Senin, 04 November 2013

Tuan Pendengar



Wahai Tuan yang nantinya akan banyak mendengar celoteh tak pentingku, beruntunglah kamu karena telah menemukan aku yang sesungguhnya.

Aku yang menceritakan hal sesepele mendapatkan baju diskonan, hingga anak ayam di pinggir jalan. Menceritakan kebodohanku kemarin hingga impianku esok hari. Menceritakan dengan penuh semangat tentang duniaku, tentang apa saja yang terlintas tanpa ingat bahwa aku telah mengulangnya. 

Sebuah cerita akan menjadi penting saat kita membaginya pada orang yang penting pula, bukan? Itu artinya, pundakmu sudah kutaruh sebuah kepercayaan besar.

Kepada kamu, Tuan yang dengan senang hati menjadi “telingaku” nantinya, tenang saja aku pun akan menimpali celotehanmu dengan antusias. Memicingkan mata dan tersenyum mengejek saat omonganmu mulai tak masuk akal. Mendengarkan penuh kidmat seraya terkagum dengan cara berpikirmu. Menjadi terlihat bodoh saat kamu yang berapi- api bercerita tentang ilmu yang kamu kuasai. Tertawa terbahak saat lelucon garingmu mulai mengisi obrolan. Dan tentu saja menjadi tempat kamu berkeluh saat letihmu mulai menggunung.

Berbicara dengan yang tidak tertarik pada kita secara pribadi terkadang menjadikan mulut enggan berucap, terkunci rapat, dan malas untuk berbagi. Karena diam bukanlah disebabkan habisnya bahan obrolan, melainkan lelah untuk tidak dihiraukan.

Maka Tuan yang baik hati, terima kasih jika nantinya berkenan hadir dan lekas persiapkanlah telinga itu untuk segala ketidakpentingan ini, ya?



Kantor, menuju jam makan siang

1 komentar :