Rabu, 30 April 2014

Cerpen : Menanti Fajar

Tidak hanya senja yang kusuka, tapi juga fajar. Ada rahasia antara aku dan fajar, juga Tuhan. Ada sisi lain dari fajar yang membuatku bersemangat menyambut hari, yang tidak aku temukan pada senja.

Tiap pemanggil sujud itu berkumandang, kita bertemu. Paling tidak aku yang menganggap itu adalah sebuah pertemuan. Kamu yang melangkah cepat dari ujung lorong sana dengan sedikit menjinjing sarung kotak- kotak hijaumu, ditambah kopiah putih diatas kepala, dan tidak luput sajadah kecil mengayun dari tangan sebelah kanan. Iya, diam- diam aku memperhatikannya sampai hapal.

Entah kenapa aku selalu menantikan fajar. Menanti saat-saat aku bersiap pulang dari warung reot ini menuju rumah, membawa kabar baik untuk kelangsungan hidup anak- anakku hari ini. Tentang makanan apa yang bisa kami santap sampai malam lagi.

Juga pada pertemuan itu. Pertemuan setiap fajar yang kusuka. Pertemuan yang selalu kunanti setiap malamnya. Pertemuan yang hanya diisi dengan salam singkat darimu. Pertemuan yang membuatku kagum pada sosok lelaki bermata teduh. Pertemuan yang sebenarnya hanya beberapa detik saja.

Senja adalah pengharapan bagiku. Berharap pada kunjungan rutin mereka yang butuh makanan atau sekedar melepas penat dengan secangkir kopi pekat. Atau sebagian lain yang hanya iseng mengisi waktu luang dan menghamburkan uang di warung reot ini bersama “teman-temanku”.

Hari ini aku tidak bisa bertemu fajar, sedihnya bukan hanya karena melewatkan itu tapi juga karena aku melihat kerumunan disana. Dan benar saja, fajar tidak lagi bisa kunanti dan senja pun tidak bisa kuharapkan lagi. Tubuhku terbujur kaku di pelataran warung dan kamu menutupiku dengan sarung kotak- kotak hijaumu. 

“Bagaimana ceritanya, Fajar?” suara serak seorang bapak terdengar persis di kuping kananku.

“Saya menemukannya tergeletak disini menjelang Subuh tadi, Pak. Dan memang sudah tidak bernyawa dengan kondisi seperti ini.”

Fajar? Subuh? Tak bernyawa? Aku? Tunggu dulu, apa itu aku? Wanita yang terbujur kaku dengan menggunakan mukenah putih lengkap dengan sajadah ditangan kanan. Ya Allah, aku baru saja menunggu Fajar untuk berangkat ke Masjid bersama. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku baru saja menjadi mualaf sore harinya, apakah secepat ini? 

Fajar menatapku sendu, tapi dia malah berucap syukur, “Alhamdulillah Mentari, kamu meninggal dalam keadaan islam” lalu aku dibawa kerumah, dimandikan, dan dibalut kain putih, rapat. Dan dia mendatangi anak- anakku, memeluk mereka, lalu mengimami yang lain untuk menyolatiku. Ya Allah, terima kasih untuk datangnya Fajar.

Selasa, 22 April 2014

Review Film Her (2013)

http://www.thestranger.com/binary/551b/her-film-poster-spike-jonze.jpg
sumber
Sebuah film yang menurutku cocok sekali untuk menggambarkan kehidupan kita di era saat ini atau mungkin beberapa tahun kedepan dimana manusia dan teknologi tidak bisa dipisahkan.

Film HER besutan Spike Jonze ini menceritakan hubungan asmara antara seorang lelaki kesepian bernama Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) dengan sistem operasi komputer.

Theo disini diceritakan adalah seorang penulis yang sedang patah hati karena perceraian dengan mantan istrinya. Dia lebih memilih menyendiri dan berkutat dengan dunia visualnya bersama teknologi, seperti bermain game 3D.

Nah hingga suatu ketika, hadirlah sebuah OS (Operating System) yang bernama OS1. Sistem ini bisa menjadi asisten pribadi yang mengingatkan ini itu kepada penggunanya dan juga memiliki kecanggihan program yang memungkin berkomunikasi dengan sangat baik serta memiliki perasaan yang semakin bertumbuh dari hari ke hari. 

OS1 yang dimiliki Theo bernama Samantha (suara Scarlett Johanson). Bersama Samantha, Theo menemukan teman berbagi hingga akhirnya Theo dan sistem komputer itu pun menjalin hubungan kekasih selayaknya manusia dengan manusia. EDUN.
Banyak dialog romantis antara mereka berdua yang kadang membuat jleb. Juga ada adegan dimana Theo dan Samantha saling cemburu satu sama lain. Samantha yang ingin memiliki wujud real bagi Theo dan Theo yang menggangap Samantha adalah sosok real yang sangat menyenangkan baginya. 

Hingga suatu ketika Samantha tiba- tiba menghilang dikarenakan ada perbaikan sistem. Ini membuat Theo menjadi seperti orang gila yang mencari kemanakah kekasihnya menghilang. Lalu saat Samantha muncul kembali, Theo pun menerima kenyataan bahwa dia bukanlah satu- satunya lelaki yang dicintai Samantha. Diluar sana, ada ribuan pengguna OS1 yang juga diperlakukan sama oleh Samantha.

Tidak hanya disitu ngenesnya kisah percintaan Theo. Di akhir cerita, peredaran OS yang selama ini telah menemaninya dan ribuan pengguna itu diberhentikan peredarannya. See? Lagi- lagi Theo patah hati. Dan kali ini dengan sistem operasi komputer. 

Film Her ini adalah film yang ceritanya lain daripada yang lain. Apik, menghibur, menusuk dan sedikit mengerikan (kalau beneran ada manusia jatuh cinta sama OS). Dibalik semua skrip galaunya, film ini juga dibumbui backsound yang menambah kegalauan hahaha The Moon Song by Karen O.



But with you my dear
I'm safe and we're a million miles away

Sabtu, 12 April 2014

Cerpen : Lucunya Kita

Berterima kasihlah pada hujan, karena dia pernah menahan kita pada satu percakapan hangat. Tidak lupa dengan dua cup kopi yang kamu bawa sembari berlari-lari kecil dari seberang jalan sana.

Rintiknya makin deras hingga kita harus sedikit membesarkan suara untuk saling bercerita. Iya, diantara orang-orang yang juga berteduh, hanya kita yang asik tertawa dan menikmati momen "terjebak" ini. Aneh ya?

Namanya juga menemukan, beginilah rasanya. Rasanya ikhlas jika hujan harus turun lebih lama lagi. Itu artinya akan semakin banyak hal yang kita bagikan.

Tapi hujan kali ini tidak seperti hujan-hujan kemarin. Kita yang tidak lagi berdua, kita yang asing dan tidak saling peduli.

Lalu, kenapa kita masih ditempat ini dengan cup kopi dan hujan yang sama walau saling bercerita dengan orang yang berbeda? Lucu ya kita?

Kamis, 10 April 2014

Welcome 21

April itu bulannya aku. Selamat! :D

Bersyukur masih dikasih umur untuk memperbanyak amalan di dunia, bersyukur masih diberi nikmat sehat dan rejeki, bersyukur masih memiliki orang- orang terkasih, bersyukur banget sama Allah untuk 21 tahun ini.

Memasuki usia yang isi doa dari semua orang rata- rata sama, versi 20+ hahaha amin! Memasuki usia dimana lagi getol- getolnya pengen cari “pengalaman”. Memasuki usia yang penuh ambisi. Memasuki usia dimana tujuan hidup sudah mulai sering dipertanyakan.

Tua? Belum. Dewasa? Juga hampir. Anak- anak? Udah lewat. Remaja? Bukan juga. Masa transisi kali ya lebih tepatnya. Makanya lebih sering galau hahaha lebih suka bereksperimen sama sesuatu yang menarik minat. Pengen coba ini itu. Tapi juga gampang bosen dan susah konsisten.
Menjadi fokus doa dari orang- orang itu ternyata mengharukan, menyadarkan diri ternyata masih banyak yang sayang sama kita. Tiap mengamini doa- doa itu rasanya bahagia. Seperti disuntik semangat supaya doa itu bisa jadi nyata. Dari mama, mas, adek, eyang putri, pakde, bude, om, tante, sepupu, teman SD, SMP, SMA, kuliah, kerja, tetangga, mantan, gebetan, kakak-kakakan sampai orang nggak dikenal di dunia maya juga ikutan. Dari doa yang bener, yang ngaco, yang lucu, yang berujung curhatan si pendoa, sampai doa yang jleb bikin mewek. Lengkap!

Semoga semoga semoga dengan bertambahnya umur, hal- hal baik lainnya juga ikut bertambah. Amin :)

Selasa, 01 April 2014

Satu Tahun Menata Jiwa

Hari ini tepat satu tahun yang lalu aku masuk ke Sekolah Tata Jiwa. Apa itu? Kata Mbak Fatkah, kantor ini adalah sekolah yang isinya adalah orang- orang sakit jiwa, maka dari itu disebut Sekolah Tata Jiwa hahaha dan sekolah adalah tempatnya belajar, kan? Itu artinya sudah satu tahun ini aku belajar bersama orang- orang sakit jiwa seperti mereka. Tapi sakit jiwa disini dalam artian positif ya :p

Disini aku menemukan keluarga, mereka yang bekerja bukan karena ambisi untuk menjadi nomor satu dan menjatuhkan yang lainnya. Disini aku benar- benar belajar dari nol tentang dunia kerja itu seperti apa.

Sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bekerja di Penerbitan. Ketertarikanku pada dunia tulis- menulis itu bisa dibilang sama sekali tidak ada, awalnya. Boro- boro menulis, membaca saja aku ogah- ogahan.