Selasa, 01 April 2014

Satu Tahun Menata Jiwa

Hari ini tepat satu tahun yang lalu aku masuk ke Sekolah Tata Jiwa. Apa itu? Kata Mbak Fatkah, kantor ini adalah sekolah yang isinya adalah orang- orang sakit jiwa, maka dari itu disebut Sekolah Tata Jiwa hahaha dan sekolah adalah tempatnya belajar, kan? Itu artinya sudah satu tahun ini aku belajar bersama orang- orang sakit jiwa seperti mereka. Tapi sakit jiwa disini dalam artian positif ya :p

Disini aku menemukan keluarga, mereka yang bekerja bukan karena ambisi untuk menjadi nomor satu dan menjatuhkan yang lainnya. Disini aku benar- benar belajar dari nol tentang dunia kerja itu seperti apa.

Sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bekerja di Penerbitan. Ketertarikanku pada dunia tulis- menulis itu bisa dibilang sama sekali tidak ada, awalnya. Boro- boro menulis, membaca saja aku ogah- ogahan.



Sampai akhirnya aku disini, berada di lingkungan yang setiap hari berurusan dengan naskah mentah sampai menjadi buku, sedikit demi sedikit memunculkan minatku pada membaca dan menulis. Dimulai dari hobi meminjam buku- buku kantor untuk dibaca di rumah, aktif ngeblog, sampai kecanduan membeli buku (padahal dulu lebih prefer beli baju hahahaha).

Benar sekali pepatah yang satu ini, “Ketika berteman dengan penjual minyak wangi, maka aroma wewangian itu akan menempel dan berbekas pada diri kita.” Dan saat aku dikelilingi mereka yang memiliki minat di dunia literasi, aku pun kecipratan.

Contohnya blog ini deh yang sebenarnya sudah ada sejak Januari 2012 dan sempat tidak terurus untuk beberapa waktu. Awal dibuat sih hanya untuk tempat sampah pasca putus cinta saja, tapi semenjak bekerja disini, blogku jadi aktif. Menulis malah menjadi hal yang menyenangkan. Menulis berubah menjadi candu. Menulis adalah obat saat hati dan jiwa sedang sakit. Menulis adalah wadah untuk berbagi kebahagiaan. Menulis menjadi teman yang asyik.

Yap, aku bersyukur bisa mendapatkan hal positif dari proses belajar ini, walaupun terkadang rasa bosan dan keinginan untuk berhenti datang. Tapi entah kenapa Tuhan selalu saja mengurungkan niatku itu melalui cara- cara-Nya.

Pernah suatu ketika aku mendapatkan cerita dari seorang teman yang bekerja di salah satu hotel besar di Jakarta. Gajinya mungkin bisa 3-5 kali lipat dari yang kuterima saat ini, dan mungkin kehidupannya terlihat lebih menjanjikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku pun sempat iri dengan yang ia dapatkan, tapi saat ia bercerita dan mengeluhkan ini itu di tempat kerjanya, aku malah balik bertanya pada diri sendiri, "kok aku nggak ngerasa gitu ya?" Lalu, "bagaiamana jika aku yang berada di posisinya. Apa bisa?"

Bekerja dengan penuh tekanan dari atasan, jam kerja bisa diatas jam 2 malam (karena di perhotelan), tidak pernah bisa pulang ontime, waktu libur yang hanya 1 minggu sehari itupun hari Minggu terkadang masih bekerja, teman- teman yang individual tidak saling peduli, dan masih banyak keluhan lainnya yang membuatnya tidak betah di sana padahal belum ada setengah tahun bekerja.

Aku hanya bisa bengong sambil membayangkan cara kerjanya yang seperti itu. Ternyata apa yang aku lakukan saat ini belum ada apa- apanya, dan jauh dari level “boleh mengeluh”. Astagfirullahal’azim, lagi- lagi harusnya aku bersyukur.

Kesimpulan yang bisa kuambil, bahwa kenyamanan dalam bekerja itu sangat penting dan bagi tiap orang tentunya berbeda- beda. Entah itu nyaman dari sudut pandang mana, paling tidak kita harus menemukan 1 alasan dari segala aspek yang ada. Entah itu pekerjaannya, sallary-nya, orang- orangnya, lingkungannya, atau hal lainnya.

Mencari alasan untuk itu ternyata tidak begitu sulit bagiku. Disini, aku jadi melek tentang pentingnya membaca. Disini aku jadi hobi menulis. Disini aku jadi punya mimpi untuk membuat buku. Disini aku jadi punya bayangan harus aku apakan anakku nantinya (bakal aku cekokin bacaan hahaha). Disini aku belum pernah merasa tertekan atau apalah seperti yang temanku ceritakan. Iya, disini aku menemukan kenyamanan itu, mungkin?

Tapi rasa nyaman juga jangan sampai membuat terlena, takutnya malah stuck dan lupa kalau hidup itu harus terus bertumbuh, kan?

Sebelum sembuh dari sakit jiwa, sebelum akhirnya tahu kapan harus lulus, tidak ada salahnya jika belajar sebanyak- banyaknya, kan?

Yap, selamat menikmati dan selamat belajar! Satu tahun itu terasa singkat ya :')

1 komentar :