Minggu, 15 Desember 2013

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

"...orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tau lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”

Tania. Gadis 11 tahun yang sehari-hari mengamen dari bus ke bus bersama Adiknya, Dede. Rumah kardus menjadi tempat tinggal mereka bersama Ibu yang sakit-sakitan, semenjak Ayah mereka meninggal 3 tahun lalu.

Hidup mereka berubah drastis semenjak bertemu dengan kakak malaikat yang baik hati, Danar. Usianya sekitar 20-an. Seorang karyawan yang tidak memiliki keluarga.

Tania dan Dede pun kembali merasakan bangku sekolah, ibu diberikan modal untuk membuka usaha, dan mereka bertiga tidak lagi tinggal dirumah kardus.

Hidup Tania dan Dede semakin berat saat ibu harus pergi meninggalkan mereka seperti ayah, lengkap sudah mereka menjadi yatim piatu diusia yang masih sangat kecil. Namun malaikat mereka masih setia menemani, masih selalu ada untuk mereka berdua.

Berawal dari kekaguman seorang anak kecil, muncul perasaan aneh yang tidak pernah dimengerti Tania hingga ia merampungkan sekolah tingkat SMP-nya di Singapura dan saat kehadiran Ratna, kekasih Danar yang selalu membuatnya tidak suka.

Novel ini lebih menceritakan konflik batin Tania yang tidak pernah bisa mengungkapkan isi hatinya pada Danar. Seorang gadis cilik yang mencintai malaikat keluarganya, yang usianya terpaut 14 tahun. Tania berupaya menjadi gadis cantik, pintar dan pantas untuk Danar nantinya. Dan memang dia berhasil mengubah dirinya yang dulu hanyalah seorang gadis jalanan dekil, kini menjadi gadis yang lebih matang setelah menjadi lulusan terbaik di SMA Singapura dan menjadi incaran para lelaki. Namun tetap saja, Tania tidak bisa mengubah status kakak-adiknya bersama Danar.

Hingga Danar dan Ratna akhirnya menikah, hingga muncul konflik pada keluarga baru Danar, hingga akhirnya Tania tahu bahwa Danar juga memiliki perasaan yang sama padanya sejak dulu. Hingga semuanya jelas dan berakhir dengan keilkhlasan, mereka tetap tidak bisa bersama.

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
 
Ending yang menyedihkan, tapi manis karena tidak terkesan memaksa. Bahwa cinta tidak harus memiliki, bahwa kita tidak boleh kalah oleh perasaan, bahwa kesakitan haruslah diimbangi dengan kesuksesan. Apik!
 
Novel dengan tebal 264 halaman ini memang menggunakan bahasa yang lebih ringan dan sederhana dari karya-karya Tere Liye lainnya. Walaupun ceritanya terkesan drama sekali, tetapi dia mampu menarik pembaca untuk terus menyelami teka-teki yang dia buat ditiap bab-nya. Keceh!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar