“Jadi perempuan itu harus serba bisa, jangan dikit- dikit
ngeluh, dikit- dikit minta tolong, ketergantungan ini itu.”
Mama adalah sosok ibu yang serba bisa. Mungkin tuntutan
sebagai seorang single parent sejak 16 tahun yang lalu, membuat Mama menjadi
sosok yang tangguh. Dari segala tetek bengek urusan rumah tangga seperti membereskan
rumah, pakaian, urusan dapur hingga anak- anak, Mama tangani sendiri dengan
begitu cekatan. Jangan sekali- sekali terlihat lamban didepannya kalau kamu
nggak siap didampret habis- habisan.
Begitu pula dengan cara mendidik anak- anaknya, yang
menurutku lumayan keras. Dari urusan mencuci piring sampai ke setrika pakaian, kami diberi tanggungjawab atas keperluan masing- masing.
Nggak hanya itu, untuk urusan jam pulang, Mama adalah sosok ibu yang super
ketat. Jadwal pergi- pulang sekolah anaknya sudah hapal diluar kepala. Dan untuk jam main, mana boleh melebihi waktu magrib. Akh, aku sudah hapal kebiasaan Mama. Kalau menjelang magrib batang hidung kami belum terlihat, bisa dipastikan Mama
sudah standbye di ujung gang dengan memasang cengiran khasnya.
Iya,
mana ada judulnya bisa leluasa keluar malam untuk main, nongkrong, atau hal
nggak penting lainnya. Tapi kalau untuk urusan sekolah, belajar, les, atau hal
penting lainnya pasti Mama nggak pernah keberatan. Untuk acara apel- mengapel? Rumahlah tempatnya hahaha. I miss that moment.
Mungkin karena tempaan dan tuntutan dari Mama untuk menjadi
perempuan yang serba bisa itu yang membuatku "terbiasa" melakukan apa saja. Bukan hal asing lagi buatku untuk sekedar membetulkan
genteng rumah yang bocor, lalu menampalnya. Iya, laki-laki dirumah hanya ada Mas
Sigit yang notabene dulu jauh dari kami karena kuliah diluar kota, jadi akulah
anak Mama yang wajib turun tangan naik ke atas genteng. Atau mengecat rumah? Biasanya kami berempat bertransformasi menjadi tukang cat sesaat sebelum lebaran tiba.
Membetulkan kipas angin? Aku mendapatkan ilmu "the power of minyak goreng" dari Mama, kalau putaran kipasnya nggak mau menyala setelah dibersihkan, ya tinggal dioleskan. Menampal bak mandi yang bocor, menyemen, sampai nguli pun dilakoni. Nggak ding yang terakhir bohongan.
Dan ternyata saat aku pindah ke Jogja dan tinggal bersama Tante, tuntutan serba bisa itu tadi tetap melekat padaku. Dari mulai membetulkan copcopan listrik, mengganti bolam lampu, mengotak-atik mesin cuci, mengganti gas, dan yang terbaru kemaren adalah membetulkan keran rusak. Oke, aku tidak sehebat itu untuk pernyataan yang terakhir.
Jadi, saat Tante ke Cilacap dan meninggalkaku dirumah bersama 2 bodyguard yang nggak bisa diandelin (hahaha so sorry boys), Adil dan Riko pasca meletusnya Gunung Kelud yang meninggalkan abu disana-sini, aku berniat membersihkan halaman depan dengan menyeprotkan air melalui selang. Tapi apadaya, kekuatanku tampaknya super sekali hingga akhirnya selang yang kupaksa masuk ke mulut keran itu membuatnya patah! Iya, kerannya patah dan otomatis air muncrat membasahiku yang kebetulan memang belum mandi.
Aku panik. Mau mematikan keran, nggak bisa karena air bersumber dari penampungan di atas. Alhasil, aku berusaha menutup keran itu dengan plastik dan kaos kaki, dengan maksud supaya airnya nggak mengucur terlalu deras.
10 menit, air masih deras dan mengucur kemana- mana. 20 menit, berhasil tertutup dengan kaos kaki, 1 menit kemudian, copot lagi. Kuulangi hal yang sama berkali-kali tapi tetap seperti itu terus sampai tua. Aku kesal. Pengen gigit- gigit keran!
Lalu aku mencoba menjernihkan pikiran, kubiarkan air mengalir ke ember yang sengaja kutaruh. Dan kutunggu sampai air di penampungan habis. Aku frustasi sambil memegang hape dan googling dengan keyword "Mengatasi Keran Patah", gila kan kurang kekinian apa aku ini?
Caranya ternyata gampang, cukup sediakan keran baru, selotip khusus keran, dan kunci pas. Kucari peralatannya dan lengkap! Bolak- balik kucoba membuka patahannya, tapi berhubung aku belum pernah melihat bagaimana cara membetulkan keran dengan baik dan benar, sekaligus takut kalau rusaknya bertambah parah, aku pun menyerah.
Akhirnya aku keluar mencari bantuan, dan kebetulan ada Pak Tukang yang lagi bekerja di rumah tetangga. Dengan modal berani karena kepepet, aku pun minta tolong sama si Bapak.
Berlagak seperti mandor, kuperhatikan dengan saksama apa saja yang dikerjakan si Bapak terhadap keran rewel itu. Oh dem, ternyata cuma diputar- putar, terus pasang selotipnya di keran baru, dan masukin deh dengan cara memutar- mutarkan lagi. Selesai.
Segampang itukah? Setengah hari sudah kuhabiskan untuk menyelesaikan masalah keran dengan susah payah, dan ditangan Pak Tukang itu dalam waktu sekejap bisa terselesaikan!
Mungkin inilah hikmahnya, jangan sok bisa dan gengsi meminta tolong kepada orang lain. Nggak semua masalah yang kita hadapi itu mampu kita lewati sendiri, terkadang kita butuh orang lain buat sama- sama mencari solusi. #tsaaaah