Rabu, 25 Maret 2015

Setiap Hari Bersama Papa

Dua hari yang lalu entah kenapa aku antusias sekali menyambangi toko buku demi sebuah novel yang sebenarnya sudah cukup lama masuk ke listku untuk dibeli. Judulnya, Sabtu Bersama Bapak. Dari judulnya saja sudah cukup terlihat kan pembahasannya soal apa?

Aku banyak melihat di twitter dan blog teman- teman yang mereview novel ini. Bagus sepertinya. Dan aku memang menyukai tema- tema keluarga yang dibumbui motivasi dan inspirasi kehidupan seperti ini. Ah benar saja, sungguh tidak menyesal membelinya dan ternyata aku seperti bercermin saat membaca novel ini.

Bercerita tentang sebuah keluarga yang terdiri dari ibu dan 2 orang anak yang ditinggal sang bapak selama- lamanya. Tentang persiapan yang sudah dipersiapkan si bapak untuk istri dan anak- anaknya, tentang kehebatan seorang ibu, tentang bagaimana menjadi orang tua, tentang istri dan suami yang baik, tentang anak yang berbakti, tentang pencapaian mimpi, tentang menemukan jodoh. Paket lengkap yang cocok dibaca untuk semua kalangan.

Di novel ini diceritakan tentang bapak yang meninggal karena sakit kanker, tapi bagi keluarganya dia tidaklah seutuhnya meninggalkan mereka. Si bapak sudah mempersiapkan "perbekalan" untuk keluarganya secara mental dan financial, and that's what my papa did.

Si bapak membuat sebuah project berupa kumpulan video yang berisi wejangan dan nilai- nilai kehidupan untuk anak- anaknya. Si bapak ingin, jika suatu saat nanti dia meninggal, anak- anaknya tetap mengenal sosoknya dan tetap bisa belajar darinya.

Novel ini bisa dikatakan "aku banget". Ada beberapa bagian yang feelnya bisa aku rasakan. Dari cara pandangnya soal kehidupan pun bisa dibilang satu aliran. Aku suka. Yap, rasanya aku sungguh bersyukur dan bahagia menjadi aku. Menjadi anak Mama dan Papa serta menjadi saudara bagi Mas dan Adek. Entah sebelumnya Papa memang sudah punya firasat atau bagaimana, tapi berpulangnya beliau dengan meninggalkan rumah yang baru saja selesai, asuransi pendidikan dan kesehatan serta uang bulanan untuk kami, rasa- rasanya memberikan kesan bahwa Papa memang tidak pernah pergi. Bahwa kami, tidak sepenuhnya kehilangan.

Raganya mungkin memang tidak disini, tapi semua hal yang kami butuhkan benar- benar ada dan sudah dipersiapkan. Memang tidak berlebih, tapi alhamdulillah juga tidak kekurangan selama 18 tahun ini. Paling tidak, kami sekeluarga tidak menjadi beban orang lain. Dan kurasa inilah yang ingin Papa tanamkan.

Kami, anak- anaknya pun tetap bisa merasakan kasih sayang seorang ibu secara penuh, tanpa harus ditinggal kemana- mana dan dititipkan ke tetangga. Maksudku, peran Mama tetaplah utuh untuk kami, mungkin begitulah maunya Papa. Bahwa pendidikan terbaik anak- anak adalah dari ibunya. Kurasa, laki- laki memang seharusnya begitu, penuh perencanaan dan bertanggung jawab.

I adore you. Really i do. You're the first man that i fall in love with. And i hope that my daughter will say the same things to her dad. Sejauh apa pun raga terpisah, yang namanya jiwa akan selalu hadir disini, bersama kami, setiap hari. Thank you for loving my mom, teaching me about life and become a man that I called Papa.




Pukul 22:45, (masih) Jogja, 25 Maret 2015

Tidak ada komentar :

Posting Komentar