Selasa, 18 Februari 2014

Resensi Novel: Moga Bunda Disayang Allah


sumber

Novel Tere Liye kali ini bercerita tentang seorang putri semata wayang dari keluarga terpandang dan kaya raya bernama Melati, gadis mungil dan menggemaskan berusia 6 tahun yang buta, tuli sekaligus bisu sejak usia 3 tahun.

Di tempat lain 3 tahun yang lalu, ada seorang pemuda bernama Karang yang sangat mencintai anak- anak. Kehidupan masa kecilnya yang kurang beruntung, membentuknya menjadi seorang yang pintar dan baik hati yang memberikan “janji-janji kehidupan yang lebih baik” bagi anak-anak yang kurang beruntung lainnya dengan membuka belasan taman bacaan.

Namun, Karang yang sekarang sudah berubah semenjak kejadian tenggelamnya kapal yang dia naiki bersama anak- anak binaannya. 18 anak meninggal dunia, termasuk Qintan, anak yang terlahir lumpuh layu dan akhirnya bisa berlari karena mendengarkan cerita motivasi dari Karang. Itulah yang membuat Karang merasa sangat terpukul dan bersalah, lalu pergi mengasingkan diri dan berubah menjadi pemuda yang hobi mabuk- mabukan, pergi malam dan pulang pagi. Iya, Karang kehilangan kehidupannya.

Ditengah keputusasaan Bunda atas apa yang dialami Melati, Tuhan membawanya pada sebuah pertemuan “ajaib” dengan Karang. Atas usul dari anak perempuan dokter pribadi mereka, Kinasih, yang tak lain adalah gadis yang pernah menjadi bagian hidup Karang, Bunda mendatangi pemuda itu dan memintanya untuk membantu Melati.

Perjuangan Melati dalam mendapatkan “kehidupan” memang terasa sulit, ditambah sifat arogan Karang yang membuat geram siapa saja yang melihat. Tapi dengan kesabaran dan doa yang tidak pernah putus dari Bunda, akhirnya Melati bisa merasakan “kehidupan” itu melalui Karang.

Novel ini terinspirasi dari kisah nyata mengharukan sepanjang sejarah dari Hellen Adams Keller (Alabama, 1880-1968). Keller terlahir dari ayah Kapten Arthur H. Keller dan ibu Kate Adams Keller. Ia sebenarnya tidak terlahir buta dan tuli (sekaligus bisu), hingga usia 19 bulan ketika keterbatasan semua itu datang. Beruntung dia bertemu dengan seorang guru yang hebat, Anne Sullivan, yang mengajarinya “melihat, mendengar, dan merasakan” dengan caranya sendiri, hingga dapat merubah hidupnya selamanya.

Cerita ini menyuguhkan perjuangan hidup yang tidak mudah yang dialami oleh Melati, Bunda, dan Karang. Namun, janji- janji kehidupan yang lebih baik pasti akan datang pada mereka yang percaya dan tidak pernah berputus asa.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar