Minggu, 17 Februari 2013

Pembelokkan Hati (Part 2)


Sebulan sejak dating kita di kebun binatang itu. Andre sudah tak pernah kulihat lagi sosoknya dikampus. Setiap hari kulewati kelas-kelas yang sering dia tempati. Perpustakaan pun tak lepas dari perintaianku sebulan ini. Namun Andre tak juga terlihat. Kemana dia?
“Cil, Andre kok gak ada ya? Kok dia ngilang gitu aja ya Cil? Apa dia sakit? Hapenya dihubungin juga gak bisa” eluhku pada Cicil.
“Ya mungkin dia lagi ada urusan”
“Tapi ini udah sebulan dia gak masuk, Cil”
“Hm atau dia cuti kuliah kali, Key”
“Cuti? Kok dia gak cerita ke aku sih?”
“Kamu siapanya coba kan? Yaudah tanya ke bagian kemahasiswaan aja” saran Cicil.
=0=

Setelah aku cari tahu, Andre memang mengajukan cuti selama satu semester kedepan. Alasan dia ke kampus sih mau kerja. Tapi satu hal yang membuat aku marah, kenapa harus dalam waktu sesingkat ini dan setiba- tiba ini tanpa babibu lagi!
=0=

Satu semester berlalu, dua semester pun juga sudah lewat, Andre belum juga terlihat dikampus. Aku masih selalu mencari informasi tentangnya. Perasaanku mengatakan, Andre baik- baik saja disuatu tempat, tapi alasan dia menghilang secara tiba- tiba ini yang aku tak tahu. Aku khawatir. Aku mulai memberanikan diri bertanya kepada teman satu kelasnya, menanyakan alamat kosannya, mendatangi kosan dan bertanya ke ibu kostnya pun sudah. Tapi tetap nihil. Aku lelah. Sudah setahun aku begini. Aku tak tahu bagaimana mendeskripsikan kekecewaanku pada Andre. Sakit.
Jika memang kamu dan aku dipertemukan hanya untuk saling melupakan, aku lebih memilih tak pernah ada pertemuan. Menghapus sebuah nama dari memori otakku sudah aku coba perlahan dan menggantinya dengan nama-nama baru pun sudah pernah aku lakukan. Tapi organ tubuhku lainnya menolak menghapus, Ndre. Organ ini kekeh mempertahankanmu tetap terkunci baik disana, dihati.
=0=

“Selamat sayang akhirnya Graduation kita hari ini! Selamat buat kesuksesan kita dan semoga kedepannya kita tambah sukses dan terus saling dukung yaaa” Cicil mengangkat gelasnya dan mendekatkannya ke gelasku.
“Cheeeers”
Hari itu adalah hari kelulusan aku dan Cicil. Sudah jalan 2 tahun-an sejak kekecewaanku terhadap seseorang dimasa itu. Ya Andre tetap belum berkabar.
=0=
Pagi itu aku sibuk dengan persiapan hari pertama ngantorku sebagai akuntan disalah satu perusahaan Desaign Lighting. Rasanya bahagia dan tidak percaya secepat ini waktu membawaku menuju proses hidup di fase yang satu ini. Fase kedewasaan, dimana menjadi orang dewasa adalah scene drama terberat dalam hidup.
=0=

Perjalanan karirku selama satu tahun belakangan bisa dikatakan cukup lancar, ya sesuai targetku. Disela- sela pekerjaanku, aku tak pernah lupa tetap menjaga hubungan persahabatan dengan Cicil yang saat ini sudah menikah dengan teman lamanya, Bryan. Dan setiap akhir pekan adalah hari wajib bagi kami untuk menghabiskan waktu berdua. Dan Bryan tidak boleh protes!
=0=

Isakanku makin menjadi- jadi saat Cicil menyebut nama itu lagi, rasanya tersayat hingga sakitnya tambah dalam. Ya, sakit.
“Andre pasti udah punya kehidupan lain disana, Key. Udah deh kamunya juga harus move on. 3 tahun bukan waktu yang singkat buat menunggu sesuatu yang gak pasti kayak gini Key. Aku gak mau ngeliat kamu sedih terus- terusan, menanti kepastian yang kamu sendiri gak yakin kan? Udah lah Key, diluar sana banyak yang lebih dari Andre, yang bisa nerima kamu apa adanya, yang bisa menghargai kamu sebagai wanita, dan yang mau menjaga hatinya selalu buat kamu. Bukan Andre.”
Tangisku tambah meledak, nafasku tersengal- sengal menahan sesak. Aku kehabisan akal dengan apa yang aku lakukan. 3 tahun menunggu kabar dari Andre, yang notabene bukan siapa- siapa. Tapi keyakinan di hati yang selalu mengusik dan menguatkanku untuk selalu dan tetap menunggu. Keyakinan itu mengatakan bahwa Andre pasti kembali, untukku.
“Aku capek, Cil. Aku capeeek. Aku marah sama Andre. Kenapa dia meninggalkan perasaan yang begitu besar ini di aku? Aku gak suka perasaan ini cuma tersimpan gini aja tanpa Andre tahu. Aku butuh dia tahu apa yang aku rasain, Cil. Aku butuh dia ada disini, aku butuh penjelasan. Aku butuh itu semua, Cil.” Suaraku sudah tak karuan, terdengar sengau.
=0=

Pagi ini aku mendapatkan seikat bunga cantik diatas meja kerjaku. Ada secarik kertas wangi bertengger pula disana.
Aku selalu melihatmu, mengawasimu, dari dulu hingga saat ini. -A-
“A? Andre?” sontak aku kaget.

Bersambung...

Tidak ada komentar :

Posting Komentar