Senin, 07 Agustus 2017

Sudah Baikkah Kita Sebagai Anak?

Setiap kita adalah seorang anak. Kita terlahir dari seorang ibu terhebat dan keluarga terbaik yang sudah Allah titipkan. Tapi pernah tidak kita berpikir, apakah kita sudah baik menjadi seorang anak?

Selama ini, kelihatannya orang tualah yang terkesan selalu dituntut. Anak harus baik, anak harus mendapat pendidikan yang layak, kebutuhan anak juga harus terpenuhi, belum lagi keinginan anak yang kadang diluar nalar juga harus dipikirkan dan diupayakan.

Tapi, pernahkah kita balik bertanya pada diri sendiri. Apakah kita sudah layak untuk diperjuangkan? Apakah kita sudah memberikan kontribusi baik pada orang tua kita? Apakah setimpal yang kita perbuat ke mereka, dengan apa yang kita terima selama ini?

Suatu malam, aku pernah terbersit sesuatu. Sesuatu yang sangat menyakitkan, sehingga membuat aku merasa begitu tidak berguna. Di malam ulang tahun Papa, aku berdoa pada Allah, untuk memohon ampunan pada-Nya atas segala dosa-dosa Papa selama di dunia, untuk dapat diterima segala amal ibadahnya selama hidup, untuk dapat diterangkan dan dilapangkan kuburnya.

Dan sekian detik kemudian, aku menangis sejadi- jadinya bukan karena merindukan sosok Papa. Tapi, perihal apakah aku sudah menjadi anak yang dulu diharapkan orang tuaku, Papa khususnya? Apakah aku malah akan menjadi pemberat orang tuaku saat mereka dihisab nanti? Apakah selama mereka hidup, aku sudah membahagiakan mereka? Apakah perkataan dan perbuatanku sudah menyakiti mereka? Apakah dosa-dosa yang aku perbuat selama ini, akan benar- benar ditanggung mereka di akhirat? Apakah aku sudah benar-benar ikhlas mendoakan mereka disetiap sujudku? Apakah nantinya, pertanggung jawaban mereka atas aku yang mereka didik di dunia ini akan membawa mereka ke surga atau sebaliknya?

Pertanyaan- pertanyaan tadi berkeliaran hebat dikepala. Ternyata, bukan hanya menjadi orang tua sajalah yang berat. Menjadi anak pun, sebenarnya ada kewajiban- kewajiban yang kadang kita anggap remeh. Menjadi seorang anak pun, ada beban yang kita emban, dan itu besar pengaruhnya pada hidup seseorang di akhirat sana.

Nyatanya, doa seorang anak pada orang tuanya lah yang menjadi amalan yang tak putus. Jika kita sebagai anak saja seringkali lupa, bahkan terkadang terlalu menganggap remeh peran kita ini, bagaimana kabar orang tua kita?

Benar jika dikatakan, anak adalah investasi orang tuanya di masa depan. Secara harafiah, mungkin kita menangkapnya adalah anak haruslah disekolahkan setinggi- tingginya supaya mendapat pekerjaan yang lebih layak dari orang tuanya, dapat memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya, yang nantinya akan mengangkat derajat orang tuanya.

Namun, jika ditilik lebih dalam, investasi masa depan yang dimaksud mungkin adalah masa dimana mereka sudah tidak ada lagi di dunia, maka akan ada amalan yang tak penah putus dari anak-anaknya. Mereka bisa benar- benar merasakan ketenangan dan kebahagiaan di sana, karena doa yang tulus untuk mereka. Doa- doa tadi bagaikan asupan makanan yang membuat mereka "kenyang" dan terlepas dari "dahaga".

Lalu, baik yang seperti apa yang benar- benar diharapkan kepada kita? Harapan semua orang tua (pun kita yang nantinya akan menjadi orang tua) hanyalah, memiliki anak yang benar- benar bisa menjadi investasi masa depan bagi mereka, yang tidak akan pernah melupakan mereka, walau nantinya raga sudah tidak lagi ada.

ALLOHUMMAGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WAR HAMHUMAA KAMA RABBAYAANII SHAGIIRAA




*lagi-lagi self reminder untuk diri, yang kadang seringkali menganggap remeh perihal mendoakan*



2 komentar :

  1. Semoga Dek Twit menjadi anak sholihahnya papa dan mama. Amin ya rabbal alamin

    BalasHapus