Senin, 25 November 2013

An Unsend Letter

Salam hormat,
 
Berikut adalah list guru-guru paling memorable sepanjang sejarah persekolahan saya. Disini pun ada beberapa pengakuan dosa beserta permohonan maaf kepada beliau- beliau yang sangat luar biasa.

Ibu Rat. Walikelas jaman TK. Saya suka sekali diajar oleh beliau. Selain baik, sabar, penyayang, beliau juga hobi membagi-bagikan permen di kelas. Sosok guru formal pertama yang membuat saya mengerti dan menyukai sekolah.

Ibu Gultom. Guru berdarah batak jaman SD. Mungkin beliau terkesan galak, senjatanya jaman dulu itu penggaris kayu panjang dan penghapus papan tulis hitam. Setiap murid pasti siaga 1 saat kelas beliau akan dimulai, bersiap maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal. Namun saat hatinya sudah "nyantol" di kamu, dijamin baik banget.

Pak Charles. Guru Fisika jaman SMP. Guru killer yang hobi memanggil semua murid perempuan "gadis" kecuali saya, "tiwit" dan kata khas dari beliau yang tidak pernah saya lupa hingga akhir hayatnya adalah kata "trondol". Bapak yang satu ini sangat pintar memodifikasi  rumus Fisika menjadi sesuatu yang lebih gampang untuk diingat murid- muridnya. Salah satu metode yang sampai saat ini masih melekat di saya adalah metode "cucuk cabut". Akh, how i miss your class, Sir.

Pak Suyoko, guru Bahasa Indonesia SMA yang tidak pernah marah. Saya adalah salah satu murid beliau yang selalu terlambat masuk ke kelas dengan memanfaatkan jam solat dzuhur. Berlama- lama di masjid, gojek- gojek nggak jelas atau mampir ke kantin hanya karena malas belajar Bahasa Indonesia. Bagi saya kala itu, pelajaran Bahasa Indonesia bukanlah mata pelajaran penting dan bisa dijamin kelulusannya selagi kita sudah bisa membaca dan menulis. Namun saya salah, nilai ujian Bahasa Indonesia saya tidak pernah sempurna, bahkan untuk mendapatkan nilai 7 saja itu sudah beruntung. Bahasa Indonesia bagi saya adalah mata pelajaran gaib. Dari kelima options jawaban, semuanya mendekati benar. Dan saya ingin meminta maaf sudah berlaku demikian, Pak. Saya sudah terkesan menyepelekan pelajaran dan kelas Bapak kala itu.

Pak Tarigan, guru Kimia yang berhati malaikat di jaman SMA. Saya tidak tahu hati Bapak terbuat dari apa sampai- sampai bisa begitu baik dan sabar menghadapi kelakuan murid- murid yang menurut saya (saat ini) sangatlah tidak patut dicontoh. Iya Pak, seperti yang pernah saya dan teman-teman lakukan. Sepanjang pelajaran, suara kupasan kulit kuaci pasti selalu terdengar dari tiap sudut kelas. Atau membuka salon di barisan kursi belakang saat bapak sedang mengajar di depan kelas, masyaallah saya khilaf pernah menjadi salah satu pelanggan salonnya Difa kala itu. Tapi apa pernah bapak marah? Tidak. Apa pernah Bapak tidak meluluskan kami? Tidak. Apa pernah Bapak terlihat bermalas- malasan mengajar kami? Tidak.
 
Pak Rustam, guru Matematika kelas 2 SMA. Julukan yang menempel pada Bapak selama saya bersekolah, membuat saya teringat Bapak saat menulis surat ini. Pun saat kelas sedang mengadakan perang kertas di jam pelajaran, tergambar jelas betapa puasnya saya dan teman- teman kala itu. Saya rasa bapak pasti tahu kan? Atau pura- pura tidak tahu? Atau mungkin memang tidak tahu? Hm, tapi Bapak tetap saja menghadap ke papan tulis, mengukir rumus Matematika dengan penuh semangat. Hah :(

Ibu Hikmah Rais, guru Matematika terkiller semasa SMA. Ibu yang kala itu sudah sangat berumur, 2 tahun sebelum masa pensiun jika tidak salah, masih bersemangat membagi ilmu. Ibu tahu? Tiap masuk ke kelas Ibu,  jantung saya selalu berdetak lebih cepat dari biasanya. Satu hal yang selalu saya ingat tentang peraturan di kelas saat itu, rambut seluruh murid perempuan haruslah selalu terikat jika tidak mau mendapatkan masalah. Walaupun dulu saya sempat bermasalah (sedikit) dan sempat merasakan “penghapus terbang” dari Ibu, namun Ibu tetaplah guru Matematika favorit saya.

Guru. Sebuah kata yang menggambarkan kehebatan, kesabaran dan ketulusan. Kenapa? Entah saya sudah terlanjur salut dengan mereka yang memilih profesi sebagai seorang guru. Tidak semua orang mau menjadi guru. Tidak semua orang mampu mentransfer ilmu kepada orang lain. Tidak semua orang mau menghabiskan hidupnya untuk membuat anak orang lain pintar. Ya, tidak semua orang bisa menjadi guru. Maka tidak salah kan jika saya mengagungkan profesi seorang guru?

Jika di masa lalu saya berlaku kurang baik, semuanya hanyalah kekhilafan semata, Pak, Bu. Dan saat ini saya merindukan celoteh kalian di depan kelas, yang kadang terselip doa dan semangat, yang terkadang mengandung unsur pembelajaran hidup. Terima kasih untuk semuanya. Tunggu kabar baik dari saya selanjutnya, ya. Selamat Hari Guru!
   


Yogyakarta, 25 November 2013
Salam rindu dari tanah rantau.

6 komentar :

  1. Hhaha :D . salon difa sekarang masih buka gag yaah? :D

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. halo partner in crimeeeee. inget kejadian itu? gara-gara ngobrol sama kamu ya dapet hadiah penghapus terbanglah kita :3

      Hapus
  3. Duh, mesti ini alumni SMA 5 Bengkulu dan SMP N 1 Bengkulu juga ya???

    BalasHapus