Kemarin sore aku mengunjungi Mbah Kakung di Rejowinangun, memang sudah
hampir sebulan ini aku tidak kesana. Entah aku yang sok sibuk atau memang lupa
pada kewajiban (eh ngga ding).
Wajah Mbah Kakung nampak ceria saat aku datang menghampiri beliau yang
sedang duduk di kursi goyang favoritnya . Kuraih tangannya, kucium dan
kurasakan genggaman itu agak lama dan terasa hangat sekali. Dia merindu,
pikirku.
Kutemani beliau duduk dengan secangkir teh hangat, obrolan dimulai dari “seko endi, nduk?” dan berlanjut hingga cerita
hidup beliau di masa revolusi, saat bekerja di angkatan laut, masa pencarian Ibunya,
saat jatuh bangunnya mencari pekerjaan baru, masa sulit beliau bekerja
dengan Belanda, saat pertemuannya dengan Mbah Putri, saat masa kerja hingga
pensiunnya di Pertamina, dan masa tuanya saat ini.
Memang bukan kali pertama ini beliau bercerita tentang sejarah hidupnya. Aku
pun sudah bisa menebak lanjutan cerita itu, namun aku tak tega memotong
ceritanya, beliau sedang bersemangat. Aku hanya bisa tersenyum, sesekali
menimpali, atau hanya merespon “iya ya
Mbah?” dengan antusias.
Kuperhatikan wajahnya, keriput-keriput hingga matanya yang agak kebiruan itu.
Mbah Kakung menerawang jauh ke arah jendela, inilah yang beliau lihat setiap
harinya. Kendaraan lalu lalang, orang-orang pabrik yang pergi dan pulang, juga
langit senja yang menguning, cantik. Tapi kebanyakan hanya dinikmatinya sendiri,
pasti sepi, batinku.
Menjadi tua dan merasa sepi itu pasti, pasti kita alami nanti. Satu persatu
anak dan cucu mempunyai hidupnya sendiri dan kita tetap disini, menunggu mereka
menghampiri. Dan kulihat beliau tampak bahagia sore itu, ya aku pun. Disaat bisa
berbagi cerita atau minimal didengarkan saja, arti bahagia
yang sederhana itu sudah terdefinisikan.
Senja bersama Mbah Kakung kemarin, membuat aku berpikir untuk sebisa mungkin
tetap menjadi telinga baginya. Ya namanya juga orang tua, bukan buah tangan yang
aneh- aneh harapan mereka, cukup kunjungan rutin. Bukan iming- iming uang yang berlimpah,
cukup berikan mereka waktu.
Yap, momen menjadi pendengar adalah momen yang selalu mengasyikan. Suatu hari nanti, aku pun akan berada diposisi Mbah Kakung saat ini, dan cucuku
sedang menuliskannya dengan bangga. Hihi
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Nice.. :)
BalasHapusKereeeeen Wi... jadi kangen juga sama Mbah Kakungku :')
BalasHapus