Ramadhan dan pulang kampung a.k.a mudik, selalu menjadi hal yang dirindukan
setiap tahun. Selalu ditunggu kedatangannya oleh orang- orang yang berjauhan dari keluarga, yang
menetap di suatu tempat antah berantah nun jauh disana. Lebaaay.
Nah, jika Ramadhan selalu identik dengan mudik atau pulang
kampung, apa saat kamu bukan bagian dari para mudikers, maka kamu tidak bisa
merasakan nikmatnya Ramadhan? Alhamdulillah tidak untukku.
Ini adalah tahun kedua Ramadhan-ku tanpa ada embel- embel pulang kampung. Iya, selama hidup di Jogja 3 tahun silam, baru 1 kali aku pulang ke Bengkulu, itu pun dulu sekali, saat homesick tingkat akut melanda negeri. Halah.
Ini adalah tahun kedua Ramadhan-ku tanpa ada embel- embel pulang kampung. Iya, selama hidup di Jogja 3 tahun silam, baru 1 kali aku pulang ke Bengkulu, itu pun dulu sekali, saat homesick tingkat akut melanda negeri. Halah.
Bukan tidak mau, bukan. Tapi ada hal lain yang dengan
ajaibnya bisa mengalahkan egoku untuk meluapkan kerinduan mudik. Jika ditanya, rindu? Pasti. Tapi aku ingin mengkalkulasikan rindu ini untuk diluapkan di waktu
yang tepat, aaakh pasti rasanya super menyenangkan. Mumpung belum memuncak dan
masih bisa dipegang kendalinya,
urusan rindu bisa aku kesampingkan dan mencoba menjalankan Ramadhan dengan
sudut pandang lain hingga nikmat itu muncul dengan sendirinya.
Iya, walaupun
tidak bisa bersama keluarga, minimal aku punya duplikat mereka disini. Paling tidak, saat mereka pamer foto bersama pasca shalat Id, aku pun bisa dan layak berbahagia karena tidak sendirian disini.
Iya, walaupun rindu akan suasana dan masakan Ramadhan ala rumah, minimal belajar meracik sendiri sudah hampir menyerupai lah. Paling tidak, saat mereka yang di rumah bercerita tentang opor ayam dan teman- temannya itu via telefon, aku juga masih bisa sedikit pamer dengan makanan sejenis.
Iya, walaupun selalu absen di kumpulan bocah kompleks dan bukber teman- teman sekolah, yang penting tidak pernah kalah eksis di komen postingan foto- fotonya -__-
Jadi, bukan masalah besar untukku menjalankan Ramadhan berjauhan dari mereka, yang terpenting hatinya tidak pernah jauh kan ya? Aheeeee. Ini cerita Ramadhanku, bagaimana denganmu?
Nb: Tulisan ini sebenarnya adalah bentuk penghiburan diri. Okesip.
Iya, walaupun rindu akan suasana dan masakan Ramadhan ala rumah, minimal belajar meracik sendiri sudah hampir menyerupai lah. Paling tidak, saat mereka yang di rumah bercerita tentang opor ayam dan teman- temannya itu via telefon, aku juga masih bisa sedikit pamer dengan makanan sejenis.
Iya, walaupun selalu absen di kumpulan bocah kompleks dan bukber teman- teman sekolah, yang penting tidak pernah kalah eksis di komen postingan foto- fotonya -__-
Jadi, bukan masalah besar untukku menjalankan Ramadhan berjauhan dari mereka, yang terpenting hatinya tidak pernah jauh kan ya? Aheeeee. Ini cerita Ramadhanku, bagaimana denganmu?
Nb: Tulisan ini sebenarnya adalah bentuk penghiburan diri. Okesip.