Cinta tak pernah salah. Tak kenal siapa, kapan dan dimana kita
dipertemukan, menjadi paduan indah berbalut bahagia. Tak tahu alasan apa dan
kenapa pada suatu rasa yang bak anugrah Sang Pencipta. Indah.
“Lihat langit itu, Cil” kataku
sembari menunjuk gerombolan awan yang membentuk kepala beruang pagi ini
ditempat favorit aku dan Cicil, sahabatku.
“Yang mana sih, Key?” Cicil
menolehkan kepala dan mengitari pandangannya ke langit biru itu.
Ya, aku biasa menghabiskan akhir
pekanku dengannya. Kadang berkeliling mencari tempat baru yang mempesona, jogging mengitari stadion kota sambil mencuci
mata, atau sekedar berbaring di loteng gedung ini. Di gedung kampus kami dulu, tempat
yang tenang dan belum banyak orang yang tahu.
“Kamu percaya takdir gak, Cil?”
“Percaya! Setiap jalan hidup manusia
itu sudah diatur,Key. Ya itu yang namanya takdir”
“Lalu, apakah semua orang akan
bertemu dengan pasangan sejatinya? Dan bagaimana dengan aku yang bego ini, Cil? Apa penantianku untuk dia
selama ini akan berakhir sia- sia atau berakhir bahagia?”
Cicil
mendekap aku yang mulai terisak, sesak rasanya. Ingatanku kembali berputar ke 3
tahun silam. Saat aku pertama kali bertemu dengannya, sosok pria yang sampai
saat ini masih aku tunggu, dan tak tahu sampai batas mana.
=0=
Siang itu, aku duduk dipelataran
kantin bersama Cicil dan beberapa teman kampus. Tanpa sengaja mataku bertemu
pada sepasang mata lain yang begitu hangat. Dia tersenyum dan menganggukkan
sedikit kepalanya sembari berlalu menuju kelas. Dia santun, manis, dan
menggetarkan.
Aku terdiam sesaat hingga
lamunanku menyadarkan hilangnya aku dalam gerombolan tawa teman- temanku.
“Key, kamu kesambet hah? Daritadi
kita ketawa- tawa kamunya mah diem aja, bengong gitu” sambar Cicil mengganggu
lamunanku.
“Hm
eng..engga papa kok hahaha sori yaa”
=0=
Satu semester ini sudah berapa
puluh kali aku memanjakan mataku bertemu dengan mata yang hangat itu. Aku
membiarkan perkenalan ini berlangsung lama tanpa pernah berucap kata. Hatiku
sudah cukup bahagia tiap kali pertemuan mata itu singgah sesaat, walau beberapa
detik saja.
Aku mengagumi dalam diam. Suaraku tak
bervolume setiap nafasmu teraba oleh pendengaranku. Dari kejauhan kamu sudah
begitu indah, lebih dari cukup. Maka izinkan aku tetap begini, sebagai pengamat
setiamu, mengagumi kehangatan yang Tuhan beri, dimatamu.
=0=
Suatu hari, aku tak sengaja menjatuhkan
dompetku di pintu perpustakaan dan saat aku kembali, sosok lelaki bertubuh
tinggi, putih, dengan alis tebalnya sedang memegang benda itu sambil tersenyum.
Begitu manis.
“Ini punya kamu? Lain kali jangan
teledor gitu kenapa” ujarnya sambil memberikan dompetku.
Aku yang hanya diam tak cukup
kuat melontarkan kata- kata terima kasih atau sebagainya. Ini pertama kalinya
selama satu semester aku mendengar suara pemilik mata hangat itu! Ooh damn, I love it!
Punggungnya perlahan menjauh dan
lamunanku menghilang.
“Mas!
Makasih ya!” teriakku pada sosok yang menjauh itu.
=0=
Sejak
kejadian di pintu perpustakaan itu, malamku menjadi sedikit rumit dari malam
biasanya. Pikiranku berkeliaran entah kemana hingga aku sendiri bingung dengan
yang aku rasa. Yang aku tahu, mata itu bukan hanya hangat, tapi juga suara itu,
sedikit berat namun menenangkan.
=0=
“Hai Key, sini aku bantu” suara
yang tak asing itu terdengar persis di telinga kananku.
“Lain kali kalo parkir itu yang
bener, hobinya kok ngawur”
“Iya mas, aku tadi buru- buru
hehe”
“Key, kamu mau langsung pulang
nih?”
“Iya”
“Temenin aku ke toko buku depan
bisa kan?”
“Anjirrrr! Mimpi apa aku semalem Tuhan…….. “ gumamku dalam hati.
“Baiklah
bos! Sebagai rasa terima kasih yang ntah keberapa kalinya, permintaan anda saya
kabulkan hehe” tawaku langsung sumringah diikuti jempol tangannya yang keluar.
=0=
Rasa nyaman akan membuatmu begitu saja
menuangkan cerita pada seseorang yang bahkan belum pernah kamu kenal sebelumnya.
Bibirmu tak bisa terkatup, terus saja mencuap- cuapkan segala jenis bahan
cerita dan tertawaan hingga kamu lupa bahwa kamu belum mengetahui, namanya.
“Mas, sori nih bukannya sombong
atau gak sopan atau apa ya. Satu pertanyaan penting yang mau aku ajukan buat
mas. Boleh?”
“Oke boleh, apa?”
“Boleh tahu namanya siapa gak
mas? Hahahahha” aku tertawa hingga seluruh badankku terguncang.
“Bego! Kalo mau kenalan gak gini juga caranya dek hahaha Namaku Andre.
Aku aslinya Jakarta. Aslinya sih anak mama, tapi semenjak mamaku meninggal 2
tahun lalu, aku jadi anak kosan di Jogja ini dan kalau pulang sih ya aku
tinggal bertiga doang sama Papa dan adik laki- lakiku. Gimana? Kurang lengkap?
Jangan aja kamu tanya aku angkatan berapa loh ya, malu aku hahaha”
“Iya aku tahu kok, mas angkatan
tua kan? Hahaha”
Sejak
perkenalan itu aku tahu, bahwa Andre adalah sosok yang menyenangkan, mandiri,
dan penyayang. Ya nampak dewasa dan menenangkan. Dia adalah seniorku dikampus,
perbedaan usia kita sekitar 2 tahun. Dan entah kenapa aku merasa telah mengenal
Andre begitu lama, begitu dekat.
=0=
Sejak
saat itu, kampus menjadi lebih mengasyikkan bagiku. Aku, Andre, kantin kampus,
hujan dan segelas cappuccino hangat menemani obrolan kami sore itu, manis.
Semanis itu juga rasa yang Andre titipkan di organ hatiku. Lagi- lagi semesta
keren dengan keajaiban rasanya ya?
=0=
“Mas Andre! Mas!” aku
memanggilnya sembari berlari kecil.
“Eh Keyla, kenapa?”
“Ayuk mas temenin aku yuk nyari
bahan buat laporannya Pak Syueb nih besok dikumpulin, atau mas Andre punya
bahannya mungkin?”
“Yah gak punya nih sori yah,
lagian aku hari ini ada keperluan, Key. Jadi gak bisa nemenin kamu”
Sorot mataku tiba-tiba terlihat
redup. Dan pintarnya dia langsung mengetahui itu.
“Tapi besok aku punya rencana
keluar, ke suatu tempat. Mau ikut?” saut Andre merubah moodku dua kali lipat jadi lebih baik.
“Is it dating huh?” gumamku sambil mengangkat kedua jempol tangan
dan berlari.
“Jemput aku dirumah jam 4 sore
besok dan awas aja kalo telat ya mas! Daaaah”
Terima
kasih semesta yang keren! Senyumku tak hilang hingga esok harinya tiba.
=0=
“Kemana kita? Aku saltum gak sih
ini, mas?”
“Udah gak papa, jeans dan kaos
cukup. Yuk!” dia mengegas motornya dengan kencang dan membawaku ke dunia yang
begitu aku sukai. Dunia imajinasiku yang sedang dibawa berkuda oleh seorang
pangeran tampan. Aaaaaah.
“Sudah sampai, tuan putri”
ujarnya menghapus lamunanku.
“Kebun binatang? Serius ini mas?
Mau ngapain?” balasku ragu.
“Serius
lah, ngapainnya? Lihat aja nanti. Yuk!” dia menarik pergelangan tanganku pelan.
Deg! Aku mau mati!
=0=
Jika tiap lelaki yang pernah
mengajakku dating selalu mengajakku
ke tempat- tempat romantis atau candle light dinner-an. Maka Andre adalah orang
pertama yang membuatku terkesan. Tempat ini tidak terlalu buruk ternyata.
Banyak hal- hal menarik di dalamnya dan membuat ini sungguh berkesan. Mengitari
tempat ini berjam-jam sembari memberi makan hewan- hewan lucu nan menggemaskan.
Duduk- duduk dibawah pohon sembari melontarkan candaan garing. Yah, dia
berhasil meninggalkan kesan yang….mendalam.
“Kamu ngerasa aneh gak kita
ngedate disini, Key?”
“What? He said it’s a date? Huahahhaa. Hm gak lah mas, malah aku
seneeeeng banget. Seumur- umur orang ngedate di kebon binatang ya baru mas ini,
aneh iiih”
“Hahaha tapi suka kan, Key?” dia memicingkan matanya.
Ya, aku
paling tidak bisa menipu diriku yang begitu lemah jika menatap mata hangatnya
itu, dia mengingatku pada papa. Ya, sehangat papa. Setua itukah sosoknya?
Hahahaha
Bersambung...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar