Saat kamu berani
meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang
lebih baik. Bahkan di luar dugaanmu.
Pagi itu, seorang gadis berkacamata, berkemeja dengan jilbab
senada, dan celana bahannya, datang ke kantor untuk menjalani masa percobaan kerja sebagai
seorang publicis. Mukanya rada sengak, banyak tanya dan sok kenal sok dekat.
Waktu itu, aku memang berada di barisan paling depan di kantor, jadi mau tidak
mau aku lah yang menjadi target bertanyanya seorang anak baru.
Bla- bla-bla singkat hari itu, membuatku menarik kesimpulan
bahwa teman baru yang akan duduk disebelahku selama jam kerja mulai besok adalah
orang yang talkative. Ternyata aku sedikit keliru, dia bukan hanya talkative
tapi juga sedikit freak untuk beberapa hal. Maksudku, banyak hal- hal sepele
yang menurutku tidaklah penting, tapi malah dibahas habis- habisan olehnya.
Masalah kesehatan, kebersihan, bahkan sesepele meletakkan barang pada tempat
semestinya. Sungguh, hal remeh- temeh yang dibesar- besarkan adalah hal yang
paling tidak aku sukai.
Hari, minggu, bulan berganti tanpa terasa. 8 jam sehari, waktuku habis untuk berinteraksi dengan manusia aneh tadi. Manusia yang kadang
suka semaunya sendiri, manusia yang menjadi teman beradu argumen, manusia yang
kalau bicara tidak bisa santai. Manusia yang membuat panggilan seenaknya
untukku. Manusia tertidak konsisten yang pernah aku temui. Manusia perasa yang
sukanya mendramatisir. Manusia yang cerita hidupnya tidak terlalu jauh berbeda
dariku. Manusia yang ternyata pemikirannya sejalan denganku. Manusia yang proses
hidupnya aku saksikan dengan jelas. Manusia yang sangat terbuka perihal apapun.
Manusia yang mengajakku menjadi orang yang lebih baik. Dan akhirnya aku tahu,
dia adalah manusia yang dihadirkan Allah untuk menjadi bahan pembelajaran nyata
bagiku.
Proses perubahan diri yang dia lakukan, perlahan tapi pasti,
aku saksikan. Mengganti atribut percelanaan menjadi rok-kers. Mulai menggunakan
kaos kaki. Membaca buku- buku islami. Belajar sholat tepat waktu dan dhuha di
pagi hari. Menjulurkan jilbab sesuai dengan yang syar’i. Menghilangkan kegalauan dan kekecewaan dari lelaki. Bahkan akhirnya, cara dia
menitipkan hati pada Sang Pemilik Hati. Allahuakbar, Ndut. Kadang aku masih
suka merinding mengingat itu semua.
Mungkin memang belum berpuluh- puluh tahun kita saling kenal.
Mungkin juga tidak semua tentang kamu aku tahu persis. Bahkan urusan hati
manusia, siapa sih yang bisa tahu dengan benar kecuali kita dan Allah Sang Maha
Kuasa?
Tapi paling tidak, separuh dari proses besar dalam hidupmu aku
saksikan dengan nyata, Ndut. Betapa Allah Maha segalanya. Betapa kita, manusia
tidaklah punya daya apa- apa. Bahwa keyakinan ditambah dengan niatan dan usaha
yang nyata, akan membawa kita pada jalan-Nya. Saat kita benar- benar berpasrah
diri, Allah akan mengangkat kita ke tempat yang luar biasa indahnya.
Hari ini, aku menyaksikan kekuasaan Allah yang mengharukan.
Janji Allah kepada hamba-Nya yang benar- benar meminta. Mimpimu di tahun ini,
akhirnya terwujud. Hari besarmu, Ndut. Hari yang kamu tunggu kedatangannya,
hari dimana lelaki pilihan Allah itu datang untuk menjadikanmu seorang istri.
Hari baru yang akan menaikkan derajat keimananmu. Hari dimana setengah dari
agamamu sudah terpenuhi. Hari sakral yang Insya Allah sekali seumur hidupmu.
Hari dimana malaikat menyaksikan janji suci antara suamimu dengan Allah Sang
Maha Romantis.
Hari ini, aku datang dengan bahagia yang luar biasa. Hari ini,
aku menangis untuk sebuah rasa syukur dan takjub yang tidak terkira, Ndut.
Semoga Allah melimpahkan keberkahan dalam keluarga barumu.
Semoga kamu dan Mas
Eko menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Semoga aku segera
mendapat kabar gembira lainnya dari kalian. Aamiin.
Happy wedding, Ndut. I’m happy for youuuuu.
-Yogya, 12 September 2015-