Di hari kepulanganku mudik dari Palembang kemarin, 2 hari berturut- turut Allah seperti mengetuk pintu hati yang lagi keras-kerasnya. Benar ternyata, dari perjalanan kita bisa menemukan sesuatu yang tidak kita temukan saat kita berdiam diri di rumah.
Sesampai di bandara Jogja, aku sengaja tidak mau dijemput orang rumah dan lebih memilih taksi online. Mengingat beberapa waktu lalu, Jogja sempat ramai- ramai diberitakan adanya perlakuan kurang baik yang dilakukan oknum taksi bandara kepada pengemudi taksi online, aku jadi penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah pesan, benar saja. Bapak pengemudi taksi online tadi tidak berani masuk ke kawasan bandara dengan alasan di atas. Akhirnya, aku sepakat pesan di jalan besar dengan konsekuensi berjalan kaki terlebih dahulu.
Setelah ketemu si bapak, aku langsung disapa dengan senyum sumringah tapi khawatir- khawatir cemas. Ternyata si bapak sembari mengawasi sekitar, dan langsung tancap gas. Sebut saja si bapak ini Pak X. Usianya masih di kisaran 30 akhir atau 40an awal.
Sepanjang perjalanan, Pak X bercerita perihal kegamangannya dengan sistem online yang ada. Di satu sisi, Pak X tidak mau mengambil resiko seperti rekannya terdahulu yang sempat dianggap 'menikung' oknum bandara, tapi disisi lain Pak X juga harus menjaga kinerjanya.
"Kalau saya tolak penumpang, kinerja saya jelek. Saya nggak tolak, nanti saya kena. Bingung to Mbak?"
Kudengarkan keluhan Pak X dengan seksama, diselingi "oooh" dan "yaampun, ya tho Pak?" yang entah sudah berapa kali.
Salah satu curhatan Pak X yang mengena di aku adalah saat beliau bercerita seringkali mendapat orderan fiktif atau sering kali dianggap remeh oleh konsumen. Sehari saja, Pak X bisa sampai 7 kali mendapat orderan fiktif. Saat menerima orderan dan menghubungi konsumen, tahu-tahu nomernya tidak bisa dihubungi padahal status pesanan masih menggantung. Kalau si bapak cancel, kinerja beliau jelek. Kalau dilanjutkan, kok ya kayak diphp-in. Ya begitulah mungkin perasaan Pak X, antara sedih, gemas dan nerimo.
"Kita kan yang butuh mereka ya Mbak kesannya?"
"Ndak lah Pak, kan saya juga butuh bapak."
"Padahal belum lagi nanti kalau sudah dijemput nih Mbak, nungguinnya bisa ada yg sampai sejam loh. Ditinggal nanti salah, ditunggu kok ya kebangetan. Kadang gak pada paham yo Mbak, nek kita di jalan itu udah macet-macetan, nyusu-nyusu takut kelamaan, ninggali anak istri, kadang lupa makan. Eh sampe lokasi ternyata masih santai-santai, diprenguti lagi. Ya, raja tetaplah raja tho Mbak? Tapi insyaAllah saya ndak papa, kan niatan saya bikin pelanggan seneng, saya kebagian dapet pahala juga tho."
Aaaak rasanya pengen pukpuk si bapak huhu.
Banyak cerita Pak X yang membuatku geleng-geleng kepala, si bapak antara curhat, ngeluarin unek-unek atau sekedar mencairkan suasana.
Pernah juga saat musim lebaran, konsumen Pak X kali ini anak-anak remaja yang jumlahnya 9 orang. Bayangkan bagaimana mereka segambreng impil-impilan di dalam mobil beliau kan?
"Itu saja saya hampir di cancel loh mbak, gara-gara kelamaan katanya. Padahal mbak tahu sendiri tho nek lebaran, jogja ini macetnya kayak apa. Akhirnya pas sampe lokasi, ya saya terima omelan lah tapi alhamdulillah tetep pada naik."
"Bapak stok sabarnya banyak ya."
"Alhamdulillah Mbak, tapi kan yang nyenengin juga banyak loh Mbak. Tergantung bejo nya kita hari itu ketemu penumpang yang gimana. Lucu lah mbak pokoknya."
Aku menghela nafas panjang, kadang hal remeh temeh bagi kita adalah hal besar bagi sebagian orang di luar sana ya memang.
Sesampai di rumah setelah hampir 40 menitan kita ngalor ngidul, Pak X tidak langsung tancap gas. Beliau menutup pertemuan yang sweet ini dengan ucapan terima kasih yang jleb.
"Maaf ya Mbak saya sudah curhat panjang lebar dan bersemangat. Terima kasih Mbak sudah mau dengerin, kadang saya bingung mau ceritanya ke siapa. Ambil yang baiknya, yang jeleknya dibuang aja ya Mbak. Jangan lupa bintangnya!"
"Haha siap Pak. Hati-hati di jalan dan terima kasih untuk pelajarannya ya Pak!"
Tidak berhenti disitu. Esok harinya, sehabis perjalanan super kilat pasca rewang-rewang di seberang pulau, aku datang ke tempat pijat refleksi langganan. Kali ini aku dibantu Mbak Y, sebut saja begitu. Mbak Y ini terapis yang berhijab, baru kali ini sih aku kebagian si mbaknya.
Seperti biasa, 90 menit ke depan aku lebih memilih cerita ngalor ngidul sama si Mbak ketimbang tidur. Dan benar saja, lagi-lagi Allah kasih pelajaran lewat Mbak Y ini. Beliau ini aslinya dari jawa barat, merantau ke jogja karena mau move on pasca dikhianati mantan suaminya.
Dari Mbak Y, aku belajar soal ketangguhan seorang wanita yang rela mati-matian menjaga harkat martabat keluarga dan tentang menjaga dirinya sendiri.
"Pekerjaan saya ini kan kadang dipandang sebelah mata tho mbak sama orang. Kalau judulnya tukang pijet, pasti bayangannya udah yang nggak-nggak tho mbak? Padahal, mereka ndak tahu seberapa besar upaya saya menjaga diri. Alhamdulillahnya di tempat kerja saya ini kan blaaasss ndak boleh pegang konsumen yang lawan jenis. Tapi namanya orang jahil ki pasti ada aja mbak, yang bikin pesanan palsu ke rumah lah, ngakunya yang dipijet si ibu, ternyata yang siap-siap si bapak. Astagfirulloh mbak, nek nggak kuat iman piye kuwi jal. Ya saya nekat kabur mbak, biarin lah dilaporin atau gimana, toh memang peraturan kantor memang nggak boleh dan saya juga ogah mbak. kalau mau sih, udah dari dulu-dulu mbak kita rusak. banyak soalnya yang salah jalan juga."
"Ya Allah, Mbak."
"Dan yang pasti saya masih takut sama Allah mbak, saya masih takut akherat, saya nggak mikir sesempit itu."
That's the poin! Salut! Aku gemas sembari ngelus dada denger cerita Mbak Y. Alhamdulillah Allah masih sayang sama Mbak Y dan beliau masih dikasih kekuatan iman. Mbak Y beruntung!
Ternyata ya, banyak cara Allah memberikan pelajaran untuk kita. Tidak harus dibangku sekolah, tidak harus dengan guru berseragam. Nyatanya kemarin, dari beliau- beliau ini lah aku belajar banyak tentang kesabaran, ketulusan, tanggung jawab, ketaqwaan, ilmu akherat dan rasa syukur.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita semua dalam rel-Nya. Supaya tidak tersesat, jauh, lebih dalam, hingga lupa jalan pulang.
Aamiinn.