Mengejar Senja |
Melakukan solo trip adalah obat penenang terampuh bagiku sejauh ini. Ya, tidak harus melakukan perjalanan jauh, namun menghilang sejenak dari hingar- bingar dan rutinitas sudah cukup membantu.
Me time contohnya, menyisihkan waktu untuk me-reward
diri sendiri dengan melakukan hal-hal yang memang ingin kamu lakukan tanpa adanya
gangguan orang lain memang selalu sukses membangkitkan mood hingga 80%, atau
bisa juga disebut recharge diri. Entah
itu berkeliling mall sendiri, membaca buku, menonton film, ke toko buku, atau
sekedar keliling tak tentu arah dengan sepeda motor hingga penat perlahan
terkikis.
Hari jumat lalu
contohnya, lagi- lagi aku sedang penat dengan rutinitas dan kepala rasanya
butuh pendingin ekstra. Sehabis pulang kerja pukul 4 sore, aku berniat ke rumah
Nanda hanya sekedar ingin say hello
atau ha-ha-hi-hi sebentar, tapi
kebetulan si empunya rumah sedang tidak ditempat. Maka dengan pikiran kosong
aku mengegas mesin merahku ke arah selatan. Entah aku pun tidak tahu sebenarnya
mau kemana kuarahkan setirku. Aku ambil jalan luruuuuus saja, agar gampang
menemukan jalan pulang. Hingga saat memasuki jalan bantul, ide cemerlangku
muncul. Pantai!
Dengan segera aku
mencari palang arah yang menunjukan ke arah mana pantai terdekat yang bisa aku
tuju. Pantai Samas. Pantai yang terletak sekitar 24 km selatan Yogyakarta. Aku melihat
jam tanganku sudah jam setangah 5 lewat sepuluh, dan aku pun bergegas kesana
agar timing sunset bisa aku dapatkan.
Jujur saja aku
bukan tipe orang yang gampang menghapal jalan, apalagi untuk daerah Bantul dan
sekitarnya ini bagaikan negeri antah berantah yang sama sekali belum terjamah
olehku secara mandiri selama di Jogja.
Bermodal nekat
dan bensin full tank, aku melaju
sembari mengagumi jalan- jalan yang jarang aku lewati ini. Ternyata keluar dari rutinitas memang menyenangkan. Sesederhana mencari jalan lain menuju
rumah, walau harus berjalan ke selatan dulu baru naik ke utara. Membuang tenaga
dan bensin? Iya, tapi aku senang.
Kulihat langit
mulai menguning, senja sudah tiba. Pantai Samas belum juga tercium
keberadaannya. Aku berhenti sejenak di pinggiran sawah yang membentang di kanan
kiriku. Kuperhatikan sejenak langit yang mengagumkan itu, kuambil telepon
genggam bututku dan kujepret lukisan Sang Kuasa itu sembari mengucapkan syukur,
Subhanallah indah sekali.
Kutancap lagi
gasku, hingga debur ombak sudah agak terdengar. Jalanan makin sepi dan
sejujurnya aku agak takut jika malam lekas tiba sedangkan aku buta arah begini.
Kulihat palang pintu masuk Pantai Samar memanggil- manggilku, dan kujawab
dengan senyum keberhasilan.
Tidak sampai 5
menit aku menikmati suasananya, suara adzan sudah berkumandang dan pantai itu
begitu sepi untuk kunikmati sendirian. Seperti orang linglung, aku langsung
tancap gas pulang sembari bersenandung sepanjang jalan.
Jalanan yang
sepi, sawah- sawah, langit yang menguning, suara ombak, dan aroma pantai yang
khas menjadi saksi jeritan bahagiaku sore itu. Aku berteriak sembari memacu
motorku dan semoga saja tidak ada yang beranggapan bahwa aku frustasi karena
putus cinta hahaha