Minggu, 17 Februari 2013

Pembelokkan Hati (End)


“How’s life?” sapaku lirih.
“Good, as usuall. You too, kan?” dia tersenyum paksa.
Bisa- bisanya dia berkata aku baik- baik saja. Dasar bodoh!” gumamku.
“Tidak ada yang lebih baik dari saat tahu tentang kabarmu yang 3 tahun ini menghilang, Ndre. Dan lebih baik kamu tak usah menanyakan kembali kabarku. Bukankah selama ini kamu selalu tahu? Kurang puas kamu melihatku begini? ”
“Sabar dulu, Key. Yuk masuk”
“Hahaha aku sudah lelah mendengar nama sabar disebut- sebut selama ini. Aku sudah khatam!” jawabku sedikit berapi.
Aku mengikuti langkahnya, menuju sebuah ruangan dilantai 2.
=0=

Tak ada kata- kata dalam lima belas menit pertama. Mataku hanya memandang kosong kearah jendela. Begitu pula dia tampaknya.
“Jangan bertanya kenapa, Key. Aku mohon” suaranya memecah keheningan.
“Hahaha iya, lalu jangan salahkan aku jika aku mati penasaran sekarang juga ya” jawabku sambil tertawa sinis.
“Suatu saat kamu pasti ngerti, dan ini semua demi kebaikan kita, Key”
“Kita? Siapa kita yang kamu maksud? Aku dan kamu? Sejak kapan ada hubungannya aku dan kamu? Aku hanya adik tingkatmu yang bodoh yang tidak pernah sadar bahwa kebodohan ini memang hanya kesia- siaan. Iya kan?” suaraku mulai bergetar menahan tangis.
“Lalu kamu bilang demi kebaikan kita? Hahaha lucu sekali kamu ini Andre. Mungkin yang ada dibenakmu sekarang aku adalah seorang gadis kecil yang datang meminta belas kasihan dari kamu, yang sudah aku nantikan kepulangannya 3 tahun yang lalu. Menanti sebuah kepastian yang nyatanya tak pernah pasti. Sebegitu bodohnyakah aku dimatamu ya?” air mataku tak bisa aku tahan lagi. Isakku menjadi- jadi.
Andre hanya menunduk, mulai melangkahkan kakinya mendekati tempat aku terduduk. Kurasakan lengan besarnya mendekap tubuhku dengan erat. Terasa lebih tenang, namun menyakitkan.
“Kamu akan tetap selalu indah sampai kapan pun, Key. Kamu adalah satu- satunya wanita yang sampai saat ini aku kagumi, aku rindukan dan aku sayangi. Maafin aku” suaranya yang sedikit berat itu terdengar begitu tulus.
“Bukan salah kamu, aku atau waktu. Perasaan yang kita punya ini yang salah, Key. Sangat salah.”
Aku tersentak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Andre barusan. Aku mencoba mencerna. Tapi tetap tak paham. Aku bodoh.
=0=

Perbincangan aku dan Andre hari itu tergantung dikalimat yang sulit dicerna itu. Dia tak ingin membahas lebih lanjut dan aku pun masih berusaha memecahkan tanda tanya itu dengan sendirinya. Sepanjang perjalanan menuju tempat penginapan, aku yang diantar Andre hanya terdiam termenung di dalam mobil.
“Kamu tunggu bentar ya, gak usah dipikirin masalah tadi, besok pagi kita bicarakan lagi” dia turun dari mobil dan menuju ATM yang berada dikiri jalan tempat parkir ini.
Aku tak menjawab dan kubiarkan dia berlalu meninggalkan aku di dalam mobil. Kulihat sekitarku, dan sebuah barang di dashboard depan itu menarik perhatianku. Kuambil, kulihat- lihat, tampaknya tak asing benda ini, sebuah cincin giok berukuran sedang dan didalam lingkarannya bertulis nama…. Bram.
=0=

Bram Santoso adalah lelaki yang aku lihat di pintu resto sebelum bertemu Andre. Sosok yang aku bilang pernah menjadi seorang papa buat aku. Tapi bukan itu yang saat ini menjadi masalah, tapi…apa hubungan antara Andre dan Papa yang sebenarnya? Apakah? 
=0=

Bila cinta tak pernah salah, kenapa aku harus merasakan rasa yang tidak seharusnya ini? Apakah cinta tetap tidak mau disalahkan? Apakah kesalahannya terletak pada insan yang menjalaninya? Apakah yang salah keadaan? Apa? Tuhan aku butuh satu alasan untuk ini. Aku tak pernah ingin merasakan perasaan ini, jika akhirnya hanya ketidakpantasan. Aku cukup lelah dihari- hari kemarin. Tidak bolehkah aku sedikit bahagia, Tuhan?

Dengan keadaan yang seperti saat ini, aku masih tak mau banyak bicara pada Andre ataupun Papa. Aku merasa dipermainkan dan memang begitu menyakitkan. Aku dan Andre adalah saudara tiri yang tidak pernah aku tahu sebelumnya. Andre menghilang dariku 3 tahun lalu karena dia takut akan kenyataan yang ia ketahui terlebih dulu dari aku ini.
Ibu Andre adalah istri pertama Papa, dan saat beliau menikahi mamaku memang keadaan keluarga Andre saat itu sedang tidak terlalu baik. Sebelas tahun Papa hidup bersama mama dan aku. Yang aku tahu Papa selalu pulang kerumah setiap akhir minggu lalu kembali bekerja lagi keesokkan harinya diluar kota. Entah aku yang memang masih lugu atau aku terlalu bodoh tidak menyadari itu semua. Saat usiaku menginjak 10 tahun, Papa tidak pernah lagi pulang kerumah di akhir pekan, seperti biasanya. Ternyata saat itu, Papa dan keluarga Andre sudah kembali memulai kehidupan yang lebih baik, bahagianya mereka.
Sejak saat itu, hidupku dan mama memang terbiasa tanpa sosok pria yang melindungi, sampai akhirnya saat aku bertemu Andre, si pemilik mata hangat yang sejak kecil aku rindukan.
=0=

“Selamat menempuh hidup baru, sayang” ucap Andre seraya mengecup keningku.
“Iya mas, akhirnya aku merasakan apa itu arti kebahagiaan yang sebenarnya” jawabku sembari menggandeng tangan lelakiku saat ini, Taher, suamiku.
“Her, kamu harus jaga adikku ini dengan baik. Kalau kamu sampai macam- macam,  kamu tahu kan akan berhadapan dengan siapa hahaha” Andre menyiku lengan suami tampanku.
=0=

Hidupku terasa lengkap dengan keluarga yang selama ini aku idam- idamkan, ditambah seseorang yang luar biasa dan nyaris sempurna seperti suamiku. Pertemuanku dengan Mas Andre adalah awal dari semua kesempurnaan ini. Tidak ada yang bisa kupungkiri jika hatiku saat ini mengalami proses “pembelokkan”. Mengubah arah hati kearah yang tak kuduga, dan terjadi pergeseran rasa yang tanpa aku paksa. Semuanya begitu natural berubah. Indah.
Aku dan Taher, Cicil dan keluarga kecilnya, Papa dan Mamaku yang kembali bersama, Iqbal dan calon istrinya, Mas Andre dan kesendiriannya tampak kompak berpose diatas pelaminan kami. Cheeeeesss!
Tidak ada pertemuan yang berakhir dengan kesia- siaan. Jika pertemuan itu tidak sesuai dengan yang kamu harapkan. Percayalah ada hal lain yang Tuhan maksudkan. Dengan proses “pembelokkan” hati, kamu akan mudah mengontrol diri, bukan didikte oleh hati. Jika dengan kehilangan satu cinta, kamu malah mendapatkan berjuta kali lipat imbalannya, siapa yang bisa menolak?
-Tamat-
 Yogyakarta, Februari 2013
Twit Ajeng Pertiwi

Tidak ada komentar :

Posting Komentar