Tentang transisi diri dan naik kelas dalam hal pertanggung jawaban. Iya, kira-kira begitulah kesimpulan tentang perbincanganku tadi malam dengan tante. Hidup itu harus ada prioritas, supaya jalannya terarah, nggak asal ngikutin kemana angin membawa.
Kehidupan pasca kampus ternyata memang lebih asik pun lebih memakan pikiran ketimbang TA dan tugas lainnya. Pertanyaan simpel tapi menohok seperti,
"Kerja dimana sekarang?"
"Nggak pengen cari yang lain?"
"Duh, disana gajinya lebih menjanjikan loh"
Atau...
"Calon gimana calon?"
Gleeeg. Males banget kan mendengar rentetan pertanyaan standar gitu terus-terusan? Et tapi jangan salah, untuk menjawabnya pun perlu persiapan fisik dan mental tahan banting. Elus- elus dada kalau ada yang nimpali tanggapan nggak enak atau respon yang kurang srek di hati. Ya walaupun yang keluar dari mulut cuma,
"Iya, masih belajar."
"Iya, nyari pengalaman dulu."
"Iya, ini masih nyari-nyari informasi."
"Iya, di doain yang terbaik aja."
"Iya, tolong ambilkan pisoooo."
Terkadang ada terlintas pikiran begini, apa aku terlalu dini masuk ke dunia "sadis" ini ya? Di usia 20 tahun harusnya aku masih unyu- unyunya hangout bareng temen-temen, cekakak- cekikik liatin mas-mas cakep sliweran, atau riweuh sama tugas yang bikin kurus kering nggak doyan makan.
Tapi semesta membawaku kepada dunia yang sesungguhnya, ke dunia yang isinya orang- orang ambisius akan hidupnya, di dunia yang persaingannya ada dimana- mana. Dunia yang membuat orang rela melakukan apa saja demi sebuah posisi. Dunia dimana teman bisa menjadi lawan dalam kursi persaingan.
Ya "kekejaman" pertanyaan diatas tadi hanya segelintir tusukan ngejleb yang sudah sering aku rasakan. Ingin sekali menjawab, "Duh, hidup mah selo aja om..tante..masih muda ini, ntar 3 tahunan lagi baru deh mikir yang serius- serius"
Tapi ternyata keinginan dan realita kadang memang nggak sejalan. Hidup itu keras, dan siapa yang kuat ya dialah yang bertahan. Kalau kita berpikir selo tanpa mau mengupayakan pertahanan atau menyerang, ya habislah kita.
Saat dunia ini menuntun kita ke hidup yang sebenarnya, kita pun terbentuk untuk siap dengan segala macam perjuangan untuk maju atau mempertahankan. Ada yang secara otomatis mengendalikan cara berpikir dan tindak- tanduk kita dalam menjalani proses ini. Sadar atau pun tidak.
Berpikir realistis itu sangat penting, karena pilihannya hanya 2, mau maju atau tertinggal. Jika tidak mau tertinggal oleh mimpi orang lain, maka bangunlah kita lebih dulu dan ubah itu semua agar namanya bukan lagi hanya sekedar, mimpi.
Jadi, tidak ada lagi kata "terlalu cepat" dan "belum siap", karena yang ada hanyalah "siap atau pun tidak, sekaranglah saatnya" dan "iya, atau tidak sama sekali".
Jumat, 08 November 2013
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Josss! Mesti banyak belajar dr ante twit yg udab duluan masuk dunia kerja :D
BalasHapusCemunguddd. Kamu belum mengalami apa yang kualami. Hahahahaha...
BalasHapus