana akan ada apa. Kita tidak pernah tahu akan menjadi apa, akan bertemu siapa dan menjalani kehidupan yang bagaimana. Yang hanya perlu kita lakukan adalah melakukan yang terbaik.

Semakin sulit proses yang kita jalani, semakin terasa berharga apa yang kita dapatkan nanti. Dan selalu percaya bahwa dibalik proses akan ada pelajaran yang bisa diambil, bagi mereka yang ingin. Hanya mereka.

Kamis, 22 Mei 2014

Mereka Tahu Apa?

Tidak pernah ada penyesalan. Walau akhir yang kita terima bukan sesuatu yang bisa dikatakan indah. Sebagian orang memandang kasihan, lalu kita hanya bisa tertawa, tahu apa mereka?

Berulangkali kita mencoba terlihat tidak apa- apa, tapi mereka tetap menatap iba. Hih, menyebalkan ternyata. Menjadi pemeran yang nyatanya baik- baik saja tapi malah dikira menyedihkan. Lagi- lagi, kita bisa apa? Terlalu banyak mulut dan pandangan yang ikut menyimpulkan tanpa mau mengulik lebih dalam. 

Kita lagi- lagi hanya bisa tertawa melihat cibiran. Tanpa berniat mengkonfirmasi. Buat apa? Itu yang kamu bilang. Toh yang merasakan bahagia atau luka itu kita, bukan mereka. Toh yang selalu ada itu kita, bukan mereka. Lebih baik hidup pada apa yang kita rasa benar, menemukan kenyamanan pada apa yang kita anggap baik. Ketimbang bergerak kaku dan hati- hati hanya agar terlihat apik.

Bukan waktu yang sebentar untukku memahami hingga sedalam ini. Jadi, agak terasa sulit saat apa yang benar- benar aku pahami dipandang salah. Rasanya ingin berlari dan menghampiri, lalu menjelaskan sedetail- detailnya bahwa saat aku berkata baik- baik saja, itu adalah nyata.

Senin, 19 Mei 2014

Get Lost in Semarang!

Melakukan perjalanan ke tempat asing itu selalu menyenangkan. Tidak mengenal orang- orang, menikmati kebingungan, mencari jalan, tidur sesukanya, makan selapernya, pulang seselownya, istirahat secapeknya, melakukan perjalanan yang nggak ribet dengan diri sendirilah intinya.

Pergi ke Jombor di antar Adil jam 7 pagi. Mencari bus Nusantara jalur Jogja- Semarang. Beli tiket di pool dengan harga 40.000, fasilitasnya? Bus AC, tempat duduk nyaman dan luas untuk ukuran kaki panjang (hahaha) dan penumpang yang (kebetulan) nggak full.

Dapat kursi kosong di deretan kanan, milih yang sebelahan sama jendela. Entah kenapa selalu suka aja. Kursi sebelah kubiarkan terisi dengan tas ranselku yang lumayan berat. 4 jam perjalanan akan dimulai. Here we go!

ditemani yang beginian

Satu jam pertama aku habiskan dengan menikmati suguhan alam yang masih asri, jalanan yang masih sepi (karena masih pagi dan hari libur), menikmati pemandangan hijau dari persawahan dan aktifitas sosial orang- orang di pasar sampai daerah Magelang. Selanjutnya, aku lebih memilih mengistirahatkan diri. Tidur sampai hampir Semarang.

Tujuan utamaku ke Semarang adalah Masjid Agung Jawa Tengah, yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota. Tapi apadaya karena misskom antara aku, informasi, dan kernet bus, akhirnya aku diturunkan di terminal Terboyo, yang letaknya jauh dari pusat kota.

Setelah tiba di terminal Terboyo, aku diberi ancer- ancer untuk mencari bus kecil yang menuju Masjid Agung. Katanya si Bapak kernet, busnya itu jarang beroperasi kalau tanggal merah, alhasil nemu bus kota berukuran sedang ke arah Mangkang. Bingung? Jelas. Menurutku kondiri terminalnya agak suram. Aktifitas “keterminalan” hari itu agak sepi.

Setelah di dalam bus, aku sengaja memilih tempat duduk di dekat pak supir, sembari ngobrol- ngobrol dan nanya- nanya jalan di Semarang. Pak supirnya bilang aku harus naik angkotan kota warna kuning jurusan Citarum. Apalagi itu? Nah akhirnya aku diberhentikan di dekat jembatan (apa itu namanya nggak tau), deket parkiran becak. Tanya lagi ke bapak becak dan ibu- ibu yang lagi nunggu angkot juga, alhasil nemulah angkot kuning yang ternyata nggak sampai ke depan Masjid Agung.

Perjuangan belum berakhir, setelah turun dari angkot kuning yang salah tadi aku disarankan menunggu angkot diseberang jalan sana, tapi kata mereka angkotnya jarang lewat, mendingan jalan kaki karena jaraknya kurang lebih cuma 300 meteran.

Dan aku pilih opsi kedua, jalan kaki! Jam sudah menunjukkan pukul 11.30, aku juga sudah jalan dari setengah jarak yang (katanya) harus ditempuh. Lihat kanan kiri, banyak warung makan. Ada soto, bakso, dan berhentilah aku di warung rumah makan padang. Awalnya mampir hanya karena kecapekan jalan, ngaso bentar sambil nunggu angkot kuning yang dimaksud. Tapi ternyata perut juga butuh diisi, akhirnya sembari ngaso ya makanlah aku sepiring nasi padang plus es teh yang tumben seger banget siang itu.

Daerah Jalan Pemuda
Sambil makan juga sambil nanya sama si mbak penjual, apa tujuanku masih jauh? Ternyata tinggal 100 meter lagi. Wih, bentar lagi. Selesai makan, lanjut jalan lagi dan bener aja, tujuanku sudah di depan mata. And I'm proud to be me hahaha. Sampai saatnya pulang pun masih banyak cerita aneh. Dari yang dianterin temen naik motor nggak helm-an, nyasar nyari alamat sampai akhirnya nemu pool travel yang suram.

Masjid Agung dari sudut yang kurang oke versiku, karena cuma asal ngejepret
http://seputarsemarang.com/images/2011/05/masjid_diantara_pilar.jpg
nah ini yang oke. sumber
Jam 5 sorenya aku pulang dengan travel suram itu (bukan travel juga sih, masa nggak mau jemput, hih). Sebagai satu- satunya penumpang dari pool itu, aku sempat foto nggak jelas isi mobilnya. Dijalan kita nemu penumpang lain, sampai akhirnya ada 6 penumpang tujuan Jogja.

Kursi Travel yg masih plastikkan
Dan perjalanan singkat super nggak jelasku sendirian ke Semarang berakhir hari itu. Masih akan ada lagi lanjutan ceritaku tentang Semarang. See you!

Sabtu, 03 Mei 2014

"Tamparan" Pagi

Masih pagi disini, jam 9.30 tepatnya. Masih jam sibuk- sibuknya balesin inbox pemesanan dan prepare buat pengiriman hari ini. Seperti biasa, kadang diselingi buka blog- blog penyemangat pagi, salah satunya web Kek Jamil.

Berselancar ke bacaan rekomendasi dan menemukan tulisan ini, tiba- tiba rasanya sedih banget, yang terbayang cuma wajah Mama yang jauh disana. Selesai membaca, aku seperti ditampar. Apa yang aku baca itu seperti menggambarkan kegalauanku beberapa waktu belakangan. Tentang kapan lagi aku bisa membahagiakan Mama kalau aku terus- terusan jauh begini?

Ini tahun keempat aku jauh dari rumah. Dulu, aku selalu berandai- andai untuk menyelesaikan kuliah secepat mungkin supaya bisa pulang dan menghabiskan waktu bersama Mama disana. Menikmati tiap akhir pekan hanya untuk sekedar private time berdua, antara aku dan Mama. Tapi ternyata Allah punya rencana lain, kerjaan disini menunda kepulanganku. Dan tanpa sadar, aku melepaskan sendiri angan- angan itu.

Kalau masa kuliah, kerja dan nanti saat menikah aku di luar terus- terusan, kapan ada waktu buat Mama? Ini yang lagi sering berkeliaran hebat di kepala. Ya Allah tiba- tiba bisa semelow ini kalau udah bahas sosok Ibu ya? Ah, kangen berat.

Di salah satu komennya Kek Jamil bilang , “Kangen itu obatnya jumpa”. Jleb. Iya, insyaallah dalam waktu dekat ya Kek. Insyaallah waktu yang kami berdua korbankan ini bisa berbuah kebaikan kedepannya. Amin.

Untuk selengkapnya, ini aku copy- paste dari postingannya Kek Jamil yang bikin aku sedih banget pagi ini. Semoga kita semua bisa menjadi anak yang selalu berbakti kepada orang tua, khususnya Ibu. Amin. 

Tadi malam saya berdiskusi dengan istri tentang bagaimana melahirkan trainer-trainer yang berkarakter. Salah satu yang harus dilakukan adalah support pasangan hidup dan keluarganya. Para trainer tak boleh hanya memikat di atas panggung tetapi mendapat penilaian yang rendah tentang perilaku dan karakternya dari orang terdekatnya.

Usai diskusi, pikiranku melayang ke wajah di balik ketegaran bapakku menghadapi berbagai ujian, hinaan dan kepahitan hidup. Wajah yang kini mulai renta itu adalah wajah ibuku. Wanita ini tak lulus dari Sekolah Rakyat atau setara SD. Tetapi bagi saya, ia adalah guru besar kehidupan yang sulit dicari tandingannya –Kerinduanku akhirnya kutuangkan dalam kulwit #RinduIbu di akun twiterku tadi malam.

Ibuku luar biasa, dia sangat berbeda denganku. Setiap jumpa dan kemudian berpisah dengannya ibuku selalu berkata, “Maaf, ibu tidak bisa memberi apa-apa kecuali doa.”

Ucapan itu terkadang menamparku. Ibuku yang sudah begitu banyak memberi pengorbanan, perhatian dan rasa cinta yang tiada tara masih berkata “maaf ibu tidak bisa memberi apa-apa”. Sementara aku, hanya cium tangan, memberi rupiah yang tak lebih dari 10 persen penghasilanku sudah merasa menjadi anak yang berbakti.

Ibuku tak merasa banyak berbuat kepadaku padahal kebaikan kepadaku amat sulit untuk dihitung. Sementara aku sudah merasa menjadi anak yang taat dan hebat hanya dengan sekelumit kebaikanku. Oh, betapa mulianya ibuku dan betapa naifnya diriku…

Bila aku sakit, ibuku rela menempuh perjalanan ratusan kilometer dan menyeberangi lautan hanya seledar ingin menciumku. Sementara bila ibuku sakit, aku hanya mengangkat telepon untuk berkata, “Maaf, aku tak bisa menemani ibu.”

Oh, betapa bedanya aku dengan ibuku. Ia segera meninggalkan semua kesibukannya hanya untuk jumpa dengan anaknya. Sementara aku selalu beralasan sibuk untuk bisa menemaninya saat ia berbaring lemah karena sakitnya.

Saat aku sekolah dan kuliah, ibuku rela datang meminjam hutang walau mungkin mendapat cacian dari yang punya uang. Tetapi kini aku tega-teganya berkata, “Maaf ibu, belum bisa banyak membantu, aku masih harus mengembangkan bisnis dan keluargaku.” Saat seperti itu ibuku hanya berkata, “Ibu bahagia bila melihat kamu dan keluargamu bahagia. Ibu tak minta apa-apa darimu kecuali doa usai sholatmu.” Oh ibu, aku semakin malu…

Sebelum tidur aku menangis, betapa baktiku kepada ibuku belum seberapa. Dalam pelukan istriku, kukirimkan doa untuk ibuku, “Ya Allah jaga ibuku. Muliakan ibuku. Beri ia tempat terhormat di dunia dan berikan ia mahkota terindah di surga-Mu kelak.” Ah, betapa hinanya aku, karena hanya bisa menangis dan mengirimkan doa di usiaku yang semakin tua…

Itu bedaku dengan ibuku. Apa bedamu dengan ibumu?

(source : Bedanya Ibu dan Aku)

Betewe, selamat pagi Mam. Sehat terus ya disana. ^^

Rabu, 30 April 2014

Cerpen : Menanti Fajar

Tidak hanya senja yang kusuka, tapi juga fajar. Ada rahasia antara aku dan fajar, juga Tuhan. Ada sisi lain dari fajar yang membuatku bersemangat menyambut hari, yang tidak aku temukan pada senja.

Tiap pemanggil sujud itu berkumandang, kita bertemu. Paling tidak aku yang menganggap itu adalah sebuah pertemuan. Kamu yang melangkah cepat dari ujung lorong sana dengan sedikit menjinjing sarung kotak- kotak hijaumu, ditambah kopiah putih diatas kepala, dan tidak luput sajadah kecil mengayun dari tangan sebelah kanan. Iya, diam- diam aku memperhatikannya sampai hapal.

Entah kenapa aku selalu menantikan fajar. Menanti saat-saat aku bersiap pulang dari warung reot ini menuju rumah, membawa kabar baik untuk kelangsungan hidup anak- anakku hari ini. Tentang makanan apa yang bisa kami santap sampai malam lagi.

Juga pada pertemuan itu. Pertemuan setiap fajar yang kusuka. Pertemuan yang selalu kunanti setiap malamnya. Pertemuan yang hanya diisi dengan salam singkat darimu. Pertemuan yang membuatku kagum pada sosok lelaki bermata teduh. Pertemuan yang sebenarnya hanya beberapa detik saja.

Senja adalah pengharapan bagiku. Berharap pada kunjungan rutin mereka yang butuh makanan atau sekedar melepas penat dengan secangkir kopi pekat. Atau sebagian lain yang hanya iseng mengisi waktu luang dan menghamburkan uang di warung reot ini bersama “teman-temanku”.

Hari ini aku tidak bisa bertemu fajar, sedihnya bukan hanya karena melewatkan itu tapi juga karena aku melihat kerumunan disana. Dan benar saja, fajar tidak lagi bisa kunanti dan senja pun tidak bisa kuharapkan lagi. Tubuhku terbujur kaku di pelataran warung dan kamu menutupiku dengan sarung kotak- kotak hijaumu. 

“Bagaimana ceritanya, Fajar?” suara serak seorang bapak terdengar persis di kuping kananku.

“Saya menemukannya tergeletak disini menjelang Subuh tadi, Pak. Dan memang sudah tidak bernyawa dengan kondisi seperti ini.”

Fajar? Subuh? Tak bernyawa? Aku? Tunggu dulu, apa itu aku? Wanita yang terbujur kaku dengan menggunakan mukenah putih lengkap dengan sajadah ditangan kanan. Ya Allah, aku baru saja menunggu Fajar untuk berangkat ke Masjid bersama. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku baru saja menjadi mualaf sore harinya, apakah secepat ini? 

Fajar menatapku sendu, tapi dia malah berucap syukur, “Alhamdulillah Mentari, kamu meninggal dalam keadaan islam” lalu aku dibawa kerumah, dimandikan, dan dibalut kain putih, rapat. Dan dia mendatangi anak- anakku, memeluk mereka, lalu mengimami yang lain untuk menyolatiku. Ya Allah, terima kasih untuk datangnya Fajar.