Harusnya kita sudah terlatih menangani masalah hati. Sudah
banyak makan asam garam, bisa dibilang begitu. Tapi kenapa masih saja berkeluh
tentang kehilangan?
Harusnya yang terdahulu bisa dijadikan pelajaran, agar saat
jatuh seperti ini tidak terlalu terasa sakit. Tapi kenapa tetap sama saja?
Harusnya...harusnya kita tahu bahwa hati tidak bisa dipaksakan. Sekuat
dan sekeras apapun kita sudah melatih hati, hati tetap saja hati. Gumpalan perasaan
tak berlogika jika sedang terluka. Jika sedang sakit. Biarkan hati menjalankan
tugasnya seperti biasa. Merasakan sakit, seperti yang sudah-sudah.
Tapi hati jangan dibiarkan selemah kapas yang tertiup angin, datangkan logika saat waktu belum juga bisa memberi jawaban. Karena hati tanpa logika sama saja dengan membunuh diri dengan kekonyolan. Biarkan hati berteman dengan logika, supaya dia tidak hanya merasakan, tapi juga mampu memikirkan. Supaya logika tidak terlalu egois, tapi juga bisa melankolis. Supaya mereka bisa saling melengkapi, bisa saling menopang dan tidak timpang.
"Halo, aku Hati"
"Halo Hati, aku Logika" mereka berdua berjabat tangan dan mulai berjalan beriringan.
Tapi hati jangan dibiarkan selemah kapas yang tertiup angin, datangkan logika saat waktu belum juga bisa memberi jawaban. Karena hati tanpa logika sama saja dengan membunuh diri dengan kekonyolan. Biarkan hati berteman dengan logika, supaya dia tidak hanya merasakan, tapi juga mampu memikirkan. Supaya logika tidak terlalu egois, tapi juga bisa melankolis. Supaya mereka bisa saling melengkapi, bisa saling menopang dan tidak timpang.
"Halo, aku Hati"
"Halo Hati, aku Logika" mereka berdua berjabat tangan dan mulai berjalan beriringan.
-ditulis saat patah hati, ditolak mentah-mentah oleh mimpi.
apapun ini, SEMANGAT tuwit :3
BalasHapushuaaaaaaiyaaawatcaaaa :D
Hapus